Laman

Jumat, 12 April 2013

thinking about my love or my dream bab 8



Bulan oktober pun tiba. Aku merasa sedih karena bulan kesukaanku telah berakhir.
Pagi ini aku tak seperti biasanya rasanya aku benar-benar tak ingin masuk sekolah saat bangun pagi saja aku harus susah dibangunkan dengam mbok darsim dan tante vic. Pagi ini semacam perasaanku tak enak ada yng menganjal
Aku pun hanya duduk terdiam di meja makan menatap sarapan yang tak seperti bisanya sarapan adalah waktu kesukaanku
“yumi kamu kenapa?” tanya raina
“houtoni? Aku?”
“iya kamu kenapa hari ini nampak aneh sangat aneh”
“nggak aku gak papa”
“serius kamu gak papa?” tanya raina was-was
“ne oneechan. Aku gak papa” aku mengeleng
Tiba-tiba suara telpon rumah yang ada di ruang tamu berdering kami semua saling menatap satu sama lain.
“nyonya nyonya” teriak mbok darsim dari arah ruang tamu
“tante kenapa itu?” tanyaku
Tante vic pun bangun dari tempat duduk dan pergi dan beberapa saat kemudiana aku mendengar suara benda yang jatuh dari ruang tamu
Kami semua spontan langsung berlari kearah ruang tamu
Aku melihat tante vic terduduk lemas di lanatai dekat meja telfon ia menangis sambil menukuli lantai
Narisa raina dan aku sepontan langsung berlari mendekat kearah tante vic, raina langsung memeluk ibunya dan tante vic terus meronta-ronta
“ibu kenapa? Ibu ku mohon jangan seperti ini” isak narisa
“tante vic ada apa?” tanyaku was-was
Om joe pun langsung berbicara di telfon dengan seseorang mereka berbicara sangat serius aku tak tahu apa yang mereka bicarakan.
“kalian...”seru tante vic
“ada apa dengan kami ibu?” tanya raina
“kita harus kebandung sekarang juga” seru om joe
“ada apa ini ayah?” tanya narisa “ada sesuatu kah?”
“nenek kalian....” jawabnya
--
Siang ini juga kami semua pergi ke bandung. Aku pun terpakasa izin tidak masuk sekolah hari ini, demi neneku
Aku sangat kaget ketika mendengar kabar tentang nenekku ia saat ini tergolek lemah dirumah sakit.
Nenekku tipikal orang yang jarang memperlihatkan keadaannya ketika sakit aku ingat dulu saat aku tinggal di bandung sekitar aku berumur sembilan tahun nenekku saat itu pernah mengalami kecelakaan dan ia tidak mau berbicara denganku atau ayah saat ia masuk rumah sakit.
Mobil om joe laju di jalan tol sanagt cepat dan nampak seperti angin. Aku narisa dan raina hanya bisa duduk diam ketakuatan di kursi belakang
Sekitar tiga jam kemudian kami sampai di kota bandung om joe pun langsung melajukan mobilnya ke arah rumah sakit tempat nenekku dirawat
Ketika aku sampai dirumah sakit, aku hanya menemui ka stefan di sana.
“stefan” seru tante vic
Ka stefan hanya duduk terdiam diruang tunggu wajahnya sangat ketakutan gelisah dan aku melihat lingkaran hitam di matanya sangat terlihat
“tante vic” serunya
“stefan nenekmu kenapa...”tante vic langung duduk disamping ka stefan
“nenek sejak tiga hari ini mau makan sebetulnya ayah sudah membujuknya tapi tetap ia tak mau. Aku dan devina juga sudah berusaha membujuk nenek untuk makan tapi nenek tetap tidak mau ia terus menahan diri untuk makan
“aku khawatir dengan nenek tapi nenek tetap tak mau ia terus mengurung diri di kamar tak keluar kamar aku berulang kali membujuk nenek tapi hasilnya nihil”
“dan tadi pagi nenek pun keluar kamar dan ia tiba tiba terjatuh didepan pintu kamarnya”
--
Kami semua sangat harap harap cemas menanti kabar dari nenek. Nyaris 3 jam kami semua duduk tediam diruang tunggu menanti dengan penu kecemasan. Nenek masih berjuang melawan masa kritis di ruang icu
Tante vic hanya bisa menangis di pelukan om joe aku tak tahu harus berbuat apa saat ini aku hanya bisa terdiam duduk sambil memasang earpon ditelingaku aku berusah untuk tidak menangis.
Ponselku berdering ternyata ayah mentelponku
“halo” sahutku
“ayumi kamu dimana? Di rumah sakit kah?” tanya ayah
“iya ayah aku dirumah sakit saat ini ayah dimana?”
“ayah sedang menuju kerumah sakit nak. Nanti tolong kamu sms ayah dimana ruangan nenek ya”
“baik lah ayah hati-hati”
Aku pun memutuskan telpon
Aku masih terdiam saat ini tak mampu berkata kata, aku hanya bisa melihat kesedihan orang orang di sampingku saat ini tapi aku tak bisa membuat mereka tenang aku tak mampu melakukan sesuatu
“ayumi” seru seseorang dengan suara familiar
Aku mendongak dan itu ayah
Aku pun bangkit berlari dan langsung memeluk ayah
“ayah....” kataku
Ayah memeluku erat “jangan menangis anak ayah”
Aku hanya meangguk
“keluarga nyonya marissa” seru seorang berpakaiannn suster keluar dari ruangan tempat nenek dirawat
Dan semua orang pun bangkit dari tempat duduk dan mendekati suster itu
“kami semua keluarganya” kata ka stefan
“silakan kalian masuk nyonya marissa ingin bicara dengan kalian”
--
Kami semua pun masuk ke dalam ruang ICU aku melihat nenek terbaring lemah dengan selang infus yang berada di kedua tanganya lalu selang oksigen juga menutupi hidungnya
Wajah nenek kelihatan berkeripun dan sangat lemah bahkan kantung mata nenek sangat keliahatan. Wajah nenek sangat nampak menahan sakit dan ia terlihat sangat lelah
Semua orang pun mendekat kearah tante vic, ka stefan, ayah, om joe, narisa, raina dan paman sam kakak ayahku semua mendekat kearah nenek mereka masing-masing mencoba membisikkan sesuatu di telinga nenek dan nenek hanya tersenyum atau meangguk. Hanya aku yang menjauh dari nenek aku hanya bisa melihat dan mencoba menenahan diri untuk menangis
Lalu jari nenek pun menunjuk kearahku mengisyratkan agar aku mendekat
Aku pun langsung mendekat kearah nenek
“nenek” bisikku ditelinganya
ia hanya tersenyum
“nenek cepet sembuh ya. Nanti kalo nenek udah sembuh yumi bantuin nenek di dapur kita buat kue cokelat lagi ya nek” bisikku dengan suara parau “yumi janji kalo nenek sembuh yumi sering sering pulang”
Nenek pun membuat isyarat agar selang oksigennya dilepas dan suster langsung membatu melepaskan selang oksigennya
“yumi” serunya dengan suara lemah
“iya nek?”
Tangannya mengelus pipiku dengan lembut
“a...yu..mi sa.......yang jan...gan ka....mu menagis” suaranya terbata-bata “sa.....yang.... ne...nek ta..hu.... di usiamu ya...ng masih sa....ngat... mu..da.. ka.........mu pasti sedih ji....ka..... kamu melihat nenek seperti ini”
Aku mengeleng
“yumi gak nangis nek yumi kan anak kuat yumi kan gak mau liat nenek sedih” suraku mulai histeris
“an...ak pintar” ia tersenyum “itu ba...ru... cu........cu ne...n....ek yu...mi ma...ma..u kah ka...mu ber..janji... dengan nenek”
Aku menangguk
“cu..cu..ku aku sa...ngat...sen....nang me...li....hat... ka...mu me...na....ri lagi”
Aku sedikit kaget mendengar perkataan nenek menari?
Aku teringat masa kecilku dulu saat aku masih tinggal di jepang ibuku mengajarkan aku menari ballet aku benci ballet. Dan karena ballet juga aku bisa bertemu fani.
Menari bukan keahlianku aku benci dunia tari apa lagi saat aku pindah ke indonesia ibukku memasukan aku ke sebuah sanggar tari tradisional aku sangat benci menari menari itu adalah hal yang membosankan dan membuang-buang waktu saja
“ayumi” seru nenek dengan suara lemah
“iya”
“me......nari lah se...pe....rti du...lu cu......cu......ku ka....mu m....au kan ber......ja....nji ke...pa...da nenek? ne..ne..k sa...ngat se...na..ng me...li..hatmu menari la.....gi...”
Aku menangguk lemah
Nenek pun tersenyum aku belum pernah meliah ia tersenyum sangat cantik sperti hari ini di dalam senyumnya tersimpan sebuah kedamaian.
Lalu nafas nenek mulai tersengal-sengal aku pun langsung histeris mamanggil suster ayah pun membawa aku keluar kamar semua orang yang ada di kamar pun keluar aku langsung menangis dan meronta di pelukan ayah
“ayah... nenek ayah nenek ayah” tangisanku mengemah di depan ruangan
“ayumi jangan menangis sayang berdoalah semoga tuhan memberi jalan kesembuhan untukn nenekmu”
Kami semua sangat ketakutan aku melihat tante vic terus menangis dan ia hanya terduduk lemas. Raina hanya diam terpaku, narisa terus menangis di pelukan ka stefan.
Aku tak tahu mau bicara apa lagi rasanyaa sangat takut aku sangat takut kehilang sangat teramat takut
Setelah setengah jam dokter pun keluar dari ruangan nenek
“maaf kami sudah melakukan yang terbaik” kata dokter kepada ayah
Ayah hanya bisa diam seribu bahasa mata hitamnya nampak kosong
Aku hanya bisa terduduk lemas mendengarnya nenek....
--
Aku pun kembali masuk kedalam ruang icu sendirian tanpa di temani ayah atau siapapun. aku hanya bisa terdiam tak mampu berkata-kata lagi melihat tubuh nenek yang sudah terbujur kaku aku mencoba memberanikan diri untuk mendekat kearah nenek
“nenek” sapaku sambil menahan tangisan
“nenek kapan bangun”
“nenek ayo nenek bangun yumi udah nggak sabar mau buat kue cokelat sama nenek” suaraku mulai parau “nenel ayo nenek bangun yumi mau nenek bangun sekarang nenek mau lihat yumi menari lagi kan? Ayo nenek bangun”
“nenek ayao cepat bangun yumi mau lihat senyum nenek yumi mau lihat saat nenek tertawa yumi mau di marahi nenek lagi yumi mau nenek cepat membuka mata nenekkk”
“NENEK AYO BANGUN BUKA MATAMU NENEK” teriakku
Dan tangisanku mulai pecah aku mulai melakukan hal yang diluar kehendakku ku benturkan kepalaku di tembok sambil menagis merota-rontah
“AYUMI APA YANG KAMU LAKUKAN” seru ayah ia nampak marah dengan ku
“aku mau nyusul nenek ayah aku mau nyusul nenek kasihan nenek sendirian” aku terus membenturkan kepalaku di tembok
Ayah langsung memitingku sampai aku tak bisa bergerak
“kamu jangan gila ayumi kamu harus berfikir rasional” bentak ayah “kalau kamu kaya gini kasihan nenekmu dia pasti sedih”
Aku terus merontah ayah menyeretku keluar ruangan
“ayumi sadar nak sadar jangan seperti ini”
Lalu ayah menyeretku ke kursi ruang tunggu
“ayah aku nggak ikhlas ayah” teriakku
“ayumi jangan seperti ini ayumi” bentak ayah
Aku terus menangi sambil memeluk narisa narisa hanya menenangkanku dia berusah membuatku tidak histeris tapi rasa kehilangan itu lebih sakit dari apapun aku seperti kehilangan jiwaku rasanya sesuatu di diriku itu pergi seperti hampa aku merasakan ke hampaan
--
Aku pulang kerumah keluarga ayahku di daerah lembang bersama ka stefan raina dan narisa. Kami pulang dengan menggunakan mobil jeep milik ka stefan. Selama perjalanan kami semua sama-sama terdiam raina hanya memendangi kearah depan narisa terus memeluk sambil menangis dan ini membuatku juga ingin menangis lagi
Sesampainya di rumah aku langsung masuk ke kamar ka devina raina dan narisa pun ingin menemaniku tapi aku bilang kepadanya aku butuh waktu untuk sendirian
Aku mengunci diri di kamar.
Aku kembali menangis aku kembali merasakan suatu rasa kehilang yang sangat mendalam aku benar-benar ingin mebenturkan kepalaku lagi aku ingin hielng ingatan aku benci kehilang aku benci
Suara ponselku membuatku kanget
Falco menelfonku? Buat apa?
“halo” aku menjawab telfon
“ayumi kamu kemana hari ini kenapa nggak masuk?” tanya falco “kamu sakit? Sakit apa? Aku ke rumah kamu ya”
“falco...” seruku dengan suara lemah
“yumi kamu sakit ya?”
“falco...” suaraku mulai parau
“ayumi kamu kenapa? Kamu habis di apain?” tanya falco was-was
“falco...” dan tangisanku mulai pecah
“ayumi kamu kok nangis kamu kenapa? Cerita sama aku coba”
“falco.......”
“aku kerumah kamu ya sekarang” kata falco
“nggak bisa co aku di bandung”
“ngapain kamu di bandung?” tanya falco
“ada urusan.....”
“urusan apa? Kamu kenapa gak kasih kabar ke aku?”
“maaf aku gak bisa kasih kabar ke kamu co” jawabku “ ini mendadak banget sampai aku nggak tau mau gimana”
“yaudah aku pergi ke bandung” jawab falco
Sontak aku sangat kanget
“falco kamu gila ya apa-apa besok kamu sekolah lagian kamu mau ngapain nyusul aku co? Mending kamu ngerjain tugas bareng yang lain atau kamu jagain fani”
“nggak biarin aku bisa izin ini orang tuaku juga lagi di luar negri ini aku di rumah cuman sama kakakku kakakku juga kerja hayo bisa kan aku kabur?” elak falco
“nggak gak boleh kamu gak boleh kaya gitu falco udah aku nggak papa” jawbku bohong
“bohong aku tahu kamu yumi kamu pasti lagi ada masalah besar kamu gak bisa cerita atau kamu terus mau memendam sendirian?” sindir falco “kamu mau kamu depersi? Aku nggak mau liat kamu sedih yumi!”
“aku nggak papa falco sumpah” suara tangisanku tak bias ku tutupi lagi
“bohong kamu bohong yumi sebentar aku akan pergi kebandung”
“falco kamu jangan gila!” bentaku
“terserah kamu yumi kamu mau bilang kau gila nggak perduli aku judulnya aku mau nyusul kamu” lalu falco memutuskan telfon
Aku hanya bisa terduduk lemas astaga tuhan kenapa seperti ini
Falco jangan gila kenapa kamu seperti ini aku nggak mau kamu ikut dalam kesedihan ini batinku
--
Jenazah nenek tiba di rumah sekitar jam 1 siang nyaris menunggu tiga jam setelah dari rumah sakit. Narisa pun mencoba membujuku untuk keluar kamar tapi aku terus mengurung diri aku masih belum siap melihat tubuh nenek yang ada di depan itu sudah terbujur kaku
Aku masih belum bisa berhenti menangis, air matu terasa sudah kering aku tak sanggup lagi untuk berbicara seolah-olah  aku bisu
Ponselku kembali bergetar falco pun menelfonku lagi
“ayumi kamu masih dirumah mu? Coba kamu sms dimana rumah mu aku sudah sampai di daerah lembang sekarang” perintah falco
“falco kamu benar-benar gila buat apa kamu kesini?” amarahku mulai tak tertahankan
“terserah kamu yumi kamu mau bilang aku gila terserah” seahut falco
“cepat kamu pulang kejakarta lagi falco” bentaku
“nggak mau cepet ayumi dimana rumahmu aku sama supirku lagi muetr-muter”
“falco yatuhan kamu pulang sana apa-apaan si kamu....”
“ayumi aku begini demi kamu tau?”potong falco “aku nggak bisa liat kamu sedih aku nggak mau kamu sedih yumi aku bener-bener nggak bisa liat kamu nangis rasanya hati aku sakit yumi”
Aku hanya bisa terdiam mendengar perkataan falco
“kenapa seperti itu?” tanyaku
“karena aku mencintai mu ayumi hatiku terasa sakit ketika aku melihatmu menangis ketika aku melihat kamu sakit rasanya aku ingin terus melindungimu memelukmu”
Aku hanya bisa terpanah aku diam
“ayumi kamu dengar aku? Ayumi...” seru falco
“kamu nggak lagi bercanda kan co? Kamu kan sayang sama fani kamu naksir sama fani kan? Fani kan cantik baik manis dia juga penari ballet yang hebat...”
“aku nggak perduli yang aku sayang cuman kamu!” bentak falco
“tapi.....”
“ayumi sayang please jangan tanya alasannya” jawab falco “aya cepet dimana alamatmu”
“jalan bahagia no 3 nanti di depan gang rumahku itu ada penjual susu nanti kamu masuk ada rumah besar paling ujung dan bayak mobil terus ada bendera kuning”
“baik lah tunggu aku sayang jangan kamu berbuat nekat”
--
Falco pun datang kerumahku sekitar setengah jam setelah ia menelfonku semua orang yang berada di rumah (lebih tepatnya ini rumah keluarga ayahku) sangat kaget dengan kehadirah falco
Aku pun keluar dari kamar karena falco menelfonku ia menyeruhku untuk segera keluar karena takut ia salah rumah
Ketika aku keluar dari kamar falco sudah masuk, dan ia sedikit berbincang dengan ayah
“ayumi” sapa falco saat ia memasuki rumah
“kamu seriusan dateng?” tanyaku
“kalo aku nggak serius kenapa aku datang?” ia mencubit pipiku “dasar bakpao”
“aduh sakit tau” gerutuku “makasih ya kamu udah mau datang”
“sama sama ya”
Falco tersenyum senyumnya sangat manis sehingga rasanya jantungku berdetak tak beraturan
“ini teman sekolahmu ayumi?” tanya ayah
“iya” aku meangguk “ dia ketua kelas di kelasku ayah”
“ siang om saya falco” falco membungkuk hormat
“oh jadi kamu sahabatnya ayumi ya?”
“ah iya om saya sahabat ayumi om tahu dari mana?” tanya falco
“ayumi sering bercerita denganku di email yang ia kirim katanya ia memiliki banyak sahabat baru yang sangat menyayainya” jawab ayah
Aku hanya bisa terdiam melihat ayah dan falco berbincang mereka nampak akrab
--
Falco pun masuk kedalam rumah aku hanya bisa diam melihat keadaan ruang tamu yang besar sekarang banyak orang dan di tengah-tengah kerumunan orang itu ada jenazah nenek terbaring kaku
Aku terus menangis bahkan berulang kali falco berusah menenangkanku berulang kali ia menjadi korban keganaskanku berberulang kali aku memukulinya tapi ia selalu ada disampingku
Saat jenazah nenek ingin di masukan kedalam mobil ambulan aku pun menangis kembali tubuhku lemas dan nyaris pingsan
“ayumi, sudah ikhlaskan kepergian nenekmu” bisik falco ditelingaku
“ini terlalu tiba-tiba rasanya aku sangat tak bisa mempercaya semuanya” isakku
“aku tahu itu” falco memelukku erat “tapi kamu harus bisa menerimanya sayangku, jangan pernah kamu berlarut-larut seperti ini” desah nafas falco sangat terasa di dekat leherku
“tapi kenapa harus neneku? Apa salahku? Kenapa orang yang paling aku cinta harus pergi!”
Falco mengelus lembut rambutku “jangan pernah kamu menyalahi takdir sayang aku yakin tuhan punya jalan yang terbaik untuk nenekmu”
Aku terpaksa tak mengikuti proses pemakan nenek karena tubuhku sangat lemas aku terpakasa di rumah bersama dengan ka devina dan ka mario (suami ka devina mereka baru menikah sekitar 5 bulan lalu) raina dan narisa falco pun terus berada disisiku dan karena dia aku bisa merasa sedikit tenang karena ada falco disampingku
“ayumi, kamu udah makan belum” tanya ka devina saat kami semua berada diruang tamu
Aku pun menggeleng lemah “belum ka”
“ayo ayumi kamu makan” bujuk falco
“nggak mau”
“ayumi aku buatin makannya?” tawar ka devina
“nggak mau”
“ayumi narisa raina ayo kalian makan” seru ka mario
“aku tak ingin makan” jawab raina
Tiba-tiba ka devina berlari kearah toilet kami semua sangat panik apa lagi suami ka devina terlihat sangat panik
“ka devina kakak baik-baik saja?” seruku
“aku baik ayumi” jawabnya dari toilet
“kakak kita kedokter yuk” bujuku
“nggak mau yumi aku nggak papa” ia bersikeras
Lalu ka devina keluar dari toilet
Wajahnya sangat pucat bibirnya sangat putih aku benar-benar sangat khawatir dengan keadaan ka devina
--
Ka devina pun keluar dari kamarnya dan ia langsung menghampirku yang menunggu di depan pintu kamarnya
Ia langsung memeluk “ayumi, ini keajaiban dunia demi tuhan aku masih tak bisa mempercayai ini”
“maksudnya ka?” tanyaku binggung
“aku hamil sayang” ia tersenyum “kamu percaya?”
Apa aku tak menggerti maksud ka devina mukin aku terlalu polos atau terlalu bocah? Jarak umurku dan ka devina juga jauh sekitar 11 tahun mukin aku tak  akan mengerti apa yang ia maksud ah urusan orang dewasa itu rumit
Ah tunggu maksudnya keluargaku akan memiliki pengganti nenek? Maksud ka devina itu? Atau apa? Idiot sekali aku
Aku hanya bisa terdiam jadi setelah nenek pergi hari ini akankah aku mendapat penggatinya?
“devina?” seru ka mario
Ka devina pun langsung berlari kearah suaminya dan langsung memeluknya dan mereka berbisik-bisik
“oh tuhanku terima ini anugerah” ucap ka mario
“aku tak sabar memberi tahu semuanya” kata ka devina “ini kabar baik”
--
Aku pun kembali keruang tamu dan kembali duduk di samping falco
“kakakmu kenapa yumi?” tanya falco
Aku mengakat bahuku “entahlah aku kurang menegeri urusan orang dewasa”
“oh iya” falco mendekat kearaku “kamu nggak ngerti?”
“eh kamu ngapain deket-deket aku” bentakku “sana sana”
“tadi aja nangis nangis meluk aku terus sekarang aja” gerutu falco
“sekarang aja apa?” tanyaku
“dasar bakpao” ledek falco “kamu nakal sini ku hukum”
Tiba-tiba falco merangkulu erat dan ia mencium pipiku dengan spontan aku sangat kaget ketika ia mencium pipiku, jantungku berdetak tak beraturan pipiku serasa terbakar
“uhuk uhuk ka raina kita pergi aja yuk ada yang gak boleh di ganggu ni” sindir narisa
“yuk de kita ke kamar saja”
“eh kalian mau kemana” seruku
“aku nggak mau gangguin orang pacaran” jawab raina
“pacaran? Masih otw kok ka” jawab falco
Sontak pipiku makin terasa terbakar
“cie yang otw” ledek raina
Aku pun mencubit pinggang falco “kamu ngomong apasi co”
“aw”ringis falco “sakit yumi”
“bodo”
--
Malam pun tiba falco pun izin pulang kepadaku dan keluargaku. Ayah dan semua orang yang ikut kepemakan nenek tibah sekitar jam 6 sore.
Semua keluarga nampak sedikit senang medengar kabar dari ka devina tapi menurutku aku masihh terlalu sedih
“aku pulang ya” kata falco saat sebelum masuk ke mobilnya
“hati-hati kamu pulang kemana?” tanyaku
“aku mukin menginap di hotel malam ini” jawabnya “besok aku baru pulang”
“kamu nggak nginep disini aja?” aku menawarakan
“nggak makasih yumi” ia memeluku “jangan sedih terus ya yumi nanti kamu nggak lucu lagi”
“oh jadi kamu....”
Ia mencium keningku “udah ah aku pulang dulu besok pagi aku kesini ya dadah yumi semangat ya”
--
Malam ini aku tidur di kamar atas rumah ini bersama raina dan narisa sebelum aku tidur kami semua berbincang-bincang sejenak
Kami bertiga berbaling di atas ranjang besar sambil mentatap langit-langit kamar
“onee-chan” seru narisa sebelum tidur
“iya”
“tadi itu ka falco?” tanya narisa
“iya yumi itu falco ya?” tanya raina lagi
“aaaaaaaaa” aku menutup wajahku dengan selimut “nggak tauuuuuu”
“ah masa?” ledek raina “kok aku nggak percaya ya mi itu pasti falco pacar kamu”
“gak percaya apa si ka” gerutuku
“gak percaya kamu sama di nggak ada hubungan apa-apa” raina tertawa meledek
“ih onee-chan” aku mencubit pinggang raina “dia bukan pacarku dia....”
“ah masa si onee-chan” potong narisa “buktinya waktu kalian jalan bareng waktu itu onee-chan dapet gantungan poselkan? Hmmm”
“ah masa si narisa kok aku nggak tau si? Aku sebagai kakak semacam ketinggalan info” gertu raina
“kakak harus tau ya mereka itu punya gantungan ponsel kembar” ledek narisa
“apa-apaan si kamu de mana kembar aku nggak punya gantungan ponsel dari dia dan kembaran sama dia” elakku
Lalu narisa bangkit dari tempat tidur dan mengambil ponselku yang terletak di atas meja rias
“ini apa?”
Aku spontan langsung mengambil ponselku
“bukan ini bukan dari dia gantungan ini punyaku” elakku lagi
“bohong ah” kata raina “itu dari falco kan?”
Gantungan ponsel ini bukan dari falco tapi dari eriko batinkiu
“udah ah aku mau tidur selamat malam oyasuminasai” aku masuk kedalam selimut
--
Malam ini tidurku nampak tidak nyenyak tiba-tiba aku terbangun di tengah malam dengan tubuh berkeringat padahal suasana kamar dingin karena ada pendingin ruangan
Aku terbangun tiba-tiba perasaanku sangat tidak enak antara aku ketakutan bingung dan sulit aku ungkapkan semuanya membuatku bingung
Aku pun memutuskan untuk keluar kearah balkon dan terduduk diam sedirian sambil melihat langit
Sekarang, nenek sudah tenang disurga aku pun kehilang senyuman khasnya aku hilangan tawanya aku kehilangan semuanya
Oh tuhan, aku pasti akan merindukannya separu jiwaku pergi nenek andai nenek disini meliahatku seperti apa sekarang aku hampa kosong seperti tak memiliki jiwa
Aku pun kembali menangis rasanya benar-benar sakit sangat sakit ketia orang yang kucintai pergi meninggalkan ku selamanya disaat aku mebutuhkannya sebaga sandaranku
Aku terus menangis meluapkan semuanya rasa sedihku kecewaku kemarahanku sekarang siapa orang yang bisa mendengarkanku?
Aku menangis semalaman hingga rasanya mataku sudah perih tak tertahankan tapi aku tak bisa berhenti menangis
Tiba-tiba ponselku berdering dan ternyata falco menelfonku
“halo yumi? Kamu lagi tidur ya? Kok kamu nggak ngasih kabar sama aku” tanya falco
“maaf maaf aku lupa memberi kabar denganmu maaf” suraku terdengar parau
“ayumi kamu baik-baik saja?” tanya falco was-was “kamu nangis lagi?”
“ha? Iya aku baik-baik saja” jawabku bohong “kamu kok sok tahu banget si”
“yakin? Kamu lagi nggak bohong kan sama aku? Kenapa nyaris jam 2 pagi kamu belum tidur?”
“aku nggak bohong kok co. Aku terbangun he-eh” aku berpura-pura tertawa
“yakin? Kamu nggak bohongin aku? Yumi, aku nggak mau liat kamu nangis lagi aku nggak bisa liat kamu nangis”
“aku nggak nangis falco”jawabku sedikit membentak “kenapa kamu khawatir banget si sama aku? Kita baru kenal beberapa bulan bukan? Seharusnya yang kamu khawatirin fani fani lebih memutuhkan kamu ketimabang aku!”
“fani?”
“iya fani kamu suka kan sama dia sejak lama? “ bentakku “Aku tau falco kamu itu sayang sama fani sejak lama begitu juga fani aku datang itu cuman perusak hubungan kalian saja seharusnya aku nggak usah masuk kesekolah jadi aku nggak akan ketemu kamu aku nggak akan jadi orang yang merusak hubungan kalian”
“fani itu benar-benar membutuhkan kamu kamu lebih panats melindungi fani yang lemah dan rapuh ketimbang aku! Aku nggak pantas kamu lindungi fani lebih pantas kamu lindungi dan kamu cintai dia lembut baik dan anggun tak seperti aku...”
“stop! Ayumi kamu bicara apa?! Aku sama fani cuman bersahabat” jawab falco kesal “aku sayang sama fani tapi tapi...”
“aku nggak akan berhenti!” jawabku tak kala ketus “buat apa kamu khawatir sama aku? Buat apa kamu rela-rela datang ke bandung? Aku itu nggak berharga aku bukan fani!”
“ayumi harus berapa kali aku bilang sama kamu aku sayang sama kamu!”suara falco naik 2 oktaf “Buat apa aku rela-rela pergi jauh-jahu kebandung kalo bukan buat orang yang aku cintai? Orang yang aku cintai sedang membutukanku”
“aku sayang dengan fani itu sebagai sahabat! Fani memang anggun baik dan lemah aku tahu dia membutuhkan orang yang kuat untuk melindunginya tapi aku tak bisa mencintainya!” bentak falco
“yang aku cintai kamu ayumi sejak pertama kali kita bertemu senyumanmu membuatku tak berhenti ingin terus melihatnya sejak pertama kali kita pergi ke toko buku saat kamu meminta maaf denganku wajahmu yg lugu membuatku tak bisa berkata-kata”
“saat aku melihatmu tertidur setelah pentas fani aku benar-benar tak berhenti memadangi wajah pucat tak berdaya yang rapuh polos tak berdosa itu tapi hatiku bergetar aku bersumpah akan melidungin dia orang yang aku cintai”
Aku terdiam saat falco mengatakan ‘orang yang aku cintai’
Kesunyian sangat terasa di antara kami
“halo?”
“apa?” jawabku kesal
“cepat kamu tidur sana” perintah falco
“nggak mau aku males tidur!” bentakku
“kamu keras kepala banget si kenapa kamu keras banget jadi orang? Dari awal kita ketemu kamu selalu keras kepala!”
“biarin aku emang keras? Masih mau kamu sayang sama aku? Orang yang paling keras kepala sedunia hati aja dibuat dari es kepala dari batu” jawabku ketus
“udah sana tidur aku cape debat sama kamu” kata falco
“siapa yang debat sama kamu?”
“kamu ayumi! Kamu aaaa kenapa kamu buat aku kaya gini!” teriak falco” kamu selalu buat aku marah selalu buat aku kesal dasar bocah!”
“apa salah aku? Aku nggak ngapa-ngapain” sahutku “kamu juga masih bocah sadar diri!”
“aaaa terserah kamu udah sana tidur bocah aku cape debat sama kamu” ia memutuskan telfonnya
--