Yuna hanya duduk diam di samping Vino
mereka tidak bertegur sapa sama sekali dan tidak berbicara sepatah kata pun
sejak meninggalkan stasiun.
Hari ini cukup macet di daerah bandung
terutama ke arah lembang mukin bisa memakan waktu sekitar 2 jam bahakan lebih
untuk pergi ke lembang .
Ini sungguh membosankan aaa aku ingin cepat
sampai ke rumah om mario aku lelah batin
Yuna
“Kamu liat kan? Jalanan macet kaya
gini.” maki Vino
“Ma... maaf ini bukan salahku juga.”
jawab Yuna “Sungguh kok aku udah berangkat pagi-pagi dari rumah.”
“Ya terserah kamu.” jawab Vino acuh.
“Maaf... maafin aku.” Yuna berusah
meminta maaf dengannya
“Yun Yun percuma kamu minta maaf.”
jawab Vino ketus “Kita udah terlambat kali selamat menikmati waktu panjang di
mobillah.”
Yuna menggigit bibirnya dan diam
sambil memandang ke arah luar jendela
“Jangan gigit bibirmu seperti itu !.”
teriak Vino
“Eh?.” sontak Yuna pun kaget “Kenapa?
Aku biasa melakukan ini dan ayah nggak pernah marah sama aku.”
“Kaya anak kecil tau.”
“Aku bukan anak kecil Vino.” gerutu
Yuna “Sebentar lagi aku punya KTP.”
“Lalu apa? Kamu wanita dewasa? Nggak
cocok.” tanya Vino ketus
“Judulnya aku bukan anak kecil.” rajuk
Yuna
“Berapa usiamu? Empat belas tahun bukan.” tanya Vino acuh
“Jadi kamu masih anak kecil belum punya KTP.”
“Tutup mulutmu.” dumal Yuna kesal “Aku
bukan empat belas tahun lagi sekarang umurku enam belas tahun tiga bulan lagi
aku tujuh belas tahun.”
“Jadi? Oh enam belas tahun ya? Dan
kamu harus memanggilku kakak.” perintah Vino
“Ha? Kakak? Apa? Bukankah kita lahir
di tahun yang sama?.” Yuna tampak kaget “September nanti aku tujuh belas tahun
buat apa memanggilmu kakak? Aku tak kan memanggilmu kakak.”
“Aku ini sudah tujuh belas tahu” dumal
Vino “Kamu masih dibawaku.”
--
Revan dan Selena terpakasa
menggunakan angkutan umum karena takut
biaya naik taksi tidak cukup, adiknya sempat merajuk karena ia sangat kelelahan
2 jam perjalanan akan terasa panjang.
Sambil mengendong adiknya yang sedang
tertidur Revan pun memainkan ponselnya.
Terlihat pada layar ponsel foto
seorang gadis kecil berambut hitam menggunakan baju terusan bermotif
bunga-bunga berwarna putih. Gadis itu tersenyum sambil memperlihatkan kedua
lengsung pipitnya yang berada di kedua pipinya. Lalu sambi memeluk seekor
kelinci putih kelinci itu nampak senang berada di pelukan gadis kecil itu
Yura, aku datang Yura. Sesuai janjiku padamu
dulu tunggu aku di rumah pohon itu Yura
aku akan datang untukmu maaf kan aku aku meninggalkanmu siang itu Yura batin Revan
--
Suasana dalam mobil pun sekarang
nampak sunyi. Jalan pun nampak mulai macet. Di dalam mobil hanya terdengar
suara ketikan nada keyboard dari ponsel Yuna
“Apa kabarmu?.” tanya Vino tiba-tiba
di tengah kesunyian diantara mereka berdua “Semoga baik.”
“He? Aku? Aku.... aku... baik kok.”
jawab Yuna terbatah-bata
“Udah lama ya kamu nggak ketemu sama
keluargaku kecuali papaku.” Vino asik mengemudihkan stir mobilnya
“He-eh iya.” jawab Yuna sambil nyeyir
“Aku nggak tahu mau ngomong apa ketemu sama keluargamu. Mukin selain terima
kasih karena telah menjagaku selama aku koma.”
“Hmm... ya ya ya.” angguk Vino “Mukin
pindah dari jakarta ke bandung itu suatu hal yang aneh buatmu.”
Yuna terdiam. Ia pun langsung
meletakan ponselnya di kedua pahanya.
Andai kamu tahu aku tak ingin pindah ke sini
aku sangat mencintai jakarta, mencintai sekolahku mencintai teman-temanku dan Falco
pria yang aku cintai sepenuh hatiku dan saat ini aku harus meninggalkan
semuanya tunggu Falco pria yang aku cintai? Nggak sekarang nggak batinnya
“Ah, nggak juga.” jawabnya bohong
“Lagian aku udah lama mau tinggal di bandung bahkan tahun depan aku sempat
berencana kuliah di bandung dan almarhum ayahku cukup setujuh dengan ideku
ini.”
Vino mendesah
“Berat ya.” katanya “Harus kehilangan
orang tua.”
Yuna tersenyum getir dadanya begitu
sesak mengingat kejadian empat bulan lalu saat orang tuanya meninggal dalam
kecelakaan yang tragis. Dimana ia harus terbaring koma lalu saat ia sadar ia
mendapatkan bahwa kedua orangnya telah tiada.
“Maaf maafkan aku Yuna aku-“
“Ah nggak apa-apa.” jawab Yuna sambil
tersenyum getir “Bukan salahmu juga kok aku nggak apa-apa wajar semua orang
mengkhawatirkanku.”
Mata Yuna mulai berkaca-kaca sekuat
tenaga ia mencoba untuk tidak menangis untuk tidak mengingat semua kejadian
itu. Ia terus menggigit bibirnya berusa sekuat tenga untuk tidak menangis
“Yuna jangan nangis Yun aduh Yuna jangan nangis aku nggak-“
“Ah nggak apa apa vin.” potong Yuna
“Aku nggak apa-apa sunggu deh percaya
lah denganku.”
Setelah menempuh perjalanan sekitar 2
jam lebih menuju lembang bandung sampailah mereka di lembang. Hawa sejuk
menusuk kedalam tulang rasanya siang-siang seperti ini nampak seperti sore
hari.
Vino pun memarkir mobilnya di garasi
sebuah rumah tua bercat biru yang nampak usang dimakan usia seorang pria paruh
baya sedang duduk di teras sambil asik membaca koran
--
Setelah menempuh perjalan yang
lumanyan lama Revan pun tiba di sebuah gang kecil dan sepi sambil mengendong
Selena adiknya Revan berjalan menerusru gang tersebut sampailah ia di depan
rumah yang nampak tua lusang dengan pagar besinya yang menjulang tinggi namun
catnya telah luntur
“Kakek... nenekkk.” teriak Revan
“Revan datang kek.”
Lalu sepasang suami istri nampak telah
lansia sekitar berumur lebih dari enam puluh tahun pun keluar dari rumah
tersebut . wajah sang istri nampak sumringah melihat kehadiran Revan
“Revan...” serunya sambil terus
tersenyum
“Aku pulang.” jawab Revan
“Kakek nenek Elen kangen kalian.”
rajuk Selena
Lalu sang suami paru baya dengan sigap
membukaan pintu pagar rumahnya.
“kakek!.” teriak Selena sambil berlari
memeluk laki-laki paru baya tersebut
“umur neng geulis teh sabarah atuh?.”[3] tanya
kakek dalam bahasa sunda yang mukin tidak Selena mengerti
“kakek ngomong apa?.” Selena menggit
bibinya “Elen nggak ngerti.”
“kata kakek berapa umurmu?.” jawab
Revan
“oh Elen udah gede loh kek Elen udah
sepuluh tahun.” jawab Selena sambil
tersenyum bahagia
--
“Yuna?.” seru pria itu tak percaya
“iya?.” jawab Yuna sambil menutup
pintu mobil “kenapa om?.”
Pria itu menaruh korannya di atas meja
lalu ia menghampiri Yuna yang sedang berdiri samping mobil sedan tuanya.
“syukurlah kamu telah tiba.” pria itu
memeluk Yuna “om sungguh khwatir kamu takut kesasar.”
“nggak kok om.” Yuna mengeleng “Yuna
ngerti jalan kok ya walau sedikit buta peta.”
“untung nggak dibohongi sama orang.
Wajah mu terlalu polos.” sindir Vino
Lalu tiba-tiba dari dalam rumah
seorang wanita paruh baya dan seorang anak laki-laki yang usianya nampak lebih
muda dari Yuna
“Yuna!.” teriak wanita paru baya
itu ketika melihat Yuna
Yuna pun spontan melepaskan pelukanya
dengan om mario dan berlari langsung memeluk wanita paru baya itu
“tante estte? aaaa aku merindukanmu.”
isak Yuna
“aku juga sayang.” tante estter pun
mengelus rambut cokelat Yuna dengan lembut
“maaf ya tante setelah kematian orang
tuaku aku tidak pernah menghubungi tante.”
“aku tahu perasaanmu.” tante estter
pun memeluk yuan dengan erat “kamu harus menata hidupmu lagi sayang.”
“iya.” angguk Yuna
“dan semoga kondisi kesehatanmu tetap
berangsur membaik.” tante estte pun tersenyum
“Yuna akan berusaha untuk sehat
seperti dulu.”
--
Revan dan Selena pun masuk kedalam
rumah tua itu rumah ini sangat sederhana dibanding dengan rumahanya yang ada di jakarta nampaka
mewah dan Elengan rumah ini hanya sebuah rumah tua yang sangat sederhana
ditambah lagi dengan suasana pedesaan yang cukup sepi menanbah nilai
perbandiangan dengan jakarta.
Disini, disini nampak sangat damai. Ini yang
ku cari selama ini batin Revan
“ayo duduk dulu Revan.” kata nenek
“biar kakekmu mengajak Elen tidur di kamar dan menaruh barang-barangmu juga.”
“ah nenek tidak usah aku bisa kok.”
elak Revan
“akang ayo mangga atuh biar aki teh
yang bawa barang-barang ini kau duduk lah dan ninimu.”[4] memrampas
tas ransel yang ada di tanganya
Revan pun tak kuasa menolaknya
Nenek pun duduk diatas sofa tuanya
yang sudah tak layak pakai
“Revan sini atuh nini teh hayang
ngawangkong jeung maneh.”[5] seru
nenek dengan bahasa sunda yang begitu fasi
“iya? Nek ku naon atuh manggil
Revan?.”[6] sahut
Revan
“kamu teh benar mau tinggal disini?.”
tanya nenek tampak ragu
“ya.” suara Revan nampak lantang “aku akan tinggal disini dan meneruskan
kuliah disini nek aku lelah melihat keadaan papa dan mama.”
“papa mamamu teh kumaha?[7]Ada apa
sama mereka? Mereka teh tahu?.”tanya nenek nampak tak percaya “nenek teh kaget
atuh pas mamamu seminggu yang lalu bilang kamu mau tinggal disini.”
“selama enam bulan ini hubungan mereka
nampak kurang harmonis” Revan mendesah “dan mama memutuskan untuk mengirimku
kesini sampai keadaan membaik.”
“terus si neng geulis kumah? Kasihan
atuh.”[8]
“sebetulnya, mama melarang Selena ikut
denganku tapi kalau ia terus melihat papa dan mama bertengkar terus bagaimana
keadaan psikisnya nek dia masih sangat kecil.”
“baik lah tapi kamu teh emang mau
tinggal dirumah sederhana kaya gini
Revan teh?.” tanya nenek
“ya nek dengan senang hati. Nanti aku
akan berusah berkerja membantu nenek dan kakek disini ya itung-itung aku cari
uang jajan buat kuliah.” jawab Revan
“lalu bagaimana dengan sekolah Selena?
Apa ia mau sekolah disini?.”
“Selena sangat ingin sekolah dan
tinggal disini.” jawab Revan “mama sudah mengurus semuanya dan kuliahku nanti
aku juga sudah dapat universitas yang ada di bandung ini.”
Nenek nampak sedikit lega mendengar
perkataan Revan
“dan satu lagi nek.” tambah Revan
“mama setiap bulan akan membiayain kita semua kok tenang lah. Aku juga akan
berkerja untuk mencari uang jajanku.”
Nenek hanya tersenyum
--
Tante estter pun menyeret Yuna untuk
masuk kedalam rumah. Rumah ini napak sederhana berbeda dengan rumahnya. Di
ruang tamu terlihat ada sepasang suami istri muda dengan istrinya yang sedang
hamil cukup besar dan istrinya pun tersenyum saat melihat Yuna
“selamat datang adik kecilku.” sapa si
istri
“kak vero? Ini benar ka vero?.” Yuna
nampak tidak percaya melihat wanita hamil yang sedang duduk di sofa ruang tamu
itu ia terus mengelus-elus lembut perutnya yang sudah nampak membesar.
“iya ini aku Yuna.” senyum kak vero
tampak mekar “sudah lama aku tidak bertemu denganmu.”
Yuna pun menghampiri kak vero dan
memeluknya erat
“kakak... aku merindukanmu.” isak Yuna
“bagaimana setelah perinikahanmu dua tahun lalu? Bukan kah kakak sekarang
tinggal di jepang? Apa sekarang ini-”
“ini hasil buah cintaku dengan eriko.”
kak vero nampak sumringah memberitahu tentang hal ini
“jadi baru ini?.” tanya Yuna kaget
“Yuna... Yuna kamu maunya berapa?.”
ledek kak vero “sebelas? ini juga aku berharap cukup lama dan baru
mendapatkannya sekarang.”
“berapa usia kandungan kakak?.” tanya
Yuna mengalikan pembicaraan
“berjalan enam bulan.”
“oh.”
--
Setelah perbincangan singkat Revan
dengan neneknya. Revan pun memutuskan untuk pergi ke dalam kamarnya. Kamarnya
saat ini cukup sederhana. Ruangan yang mukin menurut Revan ini tak layak di
gunakan sebagai kamar ruangan yang bercat biru dengan catnya yang sudah mulai
terkelupas hanya berisi sebuah ranjang tua meja belajar yang nampak usang di
makan usia dan sebuah lemari baju yang nampak sudah tak layak di gunakan
Bisa-bisanya papa tidak pernah memperhatikan
nenek dan kakek lagi kasihan kakek dan nenek papa sibuk dengan urusannya sampai
orang tuanya sendiri tidak ia perhatikan. Buat apa papa hanya memhabiskan uang
yang tak penting batin Revan
Revan pun merebahkan diri senjenak.
Mata hitamnya memejam erat dan pikiranya pun menerawang entah kemana.
“kakak.” seru gadis kecil berambut hitam
sambil memeluk Revan dari belakang
“ada apa Yura?.” tanya Revan
“hhmm... Yura... hmm... mau kakak gendong Yura
nggak?.” pinta gadis kecil itu
“kemana?.”
“ke rumah pohon.” katanya
“kita mau ngapain Yura?.” tanya Revan
“Yura mau kesana aja.” gadis itu tersenyum
“aku ingin memandang langit dari sana kak dan tentu kakak harus menemaniku.”
“kenapa harus aku yang menemanimu?.” tanya
Revan bingung
--
“jadi kak vero sama kak eriko sampai
kapan di indonesia?.” tanya Yuna napak antusius
“selama empat bulan ini kami akan
tinggal disini hmm... mukin vero nampak ingin tinggal lebih lama disini.” sahut
pria berkulit pucat yang duduk di samping kak vero
“he? Kenapa? Kok lama banget.” tanya
Yuna kaget “emang kak eriko nggak kerja apa?.”
“kakak mau melahirkan anak ini di
indonesia saja.” jawab kak vero sambil tersenyum
Yuna pun mengelus perut kak vero yang
nampak mulai membuncit.
“hai adik bayi kamu cepat lahir ya
nanti kita main sama-sama oke?.”
“iya kakak dedek juga mau main sama
kakak.” jawab kak vero seperti anak kecil
“kak vero.” gerutu Yuna “aku ngomong
sama adik bayi yang sedang ada di perut mu bukan ibunya.”
“duh adik kecil kakak yang satu ini.”
kak vero pun menjitak lembut kepala Yuna “kakak bercanda tau.”
“kak vero dari dulu nggak pernah
berubah sama Yuna.” gerutu Yuna “Yuna udah gede tau kak bukan anak kecil lagi.”
“oh iya?.” tanya kak vero dengan nada
meledek “kok kakak nggak percaya ya kaya kamu masih kecil deh masih tiga belas
tahun kan?.”
“kak veroooo...” teriak Yura
“apa Yuna sayang.” ka vero
menjulurakan lidahnya seperti anak berumur lima tahun.
--
Yura, oh Yura kenapa aku terus teringat
olehnya ada apa ini? Semenjak aku kembali kesini aku selalu teringat Yura. Yura
bagaimana kabarmu? Aku harap kau menjadi seorang gadis yang cantik seperti saat
kau masih kecil batin Revan
Revan membuka kedua matanya. Ingatan
tentang cinta pertamanya tak pernah bisa ia hapus walau sudah hampir satu
dekade ingatannya tenteng Yura tak pernah bisa ia hapus.
Gadis kecil bElensung pipit itu apa saat ini
menjadi seorang gadis yang cantik dan manis? Apa iya tetap seperti dulu? Lalu
apa ia masih sering pergi kerumah pohon itu? Ah aku benar- benar tidak bisa
berhenti memikirkan Yura. batin Revan
“Yura.” seru Revan
“iya?.” jawab gadis itu
“Yura nggak bosen kakak gendong terus?.” tanya
Revan sambil mengendong gadis kecil yang ia panggil Yura tersebut.
“nggak yula nggak pernah bosen.” jawab gadis
kecil itu sambil tersenyum sumringah
“yakin?.”
“iya kakak nanti kalo nanti yula nikah sama
kakak yula mau terus setiap hari yula di gendong sama kak Revan.”
Revan pun menurunkan Yura diatas rerumputan
yang membentang di bawah sebuah pohon besar.
“Udah sampai Yura.” kata Revan
Yura pun turun dari punggung Revan
“Yura.” Revan pun duduk diatas rerumputan
hijau yang terbentang di bawa rumah pohon ini
“iya kakak?.”
Revan pun memeluk Yura dengan erat
“Yura, aku sayang kamu.” bisik Revan tepat di
telinga Yura “kamu mau nikah sama kakak kalau kita sudah besar nanti?.”
“eh? Kakak kenapa? Kenapa kakak ngomong kaya
gitu?.” gadis itu nampak bingung dengan perkataan Revan
“karena, aku mencintaimu Yura...” bisiknya
“mau kah kamu hidup bersamaku? Saat kita dewasa nanti kita menikah hmm?.”
Yura pun diam terpaku
“Yura.” seru Revan
Yura pun memeluk erat Revan lalu ia menangis
“Yura kenapa nangis? Kakak salah ya?.” tanya
Revan was-was “kakak salah ya bilang kaya gitu? Harusnya-“
“tanpa kakak bilang kaya gitu impian Yura
hanya ingin jadi istri kakak.” potong gadis itu
“Yura-ya”
“yula sayang kak Revan” isak gadis kecil itu
Tiba Revan pun mereguh wajah Yura dengan kedua
tanganya lalu dengan lembut ia mencium bibir tipis Yura. Yura pun hanya diam
terpaku dan menangis terseduh-seduh
“aku janji
kita akan menjadi suami istri suatu saat.” Revan melepaskan ciumannya
Yura hanya terdiam tatapan matanya hanya
kosong mata hitamnya mengisaratkan jangan pergi namun Revan tak bisa
membalasnya
“Yura?.” seru Revan
“kakak... kakak serius?.” tanya Yura
“iya.” Revan menjulurkan jari kelikingnya
“Yura mau kan jadi pendamping Revan? Revan sayang Yura, Revan mau. ”
“iya.” angguk Yura
“kalau aku sudah besar nanti aku kan datang
lagi kesini menikah denganmu lalu membawamu keliang dunia.”
“janji ya kak.” rajuk Yura
“kakak janji.” ia tersenyum “calon istriku,
aku mencintaimu.”
--
[1]
ini
gadis cantiknya kakek ya?(biasanya panggilan neng geulis diberikan kepada anak
perempuan yang masih kecil/perempuan yang baru dikenal agar terlihat akrab)
[3]
umur
gadis cantik berapa?
[4] kakak sini biar kakek yang bawa
barang-barangnya kakek pun kamu duduk lah berbincang dengan nenekmu
[7]
papa mamamu bagaimana?
[8]terus si
gadis cantik bagaimana?