28 July
Aku
kembali terbangun di tengah malam seperti biasanya. Kebiasaan ini belum bisa
kurubah sedikit pun hehe. Mukin kalau ibu saat ini masih berada disampingku ibu
akan memarahiku sambil mengatakan “Yuna! Rubah kebiasaan burukmu bagaimana kau
tidak sering sakit jika seperti ini?”
Dan
saat ini aku merindukan ocehan seperti itu dari bibir ibuku.
Ayah
ibu kalian tahu? Aku sangat merasa kesepian saat ini. Aku merindukana
kalian....
Aku
kesepian sekarang...
Ya
walau saat ini aku memiliki om Mario dan tante estter yang mengangapku seperti
anaknya sendiri lalu kak vero yang menganggapku seperti adiknya sendiri juga
vico yang sangat senang menmperkenalkan aku kepada teman-temanya bahwa aku
kakanya tapi, hanya Vino lah yang tidak bersikap baik denganku. Keluarga ini
sungguh baik menerimaku. Sejujurnya aku cukup senang di sini apalagi di kota
ini.
namun
perasaan ini tak dapat ku bohongi lagi.
Aku
merindukan kalian ayah ibu. Air mataku benar-benar sudah kering hingga aku tak
sanggup lagi untuk menangis.
Aku
ingin kembali seperti dulu apakah itu mungkin? Mustahil.
Ibu,
aku ingin menangis sambil memelukmu saat ini juga. Aku sangan merindukan
pelukan hangatmu.
Aku
sedih. karena aku kehilanganmu ibu, namun, sapu tangan yang biasa kau gunakan
untuk menghapus air mataku kini telah lenyam etah kemana karena kebodohanku.
Ibu,
satu-satunya barang yang bisa membuatku merasa kau masih ada di sampingku saat
ini telah lenyap.
Aku
benar-benar kesepian saat ini. Kemana sekarang aku harus bersandar? Aku bingung
aku tak tahu lagi haus bagai mana.
Aku
tak sanggup, tak sanggup lagi untuk menangis. Apa aku harus kembali mendengak
segelas alkohol? Ibu ayah maafkan aku aku benar-benar tidak sanggup lagi.
Yuna pun berhenti menulis. Ditutupnya
dengan kasar buku harinya dan ia lemparkan keatas ranjang tidurnya.
Aku gila seperti ini. Aku benar-benar lelah
dengan semuanya sampai kapan aku begini? Aku benar-benar kehilangan gairah
hidupku saat ini seharunya aku itu ikut mati dengan orang tuaku batin Yuna
Yuna pun menarik selimutnya kembali
dan mencoba untuk tidur tetapi matannya tidak bisa dipejamkan. Dan tiba-tiba
dering ponselnya membuatnya terkekeh
Buat apa dia menelfonku lagi? Batin Yuna
Di layar ponselnya terpapang nama
Falco yang sedang menefonnya.
Di bantingan ponsel itu keatas kasur
lalu Yuna menarik selimutnya di tutupnya rapat-rapan hingga hawa dingin tidak
terasa di kulitnya namun usaha itu nampak gagal karena hawa malam ini sangat
dingin hingga menusuk tulang.
Tolong lah, bantu aku untuk melupakan semua
masalahku ini aku tak sanggup kalau terus-terusan seperti ini jangan tambah
beban hidupku lagi. batin Yuna
--
Lampu belajar Revan pun masih menyala.
Ia masih tetap membaca buku-buku untuk belajar. Ya besok ada sebuah ujian yang
sangat-sangat menyusahkan. Di bantingnya buku-buku yang ada di meja belajarnya.
Aaah sial rasanya aku benar-benar lelah.
Bisakah aku beristirahat sebentar? Aku lelah dengan semua ini baru juga belum
satu bulan aku kuliah dan berkerja kenapa seperti ini? Apa ini namanya susahnya
hidup? Apa ini yang namanya berjuang
Batin Revan
Revan pun memejam kan matanya sejenak.
Ia pun mendesah frustasi. Semuanya telah membuat dia nampak lelah dan
kehilangan gairah. Belum lagi ia mendapatkan kabar bahwa Yura sudah pindah ke Jakarta.
Makin kecil pula kesempatan ia bisa bertemu Yura padahal dulu ia sempat berjanji
akan menikah dengan Yura.
Yura, maafkan aku aku meninggalkanmu.
Seharusnya aku tidak melalukannya
batin Revan
Lalu Revan membuka laci meja
belajarnya di rabanya laci itu lalu ia menemukan sebuah sapu tangan. Sapu
tangan milik gadis yang tempo hari.
Ia pun meletakan sapu tangan tersebut
diatas meja belajarnya. Lalu ia menatap dan memperhatikan secara saksama sapu
tangan tersebut. Dan ia pun kembali mengingat wajah gadis tersebut.
Dia cukup cantik, sangat manis saat ia
tersenyum senyumnya sangat hangat. entah lah kenapa saat mata cokelat itu
menantap menejap nampak seperti anak kecil. apa aku bisa bertemu dengan dia
lagi?
Apa yang aku lakukan jika aku bertemu
dengannya lagi? Tertawa seperti orang bodoh? Berdiam diri hanya
memperhatikannya seperti pengecut? Ayo lah Revan siapa yang kau pilih. Yura
atau gadis itu? Kenapa aku tidak pernah
bisa berhenti melupakan senyum hangat gadis
itu? .Batin Revan
--
Ponsel Yuna pun masih terus berdering
hingga membuatnya tidak bisa memejamkan matanya kembali. Lalu dengan kesalnya
ia pun mengankat panggilan itu
“halo!” sahutnya kesal
“Yuna...” sahut orang yang di sebrang
“kamu sinting ya? Sekarang jam berapa?
Jam dua pagi ini sama saja menganggu jam tidur orang Falco.”
“Yuna maafin aku.”
“maaf apa lagi?.” tanya Yuna acuh
“nggak ada yang harus minta maafin lagi?.”
“Yuna dengerin aku dulu.” orang itu
nampak tidak sabar
“apa lagi? Semuanya udah berakhir. Aku
bukan siapa-siapa kamu sekarang aku bukan pacarmu apalagi aku bukan sahabatmu.”
“Yuna please dengerin penjelasan aku
dulu.”
“nggak ada yang perlu kamu jelasin
lagi. Saat aku koma kamu bukan nungguin aku kamu malah manfaatin buat
seneng-seneng sama gadis lain.”
“Seharusnya aku ikut orang tuaku
meninggal ya? Jadi aku nggak kaya gini aku nggak ngerasain sakit nggak
ngerasain gimana rasanya di tinggalin dua orang yang paling berharga di hidup
aku dan harus merasakan yang namanya di khiatain pria yang sangat ku cintai.”
“Yuna dengerin aku dulu!.” laki-laki
itu membentak Yuna
“apa lagi? Falco. Denger ya jangan
cari aku lagi, aku udah memilih buat pergi. Ini keputusanku. Jadi jangan ganggu
aku lagi. Anggap lah kita tidak pernah bertemu sebelumnya.” Suara Yuna mulai
terdengar parau “aku rasa aku benar-benar akan hilanganmu seperti aku dulu
kehilangan memori ingatanku tentangmu dulu.”
“Yuna kenapa kamu ninggalin aku? Aku
tahu aku salah. Seharusnya aku nggak melakukan itu saat kamu terbaring koma
tapi-“
“tapi apa?.” potong Yuna “sayangnya,
kau melakukan hal itu Falco. Kau mau memberi alasan apa lagi? gadis itu
menggodamu? Iya? Seperti itu? Alasan klasik sekali. Apa kamu senang melihat
gadis yang kamu bilang kamu cintai sepenuh hati terbaring koma melawan maut?
Aku itu adalah tipikal orang yang sudah kecewa akan kehilangan rasa
kepercayaanku.”
“Yuna stop Yuna.” teriak pria itu
“dengerin aku dulu beri waktu aku untuk menjelaskannya.”
“apa lagi si Co? Aku cape aku cape.”
tagisan Yuna pun pecah “kamu tau? gimana rasanya koma selama nyaris satu bulan?
Lalu ketika aku bisa kembali dari komaku aku harus kehilangan orang tuaku? Di
saat aku sedang berusah memulikan ingatanku lagi aku pun harus menerima
kenyataan bahwa aku melihat laki-laki yang sangat aku cintai berselingkuh
dengan salah satu sahabatku?.-”
“yuna! Dengerin aku dulu.” Potong
falco
“aku cape Co. aku cape.” Teriak yuna “Siapa
yang kuat? Siapa yang kuat kaya gini ya tuhan aku cape. Aku cape aku nggak
sanggup lagi. Aku cape selalu menangis tiap malam! Aku nggak mau hidup lagi!
Aku benci seperti ini seharusnya lima bulan lalu aku ikut mati bersama orang tuaku!
Tahu kah kamu rasanya jadi aku? Aku cape kaya gini! Aku semacam orang gak
berguna setelah sebagian memori ingatanku hilang! harusnya aku nggak usah
hidup!.”
“Yuna, stop! Aku nggak suka kamu
ngomongin kaya gitu! dengerin aku dulu” potong orang itu “aku sama shelly nggak
ada apa-apa Yun. sungguh aku nggak akan tega ninggalin kamu Yuna kamu ingat
janjiku? Setelah kamu lulus aku akan nikahin kamu lalu kita tinggal di kota
impianmu Osaka kita kuliah sana kita hidup bahagia berdua bersama anak-anak
kita-”
“nggak ada apa-apa?.” potong Yuna
“lalu foto ciuman itu? Menandakan nggak ada apa-apa? Terus fotomu dengan
seorang gadis sedang tidak berbusana itu? Apa tidak cukup? Sudah lah lupakan
semuanya Falco. Kubur impian itu. Osaka dan semuanya, anggap lah kita tidak
pernah bertemu.”
“Yuna percaya lah padaku. Aku
mencintaimu sepenuh hati.” Teriak pria itu “Yuna kau adalah cintaku. Aku
bersumpah aku akan membahagiakanmu dan anak-anak kita nanti. Kamu janji kan
kamu mau jadi ibu dari anak-anakku? Yuna kembali lah padaku jangan tinggalkan
aku.”
“i’m sorry this over. I can’t kita
nggak bisa sama-sama lagi Falco.”
Lalu Yuna pun memutuskan telfonnya dan
membanting ponselnya keatas kasur. Ditariknya selimut tebal bermotif beruang
berwarna cokelat. Ia tak tahan kuasa menangis. Hatinya terasa di tusuk benda
tajam jika mengingat disaat ia harus mendengar harus kehilangan semua orang
yang ia cintai setelah terbangun dari koma.
--
Pagi menyapa. Sinar mentar mulai
membus jendala kaca kamar Revan. Alaram ponsel Revan juga mulai berdering. Revan
pun terbangun dari tidurnya. Dan ketika ia sadari ternyata semalam ini ia tidur
di atas meja belajar bukan tempat tidur
Aduh leherku sakit astaga semua karena kuis
sinting ini membunuhku pelan-pelan aaa belum lagi kerjaan di kafe aku rasa hari
sabtu ini akan ramai seperti biasanya.
batin Revan
Lalu ia melirik kearah jam didingnya.
Jam 6.05 ini cukup siang aaa
astaga jam delapan aku ada kelas bagaimana ini
aduh aduh batin Revan
Ponsel Revan pun berdering
“halo.” sahutnya sambil menguap
“Van, kamu kuliah berangkat kuliah jam
berapa?.” sahut seseorang di sebrang
“oh Kathie. Bentar lagi kayanya kath
kenapa?.”
“Van, boleh nggak aku numpang sama
kamu.”
Eh kathie mau ke kampus bareng aku kenapa kok
tumben si? Batin Revan
“ha? Sama aku? Nggak salah?.” Revan
nampak tidak percaya
“emang salah ya Van? Supirku hari ini
nggak masuk. terus kebetulan jeremy mobilnya moggok Van. Dia juga nggak ngampus
hari ini.”
“kamu mau naik motor vespa tua? Ke
kampus gitu? Apa kata orang nanti kathie.” tanya Revan
“lah emang kenapa.” kathie nampak
kesal “yang penting sampain di kampus terus kita masuk setelah itu kuis lalu
kita kerja lumanyan aku hemat ongkos juga.”
“hhmm... hmmm...” Revan
menimang-nimang
“Van!.” bentak kathie “jadi gimana
boleh nggak?.”
“oke aku tunggu kamu ya kathie.” jawab
Revan
“oke oke jam setengah tujuh aku sampai
di rumahmu.” seru kathie
“sip.”
“ppy Revan.” lalu kathie mematikan
telfonnya
Revan pun mendesah. ia pun memejamkan
matanya.
Angin apa kathie mau pergi ke kampus denganku?
aneh. Tapi ya sudah lah kapan lagi bisa mengantar gadis seperti kathie semoga
tidak ada yang mengosip yang aneh-aneh lagi tapi tapi kenapa aku begitu senang
ya? Hmm... kathie kathie ayolah kenapa jatungku tidak berhenti berdetak batin Revan
--
Jam weker Yuna pun kembali berdering
untuk kesekian kalinya. Sinar matahari pun mulai menebus kedalam gordeng yang
ada di kamar Yuna.
Bisakah aku tidur sebentar lagi? Batin Yuna
Yuna pun bangun dan terduduk di atas
tempat tidurnya. Dia melirik kearah jam wekernya jam 6.05
Sekarang apa yang harus aku lakukan? Aku yakin
sekarang mataku sedikit bengkak karena semalaman aku menangis seperti orang
tolol karena Falco. Ya tuhan apa yang harus aku katakan jika kak vero atau
tante estter menanyakan kenapa mataku bengakak. Yuna kau nampak idiot. batin Yuna
“Yuna.... Yuna sayang apa kau sudah
bangun? Ayo kita sarapan dulu.” teriak seseorang sambil mengetuk pintu kamarnya
“sudah masuk lah.” perinta Yuna
Lalu seorang ibu hamil dengan perut
besarnya masuk kedalam kamar Yuna. Ia tersenyum sambil memamerkan deretan
gigi-giginya yang putih dan itu tak lain kakak sepupunya kak vero.
“tumben liburan udah bangun” tanya kak
vero
“he-eh iya ini karena jam wekerku”
gerutu Yuna
Lalu kak vero pun menghampiri Yuna dan
dia pun duduk disampinh Yuna
“seharusnya wekermu kamu matikan Yun.”
ledek kak vero “jadi saat sabtu kaya gini kamu nggak bangun pagi-pagi.”
“aku lupa.” jawab Yuna “lain kali aku
matikan deh he-eh.”
Lalu susana nampak hening sejenak. Kak
vero hanya memperhatikan seisi kamar Yuna. Kamar yang cukup kecil. Hanya ada
sebuah tempat tidur, meja belajar, lemari dan sebuah kaca yang mengantung di
dekat lemari ini mukin terlalu sederhana untuk Yuna.
“kamu betah nggak disini?.” tanya kak
vero tiba-tiba
Yuna pun nampak shock mendengar
pertanyaan dari kakaknya itu
“be...be..betah kok kak serius deh.”
jawab Yuna terbata-bata
“pasti aneh ya dari kota besar terus
tiba-tiba di paksa tinggal di kota kecil kaya gini.”
Yuna menggeleng “nggak kok nggak aneh
kak.”
“eh? Yuna matamu kenapa kok bengkak?.”
kak vero mengusap kedua pipi Yuna dengan lebut
Dungaanku benar ternyata ka vero
memperhatikanku. Memperhatikan mataku yang nampak bengkak ini batin Yuna
“ah.. aish... hmm.. anu.. anu.”
“kamu nangis semalam Yun?.” tanya kak
vero was-was
“he-eh ya gitu deh.” jawab Yuna sambil
nyengir “aku merasa rindu sama ibu.”
Lalu kak vero memeluk Yuna dengan erat
“kamu kenapa sayang? Kamu keinget ayah
ibu kamu lagi ya? Yuna jagan sedih lagi ya.” kak vero mengelus-elus kepala Yuna
“mereka udah tenang di surga sana.”
Kak vero seandainya kakak tahu rasanya jadi
aku aku benar-benar tak sanggup seperti ini aku ingin mati saja semuanya semua
orang yang aku cintai pergi meninggalkan aku sendirian. batin Yuna
“ya kak.” angguk Yuna “aku nggak sedih
lagi kok masa calon tante sedih si nanti keponakanku gimana dong. ”
Kak vero pun melepaskan pelukannya
“nah gitu dong itu namanya adikku
jangan sedih lagi ya Yuna kan ada kakak.”
Yuna mengangguk khitmad
“iya kakakku sayang.”
“Yun, kamu sibuk nggak hari ini.” kak
vero pun mengalikan pembicaraan
“he? Sibuk? Kayanya nggak.” Yuna
mengakat bahunya “emang kenapa kak?.”
“kita jalan-jalan yuk.” kak vero
nampak bersemangat “aku kangen ngabisin waktu sama kamu Yun.”
“kemana?.”
“kemana ya? Kamu maunya kemana?.”
tanya kak vero
“aku terserah kakak aja si.”
“kita ke kafe mau?.”
“ke kafe hmm...” Yuna menimang-nimang
“gimana ya hmm...”
“ayo lah Yun, kita udah lama nggak
jalan-jalan bareng semenjak aku nikah kita nggak pernah jalan-jalan lagi.”
“ah oke deh.” Yuna tersenyum “tapi
kakak traktirin aku loh.”
“deal ya?.” kak vero mengulurkan
tanganya “traktir kamu? Sip lah kamu mau apa? Cappuchino? Es krim aku beliin
apapun yang kamu mau aku beliin yun.”
“deal!.” Yuna pun menyambut uluran
tangan kak vero
--
“aduh, ini lama banget si.” Revan
terus melihat jam diding yang berada di ruang tamunya. Ia nampak gelisah.
“Revan, naon atuh acan indit ka kuliah
dari tadi?.”[1] tanya
nenek ketika melewat Revan yang sedang duduk di atas sofa
“ah belum nek aku lagi nungguin
kathie.” jawab Revan
“kathie teman kerjamu itu? Yang pernah
kesini sambil bawain nenek sama kakek kue brownis itu teh?.” tanya nenek nampak
bingung “memang kalian satu kampus?.”
Revan mengangguk “ya nek kami satu
kampus satu jurusan juga malah.”
Lalu dari arah kamar Selena pun keluar
dengan mengunakan seragam pramukanya lalu ia tersenyum ia pun nampak
bersemangat menjinjing tas ranselnya yang berwarna pink itu
“pagi kakak.” sapanya
“pagi Elen kamu mau siap-siap
berangkat sekolah?.” tanya Revan
“iya Elen mau sekolah.” jawab Elen
penuh semangat “kakek mana ya kok lama Elen mau cepet-cepet ni.”
Lalu seorang pria tua keluar dari
salah satu kamar sambil mengunakaan baju koko berwarna biru laut yang nampak
usang
“ini kamana nah atuh si neng geulis
yang katanya mau aki antar ke sekolahnya.”
Lalu Selena berlari kearah pria tua
itu dan memeluknya
“kakek jangan bilang aki.” rajuk
Selena “Elen ngambek ni.”
“iya iya kakek nyak? Ayo neng geulis
kita ke sekolah.”
“ayo kakek Elen mau kakek telus yang
temen Elen kesekolah.” senyum sumringah menghiasi bibi tipis merah muda Selena.
“si neng geulis mau kakek antar naik
vespa lagi?.” tanya kakek
“iya Elen juga mau naik itu.”
“selamat pagi.” seru seseorang dari
luar rumah
Lalu Revan pun bangkit dan melihat
kearah luar rumah seorang gadis berambut pendek
berkaca mat pun sudah berdiri dengan tegap di luar pagar rumahnya.
Tubuhnya mungil nampak makin terlihat munggil karena ia memakan baju terusan
yang namapk kebesaran
Revan pun berlari menghampiri gadis
itu
“hai kathie.” sapanya sembari
tersenyum
“halo Revan.” balasnya “aku terlambat
ya? Maaf tadi angkotnya agak lama.”
Revan mengeleng “nggak kok nggak.”
“hmm.. kamu nggak nyuruh aku masuk?.”
tanya kathie nampak malu-malu
Lalu Revan pun membukaan pintu gerbang
rumahnya
“aduh maaf atuh.” Revan meruduk
“sialakan masuk eneng kathie.”
“ya ampun ternyata kamu bisa bahasa
sunda Van?.” kathie nampak bingung
Revan pun tersenyum “sedikit he-eh.”
--
Lalu Yuna pun keluar dari kamarnya ia
pun menutun kak vero dengan hati-hati. Kak vero nampak sudah keberatan membawa
perutnya yang besar namun ia selalu nampak bergembira mengiangat bahwa ia akan
menjadi ibu
Di ruang makan semua orang sudah duduk
dengan rapi om Mario, tante estter, kak eriko, Vino dan vico nampak sedang asik
dengan kegiatan sarapan mereka
“pagi.” sapa Yuna
“pagi Yuna sayang.” jawab tante estter
“Yuna sini yuk duduk di deket tante.”
Yuna hanya menggigit bibinya. duduk berdekatan dengan tante estter berarti
aku harus duduk di kursi kosong yang berada di samping Vino? Oke ini neraka!
Banti Yuna
“Yuna kok bengong.” seru kak vero
“ah, nggak kok.” jawab Yuna “sini Yuna
tarikin kursi buat kak vero.”
“nggak usah Yun.” kak eriko pun
bangkit dari kursi makanya “dia istriku jadi dia tanggung jawabku oke? Nanti
apa kata papa mertuaku.”
Yuna hanya tersenyum. Vino hanya
menatap Yuna denga tatapan tajam
“eriko kamu apa-apaan.” rajuk kak vero
dengan manja“ini masih pagi jangan aneh-aneh.”
Kak eriko pun membantu kak vero
menduduki kursi makanya terlihat serbut rona merah muda di pipi putih kak vero
“demi istriku aku rela melakukan ini.”
kak eriko tersenyum genit
“aish eriko-kun.” kak vero mencubit
pinggang eriko “jangan buat aku malu.”
“duh rona pipimu itu vero, aku
tergila-gila denganya.” ledek kak eriko
Yuna pun hanya bisa tersenyum melihat
sikap kakak dan kakak iparnya nampak mesra di pagi hari seperti ini
Andai aku bisa merasakan hidup dengan orang
yang aku cintai seperti mereka tapi sayang pria yang aku cintai sekarang sudah
pergi pergi meninggalkan ku ya tuhan apa dosaku. batin
Yuna
“hey Yuna kenapa kamu berdiri terus
seperti patung tahu. ayo duduklah itu kursi di disamping Vino kosong kamu duduk
lah disana.” perintah om Mario
“papa apa-apaan si.” Vino nampak kesal
“vico ayo kita tukar posisi.”
Vino pun bangkit dari kusinya dan
bertukar posisi dengan adiknya
“kak Vino kenapa si? kak Yuna cuman
duduk di sampingmu aja kamu nggak mau.” gerut vico
“apa si ! ya suka-suka aku.” balas
Vino sengit
Ya tuhan sebegitu bencinya Vino denganku?
Kenapa ia bersikap seperti ini? Apa kehadiranku disini salah? Batin Yuna
Yuna pun tersenyum getir.
--
“wah ada kak kathie.” seru Selena
nampak senang
“halo adik manis.” sapa kathie “mau
berangakat sekolah ya?.”
“iya.” angguk Selena “kakak baik hati
kenapa pagi-pagi sudah datang kakak-”
“kathie mau berangakat sama aku.”
potong Revan “udah sana kamu berangkat tuh lihat kakek nungguin kamu.”
“aish aku lupa.” Selena menepuk
kepalanya “kakak yang baik hati, Elen berangkat dulu ya kapan-kapan kita main
lagi.”
Kathie tersenyum “iya nanti kita main
lagi ya anak manis kalau kita main lagi kakak bain kamu kue cokelat lagi.”
Lalu Selena berlari kearah pria tua
yang sudah menunggunya di atas motor vespa tuanya dengan sigap ia menaiki motor
vespa itu
“Elen berangkat ya.” teriak Selena
“hati-hati anak manis.” balas kathie
“iyaaa.”
--
Sarapan pagi ini berjalan cukup sunyi.
Om Mario asik dengan koran dan segelas kopinya ,tante Estter terus mengunya
potongan rotinya, kak vero dan kak eriko nampak sedang asik mengobrol dipagi
hari seperti sedang mencari kesenangan tersendiri. lalu vico asik dengan
ponselnya dan mengabaikan sarapannya dan Vino hanya menatap roti yang menjadi
menu sarapanya.
“oh iya, aku mau pergi ni sama Yuna.”
seru kak vero memecahkan keheningan
“kemana?.” tanya kak eriko was-was
“tapi hari ini aku harus mengurus visa sayang siapa yang mengatarmu nanti kalau
kamu naik kendaraan umum gi-”
“kan ada Vino.” potong kak vero “boleh
ya plisss aku kangen pergi sama Yuna si adikku kecilku ini.”
Vino pun terkekeh “apa? kok aku.”
“vin ,ayo lah sekali aja.” pinta vero
“Vino.” seru bibi estter
“iya iya iya.” jawab Vino nampak tak
berniat sama sekali
“nanti kamu aku kasih uang saku.”
bujuk kak eriko “tapi jagain kakakmu.”
“iya iya iya ish.” dumal Vino
Yuna hanya bisa menghela nafas panjang
melihat sikap Vino.
“Vino ayo lah vin” bujuk kak vero
“ish kaka bawel banget si iya kak iya”
Vino menatap Yuna dengan tatapan tajam
--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar