Bulan
oktober pun tiba. Aku merasa sedih karena bulan kesukaanku telah berakhir.
Pagi
ini aku tak seperti biasanya rasanya aku benar-benar tak ingin masuk sekolah
saat bangun pagi saja aku harus susah dibangunkan dengam mbok darsim dan tante
vic. Pagi ini semacam perasaanku tak enak ada yng menganjal
Aku
pun hanya duduk terdiam di meja makan menatap sarapan yang tak seperti bisanya
sarapan adalah waktu kesukaanku
“yumi
kamu kenapa?” tanya raina
“houtoni?
Aku?”
“iya
kamu kenapa hari ini nampak aneh sangat aneh”
“nggak
aku gak papa”
“serius
kamu gak papa?” tanya raina was-was
“ne
oneechan. Aku gak papa” aku mengeleng
Tiba-tiba
suara telpon rumah yang ada di ruang tamu berdering kami semua saling menatap
satu sama lain.
“nyonya
nyonya” teriak mbok darsim dari arah ruang tamu
“tante
kenapa itu?” tanyaku
Tante
vic pun bangun dari tempat duduk dan pergi dan beberapa saat kemudiana aku
mendengar suara benda yang jatuh dari ruang tamu
Kami
semua spontan langsung berlari kearah ruang tamu
Aku
melihat tante vic terduduk lemas di lanatai dekat meja telfon ia menangis
sambil menukuli lantai
Narisa
raina dan aku sepontan langsung berlari mendekat kearah tante vic, raina
langsung memeluk ibunya dan tante vic terus meronta-ronta
“ibu
kenapa? Ibu ku mohon jangan seperti ini” isak narisa
“tante
vic ada apa?” tanyaku was-was
Om
joe pun langsung berbicara di telfon dengan seseorang mereka berbicara sangat
serius aku tak tahu apa yang mereka bicarakan.
“kalian...”seru
tante vic
“ada
apa dengan kami ibu?” tanya raina
“kita
harus kebandung sekarang juga” seru om joe
“ada
apa ini ayah?” tanya narisa “ada sesuatu kah?”
“nenek
kalian....” jawabnya
--
Siang
ini juga kami semua pergi ke bandung. Aku pun terpakasa izin tidak masuk
sekolah hari ini, demi neneku
Aku
sangat kaget ketika mendengar kabar tentang nenekku ia saat ini tergolek lemah
dirumah sakit.
Nenekku
tipikal orang yang jarang memperlihatkan keadaannya ketika sakit aku ingat dulu
saat aku tinggal di bandung sekitar aku berumur sembilan tahun nenekku saat itu
pernah mengalami kecelakaan dan ia tidak mau berbicara denganku atau ayah saat
ia masuk rumah sakit.
Mobil
om joe laju di jalan tol sanagt cepat dan nampak seperti angin. Aku narisa dan
raina hanya bisa duduk diam ketakuatan di kursi belakang
Sekitar
tiga jam kemudian kami sampai di kota bandung om joe pun langsung melajukan
mobilnya ke arah rumah sakit tempat nenekku dirawat
Ketika
aku sampai dirumah sakit, aku hanya menemui ka stefan di sana.
“stefan”
seru tante vic
Ka
stefan hanya duduk terdiam diruang tunggu wajahnya sangat ketakutan gelisah dan
aku melihat lingkaran hitam di matanya sangat terlihat
“tante
vic” serunya
“stefan
nenekmu kenapa...”tante vic langung duduk disamping ka stefan
“nenek
sejak tiga hari ini mau makan sebetulnya ayah sudah membujuknya tapi tetap ia
tak mau. Aku dan devina juga sudah berusaha membujuk nenek untuk makan tapi
nenek tetap tidak mau ia terus menahan diri untuk makan
“aku
khawatir dengan nenek tapi nenek tetap tak mau ia terus mengurung diri di kamar
tak keluar kamar aku berulang kali membujuk nenek tapi hasilnya nihil”
“dan
tadi pagi nenek pun keluar kamar dan ia tiba tiba terjatuh didepan pintu
kamarnya”
--
Kami
semua sangat harap harap cemas menanti kabar dari nenek. Nyaris 3 jam kami
semua duduk tediam diruang tunggu menanti dengan penu kecemasan. Nenek masih
berjuang melawan masa kritis di ruang icu
Tante
vic hanya bisa menangis di pelukan om joe aku tak tahu harus berbuat apa saat
ini aku hanya bisa terdiam duduk sambil memasang earpon ditelingaku aku berusah
untuk tidak menangis.
Ponselku
berdering ternyata ayah mentelponku
“halo”
sahutku
“ayumi
kamu dimana? Di rumah sakit kah?” tanya ayah
“iya
ayah aku dirumah sakit saat ini ayah dimana?”
“ayah
sedang menuju kerumah sakit nak. Nanti tolong kamu sms ayah dimana ruangan
nenek ya”
“baik
lah ayah hati-hati”
Aku
pun memutuskan telpon
Aku
masih terdiam saat ini tak mampu berkata kata, aku hanya bisa melihat kesedihan
orang orang di sampingku saat ini tapi aku tak bisa membuat mereka tenang aku
tak mampu melakukan sesuatu
“ayumi”
seru seseorang dengan suara familiar
Aku
mendongak dan itu ayah
Aku
pun bangkit berlari dan langsung memeluk ayah
“ayah....”
kataku
Ayah
memeluku erat “jangan menangis anak ayah”
Aku
hanya meangguk
“keluarga
nyonya marissa” seru seorang berpakaiannn suster keluar dari ruangan tempat
nenek dirawat
Dan
semua orang pun bangkit dari tempat duduk dan mendekati suster itu
“kami
semua keluarganya” kata ka stefan
“silakan
kalian masuk nyonya marissa ingin bicara dengan kalian”
--
Kami
semua pun masuk ke dalam ruang ICU aku melihat nenek terbaring lemah dengan
selang infus yang berada di kedua tanganya lalu selang oksigen juga menutupi
hidungnya
Wajah
nenek kelihatan berkeripun dan sangat lemah bahkan kantung mata nenek sangat
keliahatan. Wajah nenek sangat nampak menahan sakit dan ia terlihat sangat
lelah
Semua
orang pun mendekat kearah tante vic, ka stefan, ayah, om joe, narisa, raina dan
paman sam kakak ayahku semua mendekat kearah nenek mereka masing-masing mencoba
membisikkan sesuatu di telinga nenek dan nenek hanya tersenyum atau meangguk.
Hanya aku yang menjauh dari nenek aku hanya bisa melihat dan mencoba menenahan
diri untuk menangis
Lalu
jari nenek pun menunjuk kearahku mengisyratkan agar aku mendekat
Aku
pun langsung mendekat kearah nenek
“nenek”
bisikku ditelinganya
ia
hanya tersenyum
“nenek
cepet sembuh ya. Nanti kalo nenek udah sembuh yumi bantuin nenek di dapur kita
buat kue cokelat lagi ya nek” bisikku dengan suara parau “yumi janji kalo nenek
sembuh yumi sering sering pulang”
Nenek
pun membuat isyarat agar selang oksigennya dilepas dan suster langsung membatu
melepaskan selang oksigennya
“yumi”
serunya dengan suara lemah
“iya
nek?”
Tangannya
mengelus pipiku dengan lembut
“a...yu..mi
sa.......yang jan...gan ka....mu menagis” suaranya terbata-bata
“sa.....yang.... ne...nek ta..hu.... di usiamu ya...ng masih sa....ngat...
mu..da.. ka.........mu pasti sedih ji....ka..... kamu melihat nenek seperti
ini”
Aku
mengeleng
“yumi
gak nangis nek yumi kan anak kuat yumi kan gak mau liat nenek sedih” suraku
mulai histeris
“an...ak
pintar” ia tersenyum “itu ba...ru... cu........cu ne...n....ek yu...mi
ma...ma..u kah ka...mu ber..janji... dengan nenek”
Aku
menangguk
“cu..cu..ku
aku sa...ngat...sen....nang me...li....hat... ka...mu me...na....ri lagi”
Aku
sedikit kaget mendengar perkataan nenek menari?
Aku
teringat masa kecilku dulu saat aku masih tinggal di jepang ibuku mengajarkan
aku menari ballet aku benci ballet. Dan karena ballet juga aku bisa bertemu
fani.
Menari
bukan keahlianku aku benci dunia tari apa lagi saat aku pindah ke indonesia
ibukku memasukan aku ke sebuah sanggar tari tradisional aku sangat benci menari
menari itu adalah hal yang membosankan dan membuang-buang waktu saja
“ayumi”
seru nenek dengan suara lemah
“iya”
“me......nari
lah se...pe....rti du...lu cu......cu......ku ka....mu m....au kan ber......ja....nji
ke...pa...da nenek? ne..ne..k sa...ngat se...na..ng me...li..hatmu menari
la.....gi...”
Aku
menangguk lemah
Nenek
pun tersenyum aku belum pernah meliah ia tersenyum sangat cantik sperti hari
ini di dalam senyumnya tersimpan sebuah kedamaian.
Lalu
nafas nenek mulai tersengal-sengal aku pun langsung histeris mamanggil suster
ayah pun membawa aku keluar kamar semua orang yang ada di kamar pun keluar aku
langsung menangis dan meronta di pelukan ayah
“ayah...
nenek ayah nenek ayah” tangisanku mengemah di depan ruangan
“ayumi
jangan menangis sayang berdoalah semoga tuhan memberi jalan kesembuhan untukn
nenekmu”
Kami
semua sangat ketakutan aku melihat tante vic terus menangis dan ia hanya
terduduk lemas. Raina hanya diam terpaku, narisa terus menangis di pelukan ka
stefan.
Aku
tak tahu mau bicara apa lagi rasanyaa sangat takut aku sangat takut kehilang
sangat teramat takut
Setelah
setengah jam dokter pun keluar dari ruangan nenek
“maaf
kami sudah melakukan yang terbaik” kata dokter kepada ayah
Ayah
hanya bisa diam seribu bahasa mata hitamnya nampak kosong
Aku
hanya bisa terduduk lemas mendengarnya nenek....
--
Aku
pun kembali masuk kedalam ruang icu sendirian tanpa di temani ayah atau
siapapun. aku hanya bisa terdiam tak mampu berkata-kata lagi melihat tubuh
nenek yang sudah terbujur kaku aku mencoba memberanikan diri untuk mendekat
kearah nenek
“nenek”
sapaku sambil menahan tangisan
“nenek
kapan bangun”
“nenek
ayo nenek bangun yumi udah nggak sabar mau buat kue cokelat sama nenek” suaraku
mulai parau “nenel ayo nenek bangun yumi mau nenek bangun sekarang nenek mau
lihat yumi menari lagi kan? Ayo nenek bangun”
“nenek
ayao cepat bangun yumi mau lihat senyum nenek yumi mau lihat saat nenek tertawa
yumi mau di marahi nenek lagi yumi mau nenek cepat membuka mata nenekkk”
“NENEK
AYO BANGUN BUKA MATAMU NENEK” teriakku
Dan
tangisanku mulai pecah aku mulai melakukan hal yang diluar kehendakku ku
benturkan kepalaku di tembok sambil menagis merota-rontah
“AYUMI
APA YANG KAMU LAKUKAN” seru ayah ia nampak marah dengan ku
“aku
mau nyusul nenek ayah aku mau nyusul nenek kasihan nenek sendirian” aku terus
membenturkan kepalaku di tembok
Ayah
langsung memitingku sampai aku tak bisa bergerak
“kamu
jangan gila ayumi kamu harus berfikir rasional” bentak ayah “kalau kamu kaya
gini kasihan nenekmu dia pasti sedih”
Aku
terus merontah ayah menyeretku keluar ruangan
“ayumi
sadar nak sadar jangan seperti ini”
Lalu
ayah menyeretku ke kursi ruang tunggu
“ayah
aku nggak ikhlas ayah” teriakku
“ayumi
jangan seperti ini ayumi” bentak ayah
Aku
terus menangi sambil memeluk narisa narisa hanya menenangkanku dia berusah
membuatku tidak histeris tapi rasa kehilangan itu lebih sakit dari apapun aku
seperti kehilangan jiwaku rasanya sesuatu di diriku itu pergi seperti hampa aku
merasakan ke hampaan
--
Aku
pulang kerumah keluarga ayahku di daerah lembang bersama ka stefan raina dan
narisa. Kami pulang dengan menggunakan mobil jeep milik ka stefan. Selama
perjalanan kami semua sama-sama terdiam raina hanya memendangi kearah depan
narisa terus memeluk sambil menangis dan ini membuatku juga ingin menangis lagi
Sesampainya
di rumah aku langsung masuk ke kamar ka devina raina dan narisa pun ingin
menemaniku tapi aku bilang kepadanya aku butuh waktu untuk sendirian
Aku
mengunci diri di kamar.
Aku
kembali menangis aku kembali merasakan suatu rasa kehilang yang sangat mendalam
aku benar-benar ingin mebenturkan kepalaku lagi aku ingin hielng ingatan aku
benci kehilang aku benci
Suara
ponselku membuatku kanget
Falco
menelfonku? Buat apa?
“halo”
aku menjawab telfon
“ayumi
kamu kemana hari ini kenapa nggak masuk?” tanya falco “kamu sakit? Sakit apa?
Aku ke rumah kamu ya”
“falco...”
seruku dengan suara lemah
“yumi
kamu sakit ya?”
“falco...”
suaraku mulai parau
“ayumi
kamu kenapa? Kamu habis di apain?” tanya falco was-was
“falco...”
dan tangisanku mulai pecah
“ayumi
kamu kok nangis kamu kenapa? Cerita sama aku coba”
“falco.......”
“aku
kerumah kamu ya sekarang” kata falco
“nggak
bisa co aku di bandung”
“ngapain
kamu di bandung?” tanya falco
“ada
urusan.....”
“urusan
apa? Kamu kenapa gak kasih kabar ke aku?”
“maaf
aku gak bisa kasih kabar ke kamu co” jawabku “ ini mendadak banget sampai aku
nggak tau mau gimana”
“yaudah
aku pergi ke bandung” jawab falco
Sontak
aku sangat kanget
“falco
kamu gila ya apa-apa besok kamu sekolah lagian kamu mau ngapain nyusul aku co?
Mending kamu ngerjain tugas bareng yang lain atau kamu jagain fani”
“nggak
biarin aku bisa izin ini orang tuaku juga lagi di luar negri ini aku di rumah
cuman sama kakakku kakakku juga kerja hayo bisa kan aku kabur?” elak falco
“nggak
gak boleh kamu gak boleh kaya gitu falco udah aku nggak papa” jawbku bohong
“bohong
aku tahu kamu yumi kamu pasti lagi ada masalah besar kamu gak bisa cerita atau
kamu terus mau memendam sendirian?” sindir falco “kamu mau kamu depersi? Aku
nggak mau liat kamu sedih yumi!”
“aku
nggak papa falco sumpah” suara tangisanku tak bias ku tutupi lagi
“bohong
kamu bohong yumi sebentar aku akan pergi kebandung”
“falco
kamu jangan gila!” bentaku
“terserah
kamu yumi kamu mau bilang kau gila nggak perduli aku judulnya aku mau nyusul
kamu” lalu falco memutuskan telfon
Aku
hanya bisa terduduk lemas astaga tuhan kenapa seperti ini
Falco
jangan gila kenapa kamu seperti ini aku nggak mau kamu ikut dalam kesedihan ini
batinku
--
Jenazah
nenek tiba di rumah sekitar jam 1 siang nyaris menunggu tiga jam setelah dari
rumah sakit. Narisa pun mencoba membujuku untuk keluar kamar tapi aku terus
mengurung diri aku masih belum siap melihat tubuh nenek yang ada di depan itu
sudah terbujur kaku
Aku
masih belum bisa berhenti menangis, air matu terasa sudah kering aku tak
sanggup lagi untuk berbicara seolah-olah
aku bisu
Ponselku
kembali bergetar falco pun menelfonku lagi
“ayumi
kamu masih dirumah mu? Coba kamu sms dimana rumah mu aku sudah sampai di daerah
lembang sekarang” perintah falco
“falco
kamu benar-benar gila buat apa kamu kesini?” amarahku mulai tak tertahankan
“terserah
kamu yumi kamu mau bilang aku gila terserah” seahut falco
“cepat
kamu pulang kejakarta lagi falco” bentaku
“nggak
mau cepet ayumi dimana rumahmu aku sama supirku lagi muetr-muter”
“falco
yatuhan kamu pulang sana apa-apaan si kamu....”
“ayumi
aku begini demi kamu tau?”potong falco “aku nggak bisa liat kamu sedih aku
nggak mau kamu sedih yumi aku bener-bener nggak bisa liat kamu nangis rasanya
hati aku sakit yumi”
Aku
hanya bisa terdiam mendengar perkataan falco
“kenapa
seperti itu?” tanyaku
“karena
aku mencintai mu ayumi hatiku terasa sakit ketika aku melihatmu menangis ketika
aku melihat kamu sakit rasanya aku ingin terus melindungimu memelukmu”
Aku
hanya bisa terpanah aku diam
“ayumi
kamu dengar aku? Ayumi...” seru falco
“kamu
nggak lagi bercanda kan co? Kamu kan sayang sama fani kamu naksir sama fani
kan? Fani kan cantik baik manis dia juga penari ballet yang hebat...”
“aku
nggak perduli yang aku sayang cuman kamu!” bentak falco
“tapi.....”
“ayumi
sayang please jangan tanya alasannya” jawab falco “aya cepet dimana alamatmu”
“jalan
bahagia no 3 nanti di depan gang rumahku itu ada penjual susu nanti kamu masuk
ada rumah besar paling ujung dan bayak mobil terus ada bendera kuning”
“baik
lah tunggu aku sayang jangan kamu berbuat nekat”
--
Falco
pun datang kerumahku sekitar setengah jam setelah ia menelfonku semua orang
yang berada di rumah (lebih tepatnya ini rumah keluarga ayahku) sangat kaget
dengan kehadirah falco
Aku
pun keluar dari kamar karena falco menelfonku ia menyeruhku untuk segera keluar
karena takut ia salah rumah
Ketika
aku keluar dari kamar falco sudah masuk, dan ia sedikit berbincang dengan ayah
“ayumi”
sapa falco saat ia memasuki rumah
“kamu
seriusan dateng?” tanyaku
“kalo
aku nggak serius kenapa aku datang?” ia mencubit pipiku “dasar bakpao”
“aduh
sakit tau” gerutuku “makasih ya kamu udah mau datang”
“sama
sama ya”
Falco
tersenyum senyumnya sangat manis sehingga rasanya jantungku berdetak tak
beraturan
“ini
teman sekolahmu ayumi?” tanya ayah
“iya”
aku meangguk “ dia ketua kelas di kelasku ayah”
“
siang om saya falco” falco membungkuk hormat
“oh
jadi kamu sahabatnya ayumi ya?”
“ah
iya om saya sahabat ayumi om tahu dari mana?” tanya falco
“ayumi
sering bercerita denganku di email yang ia kirim katanya ia memiliki banyak
sahabat baru yang sangat menyayainya” jawab ayah
Aku
hanya bisa terdiam melihat ayah dan falco berbincang mereka nampak akrab
--
Falco
pun masuk kedalam rumah aku hanya bisa diam melihat keadaan ruang tamu yang
besar sekarang banyak orang dan di tengah-tengah kerumunan orang itu ada
jenazah nenek terbaring kaku
Aku
terus menangis bahkan berulang kali falco berusah menenangkanku berulang kali
ia menjadi korban keganaskanku berberulang kali aku memukulinya tapi ia selalu
ada disampingku
Saat
jenazah nenek ingin di masukan kedalam mobil ambulan aku pun menangis kembali
tubuhku lemas dan nyaris pingsan
“ayumi,
sudah ikhlaskan kepergian nenekmu” bisik falco ditelingaku
“ini
terlalu tiba-tiba rasanya aku sangat tak bisa mempercaya semuanya” isakku
“aku
tahu itu” falco memelukku erat “tapi kamu harus bisa menerimanya sayangku,
jangan pernah kamu berlarut-larut seperti ini” desah nafas falco sangat terasa
di dekat leherku
“tapi
kenapa harus neneku? Apa salahku? Kenapa orang yang paling aku cinta harus
pergi!”
Falco
mengelus lembut rambutku “jangan pernah kamu menyalahi takdir sayang aku yakin
tuhan punya jalan yang terbaik untuk nenekmu”
Aku
terpaksa tak mengikuti proses pemakan nenek karena tubuhku sangat lemas aku
terpakasa di rumah bersama dengan ka devina dan ka mario (suami ka devina
mereka baru menikah sekitar 5 bulan lalu) raina dan narisa falco pun terus
berada disisiku dan karena dia aku bisa merasa sedikit tenang karena ada falco
disampingku
“ayumi,
kamu udah makan belum” tanya ka devina saat kami semua berada diruang tamu
Aku
pun menggeleng lemah “belum ka”
“ayo
ayumi kamu makan” bujuk falco
“nggak
mau”
“ayumi
aku buatin makannya?” tawar ka devina
“nggak
mau”
“ayumi
narisa raina ayo kalian makan” seru ka mario
“aku
tak ingin makan” jawab raina
Tiba-tiba
ka devina berlari kearah toilet kami semua sangat panik apa lagi suami ka
devina terlihat sangat panik
“ka
devina kakak baik-baik saja?” seruku
“aku
baik ayumi” jawabnya dari toilet
“kakak
kita kedokter yuk” bujuku
“nggak
mau yumi aku nggak papa” ia bersikeras
Lalu
ka devina keluar dari toilet
Wajahnya
sangat pucat bibirnya sangat putih aku benar-benar sangat khawatir dengan keadaan
ka devina
--
Ka
devina pun keluar dari kamarnya dan ia langsung menghampirku yang menunggu di
depan pintu kamarnya
Ia
langsung memeluk “ayumi, ini keajaiban dunia demi tuhan aku masih tak bisa
mempercayai ini”
“maksudnya
ka?” tanyaku binggung
“aku
hamil sayang” ia tersenyum “kamu percaya?”
Apa
aku tak menggerti maksud ka devina mukin aku terlalu polos atau terlalu bocah?
Jarak umurku dan ka devina juga jauh sekitar 11 tahun mukin aku tak akan mengerti apa yang ia maksud ah urusan
orang dewasa itu rumit
Ah
tunggu maksudnya keluargaku akan memiliki pengganti nenek? Maksud ka devina
itu? Atau apa? Idiot sekali aku
Aku
hanya bisa terdiam jadi setelah nenek pergi hari ini akankah aku mendapat
penggatinya?
“devina?”
seru ka mario
Ka
devina pun langsung berlari kearah suaminya dan langsung memeluknya dan mereka
berbisik-bisik
“oh
tuhanku terima ini anugerah” ucap ka mario
“aku
tak sabar memberi tahu semuanya” kata ka devina “ini kabar baik”
--
Aku
pun kembali keruang tamu dan kembali duduk di samping falco
“kakakmu
kenapa yumi?” tanya falco
Aku
mengakat bahuku “entahlah aku kurang menegeri urusan orang dewasa”
“oh
iya” falco mendekat kearaku “kamu nggak ngerti?”
“eh
kamu ngapain deket-deket aku” bentakku “sana sana”
“tadi
aja nangis nangis meluk aku terus sekarang aja” gerutu falco
“sekarang
aja apa?” tanyaku
“dasar
bakpao” ledek falco “kamu nakal sini ku hukum”
Tiba-tiba
falco merangkulu erat dan ia mencium pipiku dengan spontan aku sangat kaget
ketika ia mencium pipiku, jantungku berdetak tak beraturan pipiku serasa
terbakar
“uhuk
uhuk ka raina kita pergi aja yuk ada yang gak boleh di ganggu ni” sindir narisa
“yuk
de kita ke kamar saja”
“eh
kalian mau kemana” seruku
“aku
nggak mau gangguin orang pacaran” jawab raina
“pacaran?
Masih otw kok ka” jawab falco
Sontak
pipiku makin terasa terbakar
“cie
yang otw” ledek raina
Aku
pun mencubit pinggang falco “kamu ngomong apasi co”
“aw”ringis
falco “sakit yumi”
“bodo”
--
Malam
pun tiba falco pun izin pulang kepadaku dan keluargaku. Ayah dan semua orang
yang ikut kepemakan nenek tibah sekitar jam 6 sore.
Semua
keluarga nampak sedikit senang medengar kabar dari ka devina tapi menurutku aku
masihh terlalu sedih
“aku
pulang ya” kata falco saat sebelum masuk ke mobilnya
“hati-hati
kamu pulang kemana?” tanyaku
“aku
mukin menginap di hotel malam ini” jawabnya “besok aku baru pulang”
“kamu
nggak nginep disini aja?” aku menawarakan
“nggak
makasih yumi” ia memeluku “jangan sedih terus ya yumi nanti kamu nggak lucu
lagi”
“oh
jadi kamu....”
Ia
mencium keningku “udah ah aku pulang dulu besok pagi aku kesini ya dadah yumi
semangat ya”
--
Malam
ini aku tidur di kamar atas rumah ini bersama raina dan narisa sebelum aku
tidur kami semua berbincang-bincang sejenak
Kami
bertiga berbaling di atas ranjang besar sambil mentatap langit-langit kamar
“onee-chan”
seru narisa sebelum tidur
“iya”
“tadi
itu ka falco?” tanya narisa
“iya
yumi itu falco ya?” tanya raina lagi
“aaaaaaaaa”
aku menutup wajahku dengan selimut “nggak tauuuuuu”
“ah
masa?” ledek raina “kok aku nggak percaya ya mi itu pasti falco pacar kamu”
“gak
percaya apa si ka” gerutuku
“gak
percaya kamu sama di nggak ada hubungan apa-apa” raina tertawa meledek
“ih
onee-chan” aku mencubit pinggang raina “dia bukan pacarku dia....”
“ah
masa si onee-chan” potong narisa “buktinya waktu kalian jalan bareng waktu itu
onee-chan dapet gantungan poselkan? Hmmm”
“ah
masa si narisa kok aku nggak tau si? Aku sebagai kakak semacam ketinggalan
info” gertu raina
“kakak
harus tau ya mereka itu punya gantungan ponsel kembar” ledek narisa
“apa-apaan
si kamu de mana kembar aku nggak punya gantungan ponsel dari dia dan kembaran
sama dia” elakku
Lalu
narisa bangkit dari tempat tidur dan mengambil ponselku yang terletak di atas
meja rias
“ini
apa?”
Aku
spontan langsung mengambil ponselku
“bukan
ini bukan dari dia gantungan ini punyaku” elakku lagi
“bohong
ah” kata raina “itu dari falco kan?”
Gantungan ponsel ini bukan dari falco
tapi dari eriko batinkiu
“udah
ah aku mau tidur selamat malam oyasuminasai” aku masuk kedalam selimut
--
Malam
ini tidurku nampak tidak nyenyak tiba-tiba aku terbangun di tengah malam dengan
tubuh berkeringat padahal suasana kamar dingin karena ada pendingin ruangan
Aku
terbangun tiba-tiba perasaanku sangat tidak enak antara aku ketakutan bingung
dan sulit aku ungkapkan semuanya membuatku bingung
Aku
pun memutuskan untuk keluar kearah balkon dan terduduk diam sedirian sambil
melihat langit
Sekarang,
nenek sudah tenang disurga aku pun kehilang senyuman khasnya aku hilangan
tawanya aku kehilangan semuanya
Oh
tuhan, aku pasti akan merindukannya separu jiwaku pergi nenek andai nenek
disini meliahatku seperti apa sekarang aku hampa kosong seperti tak memiliki jiwa
Aku
pun kembali menangis rasanya benar-benar sakit sangat sakit ketia orang yang
kucintai pergi meninggalkan ku selamanya disaat aku mebutuhkannya sebaga
sandaranku
Aku
terus menangis meluapkan semuanya rasa sedihku kecewaku kemarahanku sekarang
siapa orang yang bisa mendengarkanku?
Aku
menangis semalaman hingga rasanya mataku sudah perih tak tertahankan tapi aku
tak bisa berhenti menangis
Tiba-tiba
ponselku berdering dan ternyata falco menelfonku
“halo
yumi? Kamu lagi tidur ya? Kok kamu nggak ngasih kabar sama aku” tanya falco
“maaf
maaf aku lupa memberi kabar denganmu maaf” suraku terdengar parau
“ayumi
kamu baik-baik saja?” tanya falco was-was “kamu nangis lagi?”
“ha?
Iya aku baik-baik saja” jawabku bohong “kamu kok sok tahu banget si”
“yakin?
Kamu lagi nggak bohong kan sama aku? Kenapa nyaris jam 2 pagi kamu belum
tidur?”
“aku
nggak bohong kok co. Aku terbangun he-eh” aku berpura-pura tertawa
“yakin?
Kamu nggak bohongin aku? Yumi, aku nggak mau liat kamu nangis lagi aku nggak
bisa liat kamu nangis”
“aku
nggak nangis falco”jawabku sedikit membentak “kenapa kamu khawatir banget si
sama aku? Kita baru kenal beberapa bulan bukan? Seharusnya yang kamu khawatirin
fani fani lebih memutuhkan kamu ketimabang aku!”
“fani?”
“iya
fani kamu suka kan sama dia sejak lama? “ bentakku “Aku tau falco kamu itu
sayang sama fani sejak lama begitu juga fani aku datang itu cuman perusak
hubungan kalian saja seharusnya aku nggak usah masuk kesekolah jadi aku nggak
akan ketemu kamu aku nggak akan jadi orang yang merusak hubungan kalian”
“fani
itu benar-benar membutuhkan kamu kamu lebih panats melindungi fani yang lemah
dan rapuh ketimbang aku! Aku nggak pantas kamu lindungi fani lebih pantas kamu
lindungi dan kamu cintai dia lembut baik dan anggun tak seperti aku...”
“stop!
Ayumi kamu bicara apa?! Aku sama fani cuman bersahabat” jawab falco kesal “aku
sayang sama fani tapi tapi...”
“aku
nggak akan berhenti!” jawabku tak kala ketus “buat apa kamu khawatir sama aku?
Buat apa kamu rela-rela datang ke bandung? Aku itu nggak berharga aku bukan
fani!”
“ayumi
harus berapa kali aku bilang sama kamu aku sayang sama kamu!”suara falco naik 2
oktaf “Buat apa aku rela-rela pergi jauh-jahu kebandung kalo bukan buat orang
yang aku cintai? Orang yang aku cintai sedang membutukanku”
“aku
sayang dengan fani itu sebagai sahabat! Fani memang anggun baik dan lemah aku
tahu dia membutuhkan orang yang kuat untuk melindunginya tapi aku tak bisa
mencintainya!” bentak falco
“yang
aku cintai kamu ayumi sejak pertama kali kita bertemu senyumanmu membuatku tak
berhenti ingin terus melihatnya sejak pertama kali kita pergi ke toko buku saat
kamu meminta maaf denganku wajahmu yg lugu membuatku tak bisa berkata-kata”
“saat
aku melihatmu tertidur setelah pentas fani aku benar-benar tak berhenti
memadangi wajah pucat tak berdaya yang rapuh polos tak berdosa itu tapi hatiku
bergetar aku bersumpah akan melidungin dia orang yang aku cintai”
Aku
terdiam saat falco mengatakan ‘orang yang aku cintai’
Kesunyian
sangat terasa di antara kami
“halo?”
“apa?”
jawabku kesal
“cepat
kamu tidur sana” perintah falco
“nggak
mau aku males tidur!” bentakku
“kamu
keras kepala banget si kenapa kamu keras banget jadi orang? Dari awal kita
ketemu kamu selalu keras kepala!”
“biarin
aku emang keras? Masih mau kamu sayang sama aku? Orang yang paling keras kepala
sedunia hati aja dibuat dari es kepala dari batu” jawabku ketus
“udah
sana tidur aku cape debat sama kamu” kata falco
“siapa
yang debat sama kamu?”
“kamu
ayumi! Kamu aaaa kenapa kamu buat aku kaya gini!” teriak falco” kamu selalu
buat aku marah selalu buat aku kesal dasar bocah!”
“apa
salah aku? Aku nggak ngapa-ngapain” sahutku “kamu juga masih bocah sadar diri!”
“aaaa
terserah kamu udah sana tidur bocah aku cape debat sama kamu” ia memutuskan
telfonnya
--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar