Author : Park Hajung
Cast :
-
Kim Chanmi (AOA)
-
Choi Minhwan/Minari (FT
Island)
-
Lee Donghae (Super
Junior)
Other Cast :
-
Kim Jaehyun (N.Flying)
-
Seo Youkyung (AOA)
-
Seo Yuna (AOA)
-
Song Seunghyun/Songsari (FT Island)
-
Kim Seolhyun (AOA)
Rate : PG – 15
Genre : Romance, Friendship, Angst,
Length : Chapter
-Part 1-
Seorang gadis sedang duduk dalam keadaan
tenang di depan sebuah benda yang memantul bayangannya. Gadis itu dikelilingi
orang beberapa perempuan yang sibuk menata rambut ikalnya yang berwarna hitam,
merias matanya, pipinya, dan bibirnya. Gadis yang hanya merasa pasrah
diperlakukan sedemikian itu oleh perempuan perempuan yang ada disekelilinginya.
“Sudah selesai, Agasshi~” ucap salah satu
perempuan yang mengelilingi gadis itu dengan riangnya.
“Aigoo~~ Kau sangat cantik. Beruntungnya Tuan
Choi bisa menikahi dirimu.” Ujar perempuan yang lainnya.
Gadis yang dipujinya itu hanya tersenyum
tipis menanggapi pujian yang teruntai dari mulut para perempuan itu. Bukannya
bermaksud angkuh. Hanya saja perasaan gadis itu cukup membuat gadis itu terdiam
dalam kebingungannya.
“Agasshi,
kami semua tinggal dulu ya? Tunggu sampai Tuan Kim dan Nyonya Kim datang padamu” ucap
salah satu dari para perempuan itu. Perlahan kepala gadis itu mengangguk
pertanda mengerti.
“Terima kasih banyak unniedeul” balasnya
lembut. Kemudian para perempuan itu meninggalkan gadis itu sendiri yang menatap
dirinya di cermin.
Tak lama kemudian seorang wanita paruh
baya memasuki suatu ruangan dimana ada seorang anaknya yang sedang didandaninya
itu akan menikah. Langsung saja wanita itu menghampiri gadis yang sedari tadi
berada di depan cermin. Disentuhnya kedua pundak anaknya itu dengan kedua belah
tangannya.
“Chanmi-ya, apa kau sudah siap?” ucap
wanita itu sambil memandangi wajah anaknya yang sudah dipoles oleh berbagai
make up dengan warna yang natural yang ada di pantulan cermin. Perlahan gadis
yang dipanggil Chanmi itu melirik pada bayangan ibunya yang ada di cermin.
“Percayalah pada umma, Tuan Choi itu
tidak akan berbuat buruk padamu. Bila dia melakukan suatu hal yang buruk,
panggillah kami, Chanmi-ya” sebuah senyuman terpantul dari wajah ibunya itu. “
Arraso, umma” jawab Chanmi dengan
lembut.
Tak lama seorang pria paruh baya pun menyusul
istri dan anaknya yang ada di dalam ruangan.
“Ayo, Chanmi-ya! Acaranya akan segera
dimulai”. Perlahan Chanmi bangkit dari tempat ia duduknya dan segera
menghampiri ayahnya untuk menggandengnya. Kini Chanmi hanya bisa mengikut pada
ayahnya kemana mereka berdua akan pergi. Sementara ibunya hanya mengikuti keduanya
dari belakang
***
Pintu pun terbuka. Semua orang yang
berada dalam ruangan tersebut tertuju pada dua orang yang baru memasuki ruangan
tersebut. Satu orang adalah pria paruh baya yang badannya dibalut oleh tuxedo
berwarna hitam. Sementara pria tersebut menggandeng seorang gadis dengan gauh
putihnya yang sepanjang lutut di bagian depannya dan panjang semata kaki di
bagian belakangnya. Dipegangnya oleh tangan kiri sebuket mawar berwarna merah
muda yang bermekaran begitu cantik. Dengan anggun gadis itu berjalan dengan
sepatu high heel berwarna silver yang dipadu dengan sedikit gliter di
sekelilingnya. Mata gadis itu melihat seorang lelaki yang sudah menunggunya di
altar dengan baju tuxedonya berwarna hitam. Terlihat lebih kharismatik saat
lelaki itu memakainya. Akhirnya pria paruh dan gadis tersebut menghentikan
langkahnya tepat di depan lelaki yang sedari tadi menunggunya. Perlahan tangan
kanan gadis itu melepaskan gandengan pria paruh baya tersebut.
“Minhwan-ssi” panggil pria paruh baya
itu pada lelaki tersebut. “Tak kusangka bahwa akan secepat ini aku menyerahkan
putriku pada orang lain” ucapnya dengan nada sedikit tak ikhlas. “Tapi
berjanjilah bahwa kau akan menjaga putri kami, Chanmi”.
Minhwan pun menggangguk “Aku berjanji”
ucapnya sambil senyum. Kemudian ia
memberi uluran tangan pada Chanmi. Mata Chanmi melihat uluran tangan itu dari
Minhwan. Akhirnya tangan kanannya tergerakkan untuk menerima uluran tangan
Minhwan.
Dituntunnya Chanmi menuju altar dan
sampailah mereka untuk menghadap pasteur. Mengucapkan janji suci yang akan
mejadi pegangan hidup mereka masing masing untuk mempertahankan ikatan cinta di
antara mereka.
“Choi Minhwan-ssi” panggil pasteur.
“Bersediakah kau untuk menerima Kim Chanmi sebagai istrimu dalam suka dan
duka?”
“Ya, saya bersedia” ucap Minhwan mantap.
“Dan kau, Kim Chanmi, Bersediakah kau
menerima Choi Minhwan sebagai suamimu dalam suka dan duka?”
“Saya…” Chanmi tak dapat langsung
menjawab karena ia merasa ada yang mengganjal pada perasaannya. Ia begitu gugup
untuk membalas apa yang dikatakan pasteur tersebut. Ditundukkan kepalanya
menatap sebuket bunga mawar merah muda yang indah yang dipegangnya. Seketika
otaknya kosong. Tak ada ide yang terlintas pada otaknya tentang apa yang harus
dilakukannya selanjutnya. Perlahan ia mengadahkan kepalanya dan matanya tertuju
pada pria yang ada di sampingnya. Dilihat senyuman yang begitu manis dan pria
tersebut. Tak sengaja mata Chanmi menatap pada satu titik yang ada pada mata
Minhwan.
Tatapan
itu….kenapa begitu indah dan membuat teduh…entah kenapa rasanya aku ingin lebih
lama menatap tatapan matanya yang lembut itu
“Saudari Kim Chanmi” panggil pasteur itu
yang terdengar agak keras.
Mendengar namanya dipanggil, Chanmi
sedikit tersentak dan langsung menoleh pada orang yang memanggilnya. “Tidakkah
anda mendengar saya?”
Merasa tidak enak, Chanmi pun
menundukkan kepalanya sedetik. “Maafkan saja, pak”
“Baik, saya ulangi lagi. Kim Chanmi-ssi,
bersediakah anda menerima Choi Minhwan sebagai suamimu dalam suka dan duka?”
“Ya, saya bersedia”
“Baiklah. Dengan ini dan detik ini juga
saya nyatakan pengantin pria yaitu Choi Minhwan dan pengantin wanita yaitu Kim
Chanmi resmi menjadi suami istri. Selamat untuk pengantin baru kita”
Terdengar tepuk tangan dari beberapa
orang yang hadir dalam acara pernikahan tersebut.
“Silakan untuk saling memasangkan cincin
pernikahan kalian”
Tangan kanan Minhwan memasuki kantong
celana hitamnya dan tak lama tangan itu sudah keluar dengan sekotak kecil
berwarna merah. Dibukanya kotak itu dan terlihat dua buah cincin berwarna emas
putih yang dihiasi oleh berlian kecil berwarna. Memang cincin itu terlihat
sederhana. Tapi cincin itu berarti untuk menunjukkan adanya ikatan cinta yang
sudah mengucapkan janji suci
Minhwan pun mengambil salah satu cincin
yang ada pada kotak tersebut. Tangan kanan Minhwan meraih tangan kanan Chanmi
dan ia mulai memasangkan cincin itu pada jari manis dengan perlahan seakan tak
ingin ada yang tergores pada kulitnya. Setelah selesai, Chanmi pun mengambil
kotak yang diberikan oleh Minhwan dan ia langsung mengambil cincin yang masih
ada dalam kotak cincin tersebut. Diraihnya tangan Minhwan kemudian dipasangkan
cincin itu pada jari manis Minhwan dengan hati hati. Akhirnya dua sejoli itu
sudah mengenakan cincin pernikahan mereka masing masing
“Untuk pengantin pria, silakan
memberikan ciuman pada pengantin wanitanya” ucap Pasteur sambil tersenyum jahil.
Minhwan pun menatap pada Chanmi.
Dilihatnya wajah gadis itu yang begitu gugup saat mendengarkan apa yang
diucapkan Pasteur.
“Ayolah, jangan malu malu. Kalian sudah
resmi menjadi suami istri” terlihat Pasteur tak sabar dengan bagian yang indah
pada saat pernikahan.
Perlahan tangan kanan Minhwan memeluk
pinggang Chanmi. Wajah Chanmi semakin terlihat kaku di depan Minhwan. Perlahan
Minhwan mempersempit jarak diantaranya dan Chanmi. Sekejap ditutupnya rapat
rapat mata Chanmi. Wajah Minhwan mulai berdekatan dan wajah Chanmi. Semakin
lama semakin dekat dan masing masing dari bibir mereka akan bertemu. Akan
tetapi, Chanmi merasakan kecupan sekilas yang mendarat di pipi kirinya. Rupanya
bibir Minhwan melesat pada pipi Chanmi disebelah kiri sehingga para tamu
undangan mengira bahwa mereka sedang berciuman. Mata Chanmi masih terbelak
tak percaya dengan apa yang dilakukannya. Tapi setidaknya ia dapat bernafas
lega karena Minhwan mencium dirinya tidak pada bibirnya. Terdengar tepuk tangan
yang riuh dari para tamu undangan.
***
Kedua pengantin baru berjalan keluar
dari gedung tempat pernikahan mereka tadi. Minhwan berlari lari kecil menuju
mobil BMW berwarna silver yang sedikit
diberi dekorasi untuk menandakan adanya pengantin baru. Dibukanya pada salah
satu pintu mobil belakang sebelah kiri dan sikap tubuhnya yang mempersilakan Chanmi
memasuki mobil tersebut. Dengan hati hati Chanmi memasuki mobil itu karena gaun
pengantinnya sedikit menngganggunya. Minhwan yang melihat istri barunya yang
mengalami kesulitan dalam mengatur gaun panjangnya itu membantunya untuk
memasukkannya ke mobil.
Setelah selesai, Minhwan pun menuju sayap
kanan untuk memasuki mobil dari sebelah kanan. Karena sudah pasti pengantin ada
di dalam mobil, mobil itu pun mulai melaju menyusuri jalanan
Selama di perjalanan, keduanya hanya
terdiam. Chanmi hanya menolehkan kepalanya pada jendela dan melihat lihat kota
Seoul yang begitu indah di malam hari. Sementara Minhwan hanya menundukkan
kepalanya. Sesekali dilihatnya Chanmi yang terdiam melihat jendela. Kini
Minhwan menjadi serba salah karena tak tahu apa yang harus dilakukannya. Ingin
sekali ia berbincang pada Chanmi namun ia tak mungkin mengajak bicara pada
gadis yang sampai saat ini terlihat kaku. Akhirnya ia memutuskan untuk
membiarkan Chanmi terdiam.
Setelah beberapa menit kemudian,
akhirnya mobil itu berhenti pada halaman suatu rumah minimalis
. “Chanmi-ah, tunggulah sebentar. Aku
ingin menurunkan barang barang kita terlebih dahulu” ucap Minhwan pada Chanmi.
“Tak usah, Tuan Choi. Biarkan saya yang
membawa barang barang Tuan dan Nona masuk ke rumah Tuan” ucap supir itu tiba
tiba.
“Ah benarkah? Terima kasih ahjusshi.” Ucap Minhwan sopan.
“Chanmi-ah, biarkan aku membantumu untuk
keluar dari mobil ini”. Dengan cepat Minhwan keluar dari mobil dan berlari ke
sayap kiri untuk membukakan pintu mobil sebelah kiri untuk Chanmi. Chanmi
terdiam sambil menatap Minhwan penuh kebingungan.
“Apa ada,Chanmi-ah?” Tanya Minhwan
lembut.
“Hm…Minhwan-ssi, bagaimana aku bisa
keluar dari mobil ini? Sementara gaun ini membuatku merasa sulit” Ucap Chanmi
dengan wajah innocentnya.
Tingkah gadis itu membuat Minhwan tertawa
kecil. “Baiklah biarkan aku yang akan mengeluarkanmu. Maaf kalau ini membuatmu
tak nyaman” Minhwan membungkuk sebentar pada Chanmi kemudian tangannya meraih
tubuh Chanmi. Tangan kirinya menopang pada bagian belakang lutut Chanmi
sedangkan tangan kanannya menahan badan Chanmi bagian belakang.
“Minhwan-ssi, apa yang akan kau
lakukan?” teriak chanmi yang terdengar sedikit gugup.
“Mengeluarkanmu dari sini, gadis manis.
Percayalah padaku” jawab Minhwan sambil mengangkat tubuh Chanmi. Digendongnya
Chanmi sampai pada ruang tamu. Sesampainya, Chanmi diturunkan dari tubuh
Minhwan.
“Bagaimana, sudah keluarkan kan?”.
Terlihat jelas ekspresi Chanmi yang masih syok. Gadis itu tak menyangka bahwa
pria ini mau menggendongnya walaupun hanya sampai pada ruang tamu.
“Ini Tuan Choi. Barang barang anda semua
sudah saya keluarkan dari mobil.” Ucap seorang supir dengan sopan. Minhwan
menghampiri supirnya yang berada di depan pintu utama.
“terima kasih banyak pak” ujar Minhwan sambil
tersenyum dan memberikan amplop kecil pada supir tersebut.
“Ah, terima kasih juga, Tuan Choi.
Selamat malam. Silakan nikmatilah malammu” kemudian pak supir itu menutup
jendela pintu utama.
Minhwan sedikit tercengang mendengar ucapan
supir tersebut. “Nikmati malam? Ah orang itu bercanda” ujarnya sambil menggaruk
garuk kepalanya yang tidak gatal. Ia pun menghampiri istrinya yang masih
terkejut itu.
“Chanmi-ya, ayo kita ke kamar.” Ajak
Minhwan sambil menggandeng tangan Chanmi dan mulai melangkah secara perlahan.
“Kamar? Kamar siapa?” Tanya Chanmi
polos.
“Tentu saja kamar kita, Chanmi-ya” ujar Minhwan
Chanmi terkejut mendengarnya. Kamar
kita? Maksudnya dirinya dan Minhwan? Jadi kita satu kamar? Pikirnya. Ia tak
habis pikir dengan apa yang dimaksud dengan “kamar kita”. Chanmi tak bisa
membayangkan bahwa ia akan satu kamar dengan orang yang sama sekali tak ia
kenali. Memang ia pertama kalinya bertemu dengan Minhwan tiga bulan yang lalu
dan itupun juga Chanmi belum akrab dengan Minhwan. Orangtuanya lah yang meminta
Chanmi menikah dengan Minhwan karena orangtua Chanmi dan Orangtua Minhwan
sepakat untuk menjodohkan anak mereka masing masing. Chanmi yang sama sekali
tidak merasa keberatan hanya bisa mengiyakan apa yang dikatakan orangtuanya.
Dari apa yang diucapkan orangtua
Minhwan, Minhwan siap merawat, menjaga, dan melindungi dirinya. Tapi Chanmi
juga tak menyangka bahwa perasaannya akan seaneh ini. Bukan masalah
pernikahannya, tapi usia Chanmi yang masih dibilang muda ini. Apakah umurku
sudah cukup untuk menikah? Pikirnya.
“Ini dia kamar kita” ucap Minhwan dengan
semangat. Dilihatnya pintu yang berbahan kayu berwarna coklat tua dengan ukiran
berbentuk kotak.
“Kamar…kita?” Tanya Chanmi yang wajahnya
bingungnya. Melihat wajah gadisnya seperti itu membuat Minhwan semakin gemas.
“Iya, kamar kita” jawab Minhwan kemudian
tangannya meraih gagang pintu yang ada didepannya.
“Ayo, masuk”. Minhwan pun memasuki kamar
tersebut yang disusul oleh Chanmi.
Dilihatnya ada tempat tidur berukuran
besar atau yang sering disebutkan king
size, lemari besar dengan panjangnya lima kaki dan tingginya hampir
mengenai plafon kamar tersebut, lampu tidur yang diletakkan di meja kecil
terdapat di setiap sisi tempat tidur tersebut, serta vertilasi yang cukup luas
karena di kamar itu tidak ada jendela. Namun vertilasi itu cukup membuat kamar
ini tidak terasa “sumpek”. Perlahan Chanmi memasuki kamar yang dikatakannya
“kamar kita” itu.
“Oh iya untuk pakaianmu, ada di sebelah kiri
sedangkan pakaianku ada di sebelah kanan” ujar Minhwan sambil menunjuk pada
lemari yang ada pada kamar itu. Chanmi menoleh pada lemari itu dan menghampiri
pintu lemari yang ada pada sebelah kiri. Dibukanya pintu lemari tersebut dan
terlihatlah sejumlah pakaian yang menggantung di lemari tersebut.
Ditolehkannya kepala Chanmi untuk
mencari Minhwan yang ternyata terlihat ingin keluar dari kamar tersebut dengan
pakaian yang ia bawa. “Minhwan-ssi, kau mau kemana?”
Minhwan membalikkan badannya dan melihat
pada istri barunya. “Aku ingin mengganti pakaian di kamar mandi, Chanmi-ya”
“Lho, kenapa di kamar mandi? Bukankah
kau bisa ganti baju disini? Ini kan kamar kita”
Mendengar pernyataan dari gadis itu,
dengan cepat Minhwan menundukkan kepalanya. Terasa panas pada kedua belah pipi
Minhwan. Seketika ia menggeleng gelengkan kepalanya dan tempo yang cepat dan
mencoba bersikap normal.
“Hahaha, aku memang terbiasa ganti baju
di kamar mandi. Dan aku juga sangat jarang ganti baju di kamarku dulu.”
Ujarnya. “Sudah…sudah. Kau ganti baju saja. Apalagi kau akan berganti baju
dengan waktu yang lama karena gaunmu itu cukup ribet untuk dilepaskan”
“Tapi Minhwan-ssi…” ucap Chanmi terputus
saat Minhwan baru saja membuka pintu kamar itu. “Aku tak dapat melepaskan
gaunku. Bolehkah aku minta tolong padamu hanya untuk melepaskan resleting yang
ada di bagian punggungku?”
DEG!
Seketika jantung Minhwan berdegup
kencang saat Chanmi mengatakan hal itu.
Ku
mohon jangan sekarang……bahkan aku takkan bisa memaafkan diriku sendiri bila
nanti aku akan melakukan hal yang buruk pada dirinya. Bagaiaman hidupnya nanti?
“Minhwan-ssi…tolonglah. Hanya buka
resleting yang ada di bagian punggung saja” terdengar suara Chanmi yang begitu
memohon.
Dengan gugup Minhwan melangkah menuju tempat
Chanmi berdiri. Dihadapnya tubuh Chanmi bagian belakang, ditutupnya rapat rapat
kedua matanya, perlahan tangan kanannya meraih resleting pada gaun Chanmi dan
tangan kirinya memegangi pundak Chanmi di sebelah kiri. Diarahkan tangan kanan
ke bawah seiring dengan resleting yang buka dan selesailah resleting itu
terbuka dengan sempurna.
Dengan buru buru Minhwan keluar dari kamar
itu. “Sudah ya Chanmi. Aku ganti baju dulu” teriak Minhwan saat sudah keluar
dari kamar.
Chanmi yang melihat tingkah suaminya itu
menggarukkan kepalanya yang tidak gatal. “Apa ada hal yang salah kah?” Tanya
Chanmi pada diri sendiri
***
Chanmi pun duduk terdiam di tepi tempat
tidurnya. Terdengar pintu kamar yang terbuka dan muncullah Minhwan dengan
piyama berbahan nilon berwarna merah marun.
“Ah, ternyata kita memiliki piyama yang
sama” seru Minhwan.
“Kok bisa ya? Padahal aku selalu memakai
piyama ini saat tidur…sebelum menikah denganmu” ucap Chanmi pelan.
“Ya begitu juga denganku, aku juga suka
memakai piyama ini” balas Minhwan sambil menggantungkan tuxedo yang baru saja
dipakainya itu pada lemari.
“Wah kebetulan sekali ya?” ucap Chanmi
yang masih dalam kebingungan. Dilihatnya Minhwan yang akan keluar dari kamar
dengan membawa bantal dan guling.
“Minhwan-ssi, kau mau kemana? Kenapa
membawa bantal dan guling?” Tanya Chanmi
“Aku ingin tidur di ruang tamu saja,
Chanmi-ya”
“Lho kenapa? Bukankah ini kamar kita?
Lagipula kan tempat tidurnya luas jadi ini kan bisa untuk kita berdua”
Minhwan pun terkekeh mendengar apa yang
dikatakan istrinya. “Chanmi…Chanmi…” ucapnya dengan perasaan geli. “Aku tak
bisa tidur bila nanti kau akan menjadi kaku”
Chanmi semakin bingung dibuatnya.
“Baiklah nanti Chanmi berusaha tak kaku kok”
Minhwan menatap Chanmi dari kejauhan
sambil tersenyum. “Chanmi-ya, aku tak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu”
“Tapi kan Chanmi…”
“sstt…” jari telunjuk Minhwan diletakkan
pada bibirnya yang sengaja dimajukan. “Sudah, kau tidur saja. Besokkan kau
kuliah hari pertama. Oh iya untuk buku buku sudah tersiapkan di dalam tas
ranselmu ya? Jadi kau hanya menyiapkan bajumu saja”
“Kuliah? Aku boleh kuliah, Minhwan-ssi?”
“Tentu saja boleh. Aku tidak punya
alasan untuk melarangmu kuliah”
“Ya…siapa tahu dengan Chanmi menjadi
istri Minhwan-ssi, Chanmi tidak boleh kuliah lagi untuk mengurusimu…”
“hahaha aku tahu anak seusia dirimu itu
masih membutuhkan kehidupan di suatu universitas dan pergaulan muda. Sudah ya?
Selamat tidur ya Chanmi~ Have a sweet dream~” kemudian pintu kamar itu pun
tertutup.
Chanmi menghela nafasnya dan badannya
mulai digerakkan menuju tempat tidur. Bantalnya diletakkan dalam posisi
berdiri. Badan Chanmi pun bersandar pada bantal tersebut. Dipeluknya guling
yang ada di dekatnya.
Kenapa
aku jadi merasa seperti ini? Rasanya ingin menangis tapi aku juga tidak
merasakan rasa sedih yang mendalam. Dan juga hatiku terasa hangat bila melihat
senyumannya dan tatapan lembutnya. Kenapa rasanya aneh seperti ini
Dilepasnya guling yang dipeluknya tadi
kemudian ia menekukkan kakinya. Dipeluk kakinya dan dicium bagian lututnya.
Dalam keadaan yang sunyi di kamar itu, Chanmi merasa sedikit tenang untuk
merenungi tentang apa yang terjadi apa hari ini dan itu akan mempengaruhi hari
selanjutnya.
***
Sinar matahari di pagi hari menyinari
dunia dan sebagian dari sinar tersebut menyorot pada vertilasi yang ada pada
kamar dimana Chanmi masih terlelap karena begitu asyik dengan dunia mimpi yang
ada pada alam mimpinya.
KKKRRRRRIIINGGG!!!
Terdengar bunyi alarm yang memaksakan
Chanmi keluar dari alam mimpinya dan dengan mata yang masih tertutup, tangannya
mencari cari benda yang membuat suara itu begitu berisik. Akhirnya tangannya
berhasil memegangi benda tersebut dan dengan terburu buru Chanmi mencari tombol
itu mematikan benda itu agar tidak berbunyi. Perlahan dibukakan matanya dan
dilihatnya benda itu yang ternyata adalah jam weker yang sudah menunjukkan jam
setengah tujuh.
“Ah, untung aku belum terlambat” ujarnya pada
diri sendiri. Perlahan dia bangun dan terduduk di tepi tempat tidur.
“Eh ini aku dimana? Kok bukan kamarku?”
Tanya Chanmi yang matanya masih terlihat sayu. Kedua tangannya mengucek ngucek
mata dan seketika ia tersentak.
“Oh iya! Aku kan sudah menikah!” ucapnya kaget
sambil memegangi kedua pipinya karena baru menyadari sesuatu.
“Aish! Pabo Chanmiya” dengan terburu buru
Chanmi keluar dari kamar lalu langsung menuruni anak tangga dan menuju ke
dapur. Sesampainya terlihat suaminya yang sedang mencuci panci. Minhwan yang
merasa ada kehadiran seseorang pun langsung menoleh pada tempat dimana orang
itu berdiri.
“Ah selamat pagi., Chanmi-ya” sambut
Minhwan dengan lembut.
“Ah aku terlambat ya? Mianhae Minhwan-ssi……” ujar Chanmi
“Tidak kok. Aku hanya ingin menyiapkan
sarapan untukmu agar bisa bersemangat untuk hari pertama kuliah nanti”
“Tapi kan sekarang aku istrimu,
Minhwan-ssi. Seharusnya aku lah yang melayanimu. Kenapa jadi kau yang
melayaniku”
“Apakah aku tak boleh melayani dirimu,
Chanmi-ya?”
“Bukannya begitu sih…tapi kan aku…”
“Sudahlah~” Minhwan pun membawa
semangkuk besar yang berisi sup krim ayam. Kemudian diletakkannya di atas meja
makan.
“Ayo Chanmi-ya, kita makan bersama”
Minhwan pun menarik kursi dari kolong meja makan dan mempersilakan Chanmi duduk
disana. Sementara Minhwan duduk di kursi tepat di hadapan Chanmi yang dihalangi
oleh meja makan. Chanmi mengambil beberapa sendok sup krim ayam dari mangkok
besar kemudian di tuangkan ke mangkok kecil miliknya. Setelah selesai, barulah
Minhwan mengambil sup krim ayam tersebut. Masing masing dari mereka memakan
makanan tersebut
“Minhwan-ssi, apa kau hari ini kerja?”
Tanya chanmi setelah memakan sebanyak beberapa sendok
“Hm…untuk seminggu ini aku ada cuti,
Chan”
“Oh ya? Enak dong…Chanmi juga ingin cuti
ah”
“Hey, kau ini kan harus kuliah. Apalagi
ini hari pertamamu, kan?”
“Iya sih. Tapi kan kalau Chanmi kuliah,
nanti Minhwan-ssi jadi sendirian dirumah”
“Hahaha, aku tak apa kok, Chanmi-ya”
“Jinjjayo? Hmm baiklah Minhwan-ssi”
keduanya pun melanjutkan kegiatan makannya.
“Oh iya, Chanmi-ya” Chanmi pun segera
menoleh pada Minhwan. “Ada yang harus kau ketahui”
“Apa itu?”
“Jangan pernah kau ceritakan pada orang
orang yang ada di unversitas bahwa kau sudha memiliki suami. Bahkan pada teman
terdekatmu sekalipun. Kau mengerti?”
“Ah iya aku mengerti” jawabnya sambil
mengangguk kemudian masing masing dari mereka melanjutkan makannya
***
Chanmi pun memasuki gedung universitas
dimana tempat ia mendaftar sebagai mahasiswi. Seminggu yang lalu, dia dan para
mahasiswa baru lainnya sudah mengikuti masa masa adaptasi yang diselenggarakan
dari universitas tersebut. Gadis itu pun berjalan melewati koridor yang ada di
lantai dasar.
“Hey, adik durhaka!” teriak seseorang
yang membuat langkah Chanmi terhenti. Chanmi menoleh kebelakang untuk mencari
sumber suara tersebut.
Dilihatnya seorang lelaki dengan kaos hitam
yang diselimuti dengan jaket berwara biru
dan putih dan celana jeans berwarna hitam serta sepatu kets yang menghias di
kakinya. Tak lupa topi berwarna ia kenakan. Dengan tangan yang dilipat di
belakang kepala, ia pun menyandarkan diri pada tembok. “Bagaimana malam
pertamamu? Pasti menyenangkan” ujar lelaki itu dengan nada menyindir.
“Menurutmu?” ketus Chanmi.
“Oh, pasti bahagia sekali ya yang baru
saja menikah dan tidak melihat kakaknya yang masih jomblo ini..hmph!” dengan
cepat tangan Chanmi membekap mulut Jaehyun begitu mendengar kakaknya mengatakan
tentang suatu hal yang harusnya dirahasiakan dengan Minhwan.
“Apa – apaan kau ini?” bisik Chanmi yang
sedikit lebih keras. “Seharusnya kau tidak mengatakan hal itu, bodoh! Lagipula,
aku ini menikah bukan atas kemauanku sendiri. Kau tak sendiri bahwa ibu dan
ayah memintaku menikah dengan alasan memperbaiki bisnis ayahnya Minhwan yang
dikatakan krisis itu”
Jari telunjuk orang yang sedang disekap
Chanmi pun menunjuk pada mulut yang sedang disekapnya. “Berjanjilah bahwa kau
membantuku untuk merahasiakannya, Kim Jaehyun oppa!”.
Dengan cepat orang yang dipanggil Jaehyun itu
menganggukkan kepalanya. Chanmi pun melepaskan tangannya dari mulut Jaehyun.
“Aish! Kau ini. Sudah mendahuluiku, mengatakan aku bodoh pula…dasar adik
durhaka! Mendahuluinya kakaknya tanpa belas kasihan”
Dengan cekatan kaki Chanmi menginjak
pada kaki Jaehyun. Sontak Jaehyun langsung menjerit kesakitan. “Sudah kubilang.
Ini bukan kemauanku! Lagipula memangnya apa yang harus aku kasihani pada
dirimu? Apa aku harus kasihan pada kau yang tak punya kekasih?” gerutu Chanmi.
“Huh, dasar derpy Jaehyun!” gadis itu menghentakkan kakinya kemudian
meninggalkan Jaehyun yang masih kesakitan.
“Orz! Dasar adik yang aneh” keluhnya
“Huh dasar kakak menyebalkan, disaat
seperti ini masih saja membuatku kesal” gerutu Chanmi disepanjang ia melangkah
di koridor.
“Sudahlah…kalian jangan bertengkar dong”
langkah Chanmi terhenti saat mendengar suara perempuan yang terdengar dari belakang.
Segera ia menoleh kea ah belakang. Wajahnya langsung terlihat ceria saat
mengetahui siapa yang berbicara.
“Youkyung unnie! Kyaaaa” sekejap Chanmi langsung
memeluk perempuan itu erat.
“Aih~ apa kau merindukanku?” ujar Youkyung
“Sangat, unnie-ya!” sahut Chanmi
“Hahaha ada ada saja kau” Youkyung pun
membalas pelukan junior barunya yang dulu juga pernah menjadi juniornya di
waktu SMA. “Kan kita baru saja seminggu yang lalu bertemu”
“Huh, seminggu itu menurutku lama unnie”
Chanmi mengembungkan pipinya dengan bibir bagian bawahnya di majukan. “Lagipula
kalau tidak bertemu unnie atau teman temanku yang lainnya membuatku tidak
terasa hidup”
“Hey~ bicara apa kau? Memangnya kau
tidak merasa hidup dirumahmu? Kkkk~”
“Hmm…… terasa juga sih unn. Hehehe”
serunya sambil menyengir
Iya,
dirumah bersama orangtuaku cukup membuatku terasa hidup. Tapi kan hanya 3 bulan
aku bersama orangtuaku. Tapi entahlah kalau bersama Minhwan nanti. Akan terasa
hidup atau tidak
“Kau ini…yasudah. Aku pergi ke kelasku
dulu ya? Kau juga sebaiknya masuk karena bel sebentar lagi akan berbunyi” ucap
Youkyung sambil mengambil langkah dan dan melambaikan tangannya kecil pada
Chanmi.
“Iya unn~~ Annyeong~”
***
Waktu untuk belajar pun sudah tiba.
Chanmi dan para siswa yang ada di ruang itu menunggu dosen yang akan mengajar
pada kelas tersebut. Terdengar suara bising yang sedikit tersembunyi karena
masing masing saling bicara. Hanya Chanmi yang terdiam sendirian.
Pintu kelas pun terbuka. Muncullah
seseorang dari balik pintu tersebut. Ia berjalan memasuki kelas kemudian ia
hadapakan diri pada siswa siswa yang ada di kelas itu. Para siswa yang tadinya
terdiam kini kembali bersuara saling berbicara
“Wah, inikah guru kita? Mengapa sangat
tampan?” ujar seorang gadis berambut blonde
“Aigoo matanya sangat indah” ujar gadis berambut cokelat
“omona~ beruntung sekali aku bisa berada
di kelas ini” tambah gadis berambut hitam
pendek
Itulah komentar komentar pada mahasiswa
khususnya para perempuan saat melihat seseorang yang ada di hadapan mereka.
Sementara Chanmi hanya terdiam dalam kebingungan. Gadis itu semakin bingung
ketika ia melihat mata seseorang tersebut menatap pada Chanmi.
“Eoh? Kenapa beliau menatapaku seperti itu?
Apa dia mengenalku?” tanya Chanmi dalam
hati
--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar