Laman

Sabtu, 23 November 2013

journey with love (bab 2)



Yuna hanya duduk diam di samping Vino mereka tidak bertegur sapa sama sekali dan tidak berbicara sepatah kata pun sejak meninggalkan stasiun.
Hari ini cukup macet di daerah bandung terutama ke arah lembang mukin bisa memakan waktu sekitar 2 jam bahakan lebih untuk pergi ke lembang .
Ini sungguh membosankan aaa aku ingin cepat sampai ke rumah om mario aku lelah batin Yuna
“Kamu liat kan? Jalanan macet kaya gini.” maki Vino
“Ma... maaf ini bukan salahku juga.” jawab Yuna “Sungguh kok aku udah berangkat pagi-pagi dari rumah.”
“Ya terserah kamu.” jawab Vino acuh.
“Maaf... maafin aku.” Yuna berusah meminta maaf dengannya
“Yun Yun percuma kamu minta maaf.” jawab Vino ketus “Kita udah terlambat kali selamat menikmati waktu panjang di mobillah.”
Yuna menggigit bibirnya dan diam sambil memandang ke arah luar jendela
“Jangan gigit bibirmu seperti itu !.” teriak Vino
“Eh?.” sontak Yuna pun kaget “Kenapa? Aku biasa melakukan ini dan ayah nggak pernah marah sama aku.”
“Kaya anak  kecil tau.”
“Aku bukan anak kecil Vino.” gerutu Yuna “Sebentar lagi aku punya KTP.”
“Lalu apa? Kamu wanita dewasa? Nggak cocok.” tanya Vino ketus
“Judulnya aku bukan anak kecil.” rajuk Yuna
“Berapa usiamu?  Empat belas tahun bukan.” tanya Vino acuh “Jadi kamu masih anak kecil belum punya KTP.”
“Tutup mulutmu.” dumal Yuna kesal “Aku bukan empat belas tahun lagi sekarang umurku enam belas tahun tiga bulan lagi aku tujuh belas tahun.”
“Jadi? Oh enam belas tahun ya? Dan kamu harus memanggilku kakak.” perintah Vino
“Ha? Kakak? Apa? Bukankah kita lahir di tahun yang sama?.” Yuna tampak kaget “September nanti aku tujuh belas tahun buat apa memanggilmu kakak? Aku tak kan memanggilmu kakak.”
“Aku ini sudah tujuh belas tahu” dumal Vino “Kamu masih dibawaku.”
--
Revan dan Selena terpakasa menggunakan  angkutan umum karena takut biaya naik taksi tidak cukup, adiknya sempat merajuk karena ia sangat kelelahan 2 jam perjalanan akan terasa panjang.
Sambil mengendong adiknya yang sedang tertidur Revan pun memainkan ponselnya.
Terlihat pada layar ponsel foto seorang gadis kecil berambut hitam menggunakan baju terusan bermotif bunga-bunga berwarna putih. Gadis itu tersenyum sambil memperlihatkan kedua lengsung pipitnya yang berada di kedua pipinya. Lalu sambi memeluk seekor kelinci putih kelinci itu nampak senang berada di pelukan gadis kecil itu
Yura, aku datang Yura. Sesuai janjiku padamu dulu tunggu aku di rumah pohon itu Yura  aku akan datang untukmu maaf kan aku aku meninggalkanmu siang itu Yura batin Revan
--
Suasana dalam mobil pun sekarang nampak sunyi. Jalan pun nampak mulai macet. Di dalam mobil hanya terdengar suara ketikan nada keyboard dari ponsel Yuna
“Apa kabarmu?.” tanya Vino tiba-tiba di tengah kesunyian diantara mereka berdua “Semoga baik.”
“He? Aku? Aku.... aku... baik kok.” jawab Yuna terbatah-bata
“Udah lama ya kamu nggak ketemu sama keluargaku kecuali papaku.” Vino asik mengemudihkan stir mobilnya
“He-eh iya.” jawab Yuna sambil nyeyir “Aku nggak tahu mau ngomong apa ketemu sama keluargamu. Mukin selain terima kasih karena telah menjagaku selama aku koma.”
“Hmm... ya ya ya.” angguk Vino “Mukin pindah dari jakarta ke bandung itu suatu hal yang aneh buatmu.”
Yuna terdiam. Ia pun langsung meletakan ponselnya di kedua pahanya.
Andai kamu tahu aku tak ingin pindah ke sini aku sangat mencintai jakarta, mencintai sekolahku mencintai teman-temanku dan Falco pria yang aku cintai sepenuh hatiku dan saat ini aku harus meninggalkan semuanya tunggu Falco pria yang aku cintai? Nggak sekarang nggak batinnya
“Ah, nggak juga.” jawabnya bohong “Lagian aku udah lama mau tinggal di bandung bahkan tahun depan aku sempat berencana kuliah di bandung dan almarhum ayahku cukup setujuh dengan ideku ini.”
Vino mendesah
“Berat ya.” katanya “Harus kehilangan orang tua.”
Yuna tersenyum getir dadanya begitu sesak mengingat kejadian empat bulan lalu saat orang tuanya meninggal dalam kecelakaan yang tragis. Dimana ia harus terbaring koma lalu saat ia sadar ia mendapatkan bahwa kedua orangnya telah tiada.
“Maaf maafkan aku Yuna aku-“
“Ah nggak apa-apa.” jawab Yuna sambil tersenyum getir “Bukan salahmu juga kok aku nggak apa-apa wajar semua orang mengkhawatirkanku.”
Mata Yuna mulai berkaca-kaca sekuat tenaga ia mencoba untuk tidak menangis untuk tidak mengingat semua kejadian itu. Ia terus menggigit bibirnya berusa sekuat tenga untuk tidak menangis
“Yuna jangan nangis Yun  aduh Yuna jangan nangis aku nggak-“
“Ah nggak apa apa vin.” potong Yuna “Aku nggak apa-apa sunggu deh percaya  lah denganku.”
Setelah menempuh perjalanan sekitar 2 jam lebih menuju lembang bandung sampailah mereka di lembang. Hawa sejuk menusuk kedalam tulang rasanya siang-siang seperti ini nampak seperti sore hari.
Vino pun memarkir mobilnya di garasi sebuah rumah tua bercat biru yang nampak usang dimakan usia seorang pria paruh baya sedang duduk di teras sambil asik membaca koran
--
Setelah menempuh perjalan yang lumanyan lama Revan pun tiba di sebuah gang kecil dan sepi sambil mengendong Selena adiknya Revan berjalan menerusru gang tersebut sampailah ia di depan rumah yang nampak tua lusang dengan pagar besinya yang menjulang tinggi namun catnya telah luntur
“Kakek... nenekkk.” teriak Revan “Revan datang kek.”
Lalu sepasang suami istri nampak telah lansia sekitar berumur lebih dari enam puluh tahun pun keluar dari rumah tersebut . wajah sang istri nampak sumringah melihat kehadiran Revan
“Revan...” serunya sambil terus tersenyum
“Aku pulang.” jawab Revan
“Kakek nenek Elen kangen kalian.” rajuk Selena
Lalu sang suami paru baya dengan sigap membukaan pintu pagar rumahnya.
“kakek!.” teriak Selena sambil berlari memeluk laki-laki paru baya tersebut
“aduh ini teh neng geulisnya aki nyak?.”[1] pria itu mengelus rambut hitam Selena dengan lembut “sekarang sudah besar pisan euy si neng geulis.”[2]

     “iya dong.” jawab Selena sumringah
“umur neng geulis teh sabarah atuh?.”[3] tanya kakek dalam bahasa sunda yang mukin tidak Selena mengerti
“kakek ngomong apa?.” Selena menggit bibinya “Elen nggak ngerti.”
“kata kakek berapa umurmu?.” jawab Revan
“oh Elen udah gede loh kek Elen udah sepuluh tahun.”  jawab Selena sambil tersenyum bahagia
--
“Yuna?.” seru pria itu tak percaya
“iya?.” jawab Yuna sambil menutup pintu mobil “kenapa om?.”
Pria itu menaruh korannya di atas meja lalu ia menghampiri Yuna yang sedang berdiri samping mobil sedan tuanya.
“syukurlah kamu telah tiba.” pria itu memeluk Yuna “om sungguh khwatir kamu takut kesasar.”
“nggak kok om.” Yuna mengeleng “Yuna ngerti jalan kok ya walau sedikit buta peta.”
“untung nggak dibohongi sama orang. Wajah mu terlalu polos.” sindir Vino
Lalu tiba-tiba dari dalam rumah seorang wanita paruh baya dan seorang anak laki-laki yang usianya nampak lebih muda dari Yuna
              “Yuna!.” teriak wanita paru baya itu ketika melihat Yuna
Yuna pun spontan melepaskan pelukanya dengan om mario dan berlari langsung memeluk wanita paru baya itu
“tante estte? aaaa aku merindukanmu.” isak Yuna
“aku juga sayang.” tante estter pun mengelus rambut cokelat Yuna dengan lembut
“maaf ya tante setelah kematian orang tuaku aku tidak pernah menghubungi tante.”
“aku tahu perasaanmu.” tante estter pun memeluk yuan dengan erat “kamu harus menata hidupmu lagi sayang.”
“iya.” angguk Yuna
“dan semoga kondisi kesehatanmu tetap berangsur membaik.” tante estte pun tersenyum
“Yuna akan berusaha untuk sehat seperti dulu.”
--
Revan dan Selena pun masuk kedalam rumah tua itu rumah ini sangat sederhana dibanding  dengan rumahanya yang ada di jakarta nampaka mewah dan Elengan rumah ini hanya sebuah rumah tua yang sangat sederhana ditambah lagi dengan suasana pedesaan yang cukup sepi menanbah nilai perbandiangan dengan jakarta.
Disini, disini nampak sangat damai. Ini yang ku cari selama ini batin Revan
“ayo duduk dulu Revan.” kata nenek “biar kakekmu mengajak Elen tidur di kamar dan menaruh barang-barangmu juga.”
“ah nenek tidak usah aku bisa kok.” elak Revan
“akang ayo mangga atuh biar aki teh yang bawa barang-barang ini kau duduk lah dan ninimu.”[4] memrampas tas ransel yang ada di tanganya
Revan pun tak kuasa menolaknya
Nenek pun duduk diatas sofa tuanya yang sudah tak layak pakai
“Revan sini atuh nini teh hayang ngawangkong jeung maneh.”[5] seru nenek dengan bahasa sunda yang begitu fasi
“iya? Nek ku naon atuh manggil Revan?.”[6] sahut Revan
“kamu teh benar mau tinggal disini?.” tanya nenek tampak ragu
“ya.” suara Revan nampak lantang  “aku akan tinggal disini dan meneruskan kuliah disini nek aku lelah melihat keadaan papa dan mama.”
“papa mamamu teh kumaha?[7]Ada apa sama mereka? Mereka teh tahu?.”tanya nenek nampak tak percaya “nenek teh kaget atuh pas mamamu seminggu yang lalu bilang kamu mau tinggal disini.”
“selama enam bulan ini hubungan mereka nampak kurang harmonis” Revan mendesah “dan mama memutuskan untuk mengirimku kesini sampai keadaan membaik.”
“terus si neng geulis kumah? Kasihan atuh.”[8]
 “sebetulnya, mama melarang Selena ikut denganku tapi kalau ia terus melihat papa dan mama bertengkar terus bagaimana keadaan psikisnya nek dia masih sangat kecil.”
“baik lah tapi kamu teh emang mau tinggal dirumah sederhana  kaya gini Revan teh?.” tanya nenek
“ya nek dengan senang hati. Nanti aku akan berusah berkerja membantu nenek dan kakek disini ya itung-itung aku cari uang jajan buat kuliah.” jawab Revan
“lalu bagaimana dengan sekolah Selena? Apa ia mau sekolah disini?.”
“Selena sangat ingin sekolah dan tinggal disini.” jawab Revan “mama sudah mengurus semuanya dan kuliahku nanti aku juga sudah dapat universitas yang ada di bandung ini.”
Nenek nampak sedikit lega mendengar perkataan Revan
“dan satu lagi nek.” tambah Revan “mama setiap bulan akan membiayain kita semua kok tenang lah. Aku juga akan berkerja untuk mencari uang jajanku.”
Nenek hanya tersenyum
--
Tante estter pun menyeret Yuna untuk masuk kedalam rumah. Rumah ini napak sederhana berbeda dengan rumahnya. Di ruang tamu terlihat ada sepasang suami istri muda dengan istrinya yang sedang hamil cukup besar dan istrinya pun tersenyum saat melihat Yuna
“selamat datang adik kecilku.” sapa si istri
“kak vero? Ini benar ka vero?.” Yuna nampak tidak percaya melihat wanita hamil yang sedang duduk di sofa ruang tamu itu ia terus mengelus-elus lembut perutnya yang sudah nampak membesar.
“iya ini aku Yuna.” senyum kak vero tampak mekar “sudah lama aku tidak bertemu denganmu.”
Yuna pun menghampiri kak vero dan memeluknya erat
“kakak... aku merindukanmu.” isak Yuna “bagaimana setelah perinikahanmu dua tahun lalu? Bukan kah kakak sekarang tinggal di jepang? Apa sekarang ini-”
“ini hasil buah cintaku dengan eriko.” kak vero nampak sumringah memberitahu tentang hal ini
“jadi baru ini?.” tanya Yuna kaget
“Yuna... Yuna kamu maunya berapa?.” ledek kak vero “sebelas? ini juga aku berharap cukup lama dan baru mendapatkannya sekarang.”
“berapa usia kandungan kakak?.” tanya Yuna mengalikan pembicaraan
“berjalan enam bulan.”
“oh.”
--
Setelah perbincangan singkat Revan dengan neneknya. Revan pun memutuskan untuk pergi ke dalam kamarnya. Kamarnya saat ini cukup sederhana. Ruangan yang mukin menurut Revan ini tak layak di gunakan sebagai kamar ruangan yang bercat biru dengan catnya yang sudah mulai terkelupas hanya berisi sebuah ranjang tua meja belajar yang nampak usang di makan usia dan sebuah lemari baju yang nampak sudah tak layak di gunakan
Bisa-bisanya papa tidak pernah memperhatikan nenek dan kakek lagi kasihan kakek dan nenek papa sibuk dengan urusannya sampai orang tuanya sendiri tidak ia perhatikan. Buat apa papa hanya memhabiskan uang yang tak penting batin Revan
Revan pun merebahkan diri senjenak. Mata hitamnya memejam erat dan pikiranya pun menerawang entah kemana.
“kakak.” seru gadis kecil berambut hitam sambil memeluk Revan dari belakang
“ada apa Yura?.” tanya Revan
“hhmm... Yura... hmm... mau kakak gendong Yura nggak?.” pinta gadis kecil itu
“kemana?.”
“ke rumah pohon.” katanya
“kita mau ngapain Yura?.” tanya Revan
“Yura mau kesana aja.” gadis itu tersenyum “aku ingin memandang langit dari sana kak dan tentu kakak harus menemaniku.”
“kenapa harus aku yang menemanimu?.” tanya Revan bingung
--
“jadi kak vero sama kak eriko sampai kapan di indonesia?.” tanya Yuna napak antusius
“selama empat bulan ini kami akan tinggal disini hmm... mukin vero nampak ingin tinggal lebih lama disini.” sahut pria berkulit pucat yang duduk di samping kak vero
“he? Kenapa? Kok lama banget.” tanya Yuna kaget “emang kak eriko nggak kerja apa?.”
“kakak mau melahirkan anak ini di indonesia saja.” jawab kak vero sambil tersenyum
Yuna pun mengelus perut kak vero yang nampak mulai membuncit.
“hai adik bayi kamu cepat lahir ya nanti kita main sama-sama oke?.”
“iya kakak dedek juga mau main sama kakak.” jawab kak vero seperti anak kecil
“kak vero.” gerutu Yuna “aku ngomong sama adik bayi yang sedang ada di perut mu bukan ibunya.”
“duh adik kecil kakak yang satu ini.” kak vero pun menjitak lembut kepala Yuna “kakak bercanda tau.”
“kak vero dari dulu nggak pernah berubah sama Yuna.” gerutu Yuna “Yuna udah gede tau kak bukan anak kecil lagi.”
“oh iya?.” tanya kak vero dengan nada meledek “kok kakak nggak percaya ya kaya kamu masih kecil deh masih tiga belas tahun kan?.”
“kak veroooo...” teriak Yura
“apa Yuna sayang.” ka vero menjulurakan lidahnya seperti anak berumur lima tahun.
--
Yura, oh Yura kenapa aku terus teringat olehnya ada apa ini? Semenjak aku kembali kesini aku selalu teringat Yura. Yura bagaimana kabarmu? Aku harap kau menjadi seorang gadis yang cantik seperti saat kau masih kecil  batin Revan
Revan membuka kedua matanya. Ingatan tentang cinta pertamanya tak pernah bisa ia hapus walau sudah hampir satu dekade ingatannya tenteng Yura tak pernah bisa ia hapus.
Gadis kecil bElensung pipit itu apa saat ini menjadi seorang gadis yang cantik dan manis? Apa iya tetap seperti dulu? Lalu apa ia masih sering pergi kerumah pohon itu? Ah aku benar- benar tidak bisa berhenti memikirkan Yura. batin Revan
“Yura.” seru Revan
“iya?.” jawab gadis itu
“Yura nggak bosen kakak gendong terus?.” tanya Revan sambil mengendong gadis kecil yang ia panggil Yura tersebut.
“nggak yula nggak pernah bosen.” jawab gadis kecil itu sambil tersenyum sumringah
“yakin?.”
“iya kakak nanti kalo nanti yula nikah sama kakak yula mau terus setiap hari yula di gendong sama kak Revan.”
Revan pun menurunkan Yura diatas rerumputan yang membentang di bawah sebuah pohon besar.
“Udah sampai Yura.” kata Revan
Yura pun turun dari punggung Revan
“Yura.” Revan pun duduk diatas rerumputan hijau yang terbentang di bawa rumah pohon ini
“iya kakak?.”
Revan pun memeluk Yura dengan erat
“Yura, aku sayang kamu.” bisik Revan tepat di telinga Yura “kamu mau nikah sama kakak kalau kita sudah besar nanti?.”
“eh? Kakak kenapa? Kenapa kakak ngomong kaya gitu?.” gadis itu nampak bingung dengan perkataan Revan
“karena, aku mencintaimu Yura...” bisiknya “mau kah kamu hidup bersamaku? Saat kita dewasa nanti kita menikah hmm?.”
Yura pun diam terpaku
“Yura.” seru Revan
Yura pun memeluk erat Revan lalu ia menangis
“Yura kenapa nangis? Kakak salah ya?.” tanya Revan was-was “kakak salah ya bilang kaya gitu? Harusnya-“
“tanpa kakak bilang kaya gitu impian Yura hanya ingin jadi istri kakak.” potong gadis itu
“Yura-ya”
“yula sayang kak Revan” isak gadis kecil itu
Tiba Revan pun mereguh wajah Yura dengan kedua tanganya lalu dengan lembut ia mencium bibir tipis Yura. Yura pun hanya diam terpaku dan menangis terseduh-seduh
“aku janji kita akan menjadi suami istri suatu saat.” Revan melepaskan ciumannya
Yura hanya terdiam tatapan matanya hanya kosong mata hitamnya mengisaratkan jangan pergi namun Revan tak bisa membalasnya
“Yura?.” seru Revan
“kakak... kakak serius?.” tanya Yura
“iya.” Revan menjulurkan jari kelikingnya “Yura mau kan jadi pendamping Revan? Revan sayang Yura, Revan mau. ”
“iya.” angguk Yura
“kalau aku sudah besar nanti aku kan datang lagi kesini menikah denganmu lalu membawamu keliang dunia.”
“janji ya kak.” rajuk Yura
“kakak janji.” ia tersenyum “calon istriku, aku mencintaimu.”
--


[1] ini gadis cantiknya kakek ya?(biasanya panggilan neng geulis diberikan kepada anak perempuan yang masih kecil/perempuan yang baru dikenal agar terlihat akrab)

[2] sekarang sudah besar ya cantik sekali

[3] umur gadis cantik berapa?
[4] kakak sini biar kakek yang bawa barang-barangnya kakek pun kamu duduk lah berbincang dengan nenekmu
[5] Revan kesini lah nenek mau bicara denganmu
[6] iya? Kenapa nek panggil Revan?
[7] papa mamamu bagaimana?
[8]terus si gadis cantik bagaimana?

Selasa, 19 November 2013

journey with love (bab 1)



Jam weker Yuna pun berdering Yuna pun terbangun dari tidurnya, pagi ini ia harus pergi ke bandung dengan kereta sendirian.
Ia pun mandi dengan terburu-buru. Jam wekernya menunjukan pukul setengah enam pagi kereta menuju bandung pun berangkat satu jam lagi. Belum lagi jarak dari rumah ke stasiun cukup jauh
Setelah selesai mandi dan siap-siap Yuna pun keluar dari kamarnya. Sejenak ia memandangi kamarnya sebelum ia menutup pintu kamarnya.
Selamat tinggal semua kenanganku. selamat tinggal semuanya. batinnya
“Non, non Yuna cepat taksinya sudah datang.” Teriak mbok Darsim dari depan
Secepat kilat Yuna pun lari sambil membawa tas kopernya.
“Mbok, Yuna berangkat dulu ya.” pamit Yuna saat sebelum masuk kedalam taksi
“Hati-hati di jalan ya non. kalau non sudah sampai di bandung non telfon mbok ya non Yuna.”
“Pasti.” angguk Yuna
“Hati-hati Yuna.”
Yuna pun masuk kedalam taksi.
“NON....” teriak mbok Darsim
Yuna membuka kaca jedelanya sedikit “Iya ada apa mbok?.”
“Kalau... kalau.. den Falco tanya non jadi ke bandung atau nggak mbok jawab apa?.” Mbok Darsim nampak bingung
“Bilang aja Yunanya udah berangkat. Jangan ganggu Yuna lagi apa lagi cari Yuna.”
--
Revan pun membawa tas ranselnya sambil menutup pintu kamarnya ayahnya pun memaksa Revan untuk tinggal di rumah kakeknya di bandung bersama adik perempuanya karena selama beberapa bulan belakangan ini semua nilai-nilai Revan nampak menurun prestastinya merosot drastis. Bahkan nilai ujian akhirnya hanya pas-pasan padahal seharunya Revan bisa mendapat nilai yang lebih baik dar nilainya saat ini.
“Kakak ayo kita berangkat.” seru Selena antusius
“Iya ayo ayo.” jawab Revan
“Revan, tunggu nak.” seru ibunya saat mereka sampai di depan pintu keluar rumah
“Apa lagi ma?.” jawab Revan ketus
“Hati hati ya di jalan jaga Selena baik-baik.” perintah ibunya
“tanpa mama kasih tau aku juga ngerti kali.” jawab Revan ketus “Aku ini kakaknya.”
--
Yuna pun sampai di stasiun kereta api susah payah ia menarik kopernya. Jam tanganya menunjukan jam 6.20 tinggal 10 menit lagi keberangkatan kereta menuju bandung. Yuna dengan susah payah ia berlari sambil membawa kopernya.
Astaga bodoh kenapa aku bisa kesiangan seperti ini nanti kalo ketinggalan kereta gimana? Aaa bodoh Yuna bodoh kalau aku telat habislah riwayatku batinya
Ponselnya pun berdering diabaikanya karena ia benar-benar terburu-buru ia terus belari menunju arah peron kereta api sambil menyeret kopernya melewati anak tangga dengan terburu-buru
--
Revan pun berlari terburu-buru demi mengerjar kereta yang menuju ke bandung  sambil membawa tas ranselnya ia menyeret Selena berlari ke lantai atas nafasnya tersengal-sengal keringan mengucur di dahinya
Semoga masih keburu batin Revan
“Kakak pelan-pelan.” rajuk Selena
“Kita harus buru-buru Elen. kamu mau kita nggak jadi ke rumah kakek?.” tanya Revan nampak  sedikit kesal.
“Maaf kak maaf Elen.”
--
Yuna kenapa kamu nggak angkat telfonku? Batin Falco kesal
Falco pun membantin ponselnya ke atas kasur.Pikirannya saan ini sangat kacau kejadian tempo hari membuat hubungannya cintanya dan juga persahabatnya dengan Yuna berantakan.
Apa Yuna benar-benar akan pergi meninggalkanku? Batin Falco
Jam dinding dikamarnya menunjukan pukul 6.25 menit secepat kilat Falco mengambil jaketnya lalu dengan terburu-buru ia pergi dengan menggunakan motornya
--
Nafas Yuna pun mulai memburu. syukurlah masih ada sisa waktu 3 menit sebelum keretanya berangkat lalu Yuna pun masuk kedalam kereta dan mencari tempat duduk. Syukur lah ia mendapat tempat duduk di dekat dengan jendela
Lalu ponselnya pun kembali berdering ternyata sms dari Falco
From: Falco
Yuna kamu nggak serius kan? Kamu nggak akan ninggalin aku?
Yuna tunggu aku Yuna jangan pergi dulu aku benar-benar ingin berbicara denganmu Yuna
 5 menit lagi aku sampai
Yuna hanya tersenyum getir sambil memandang kearah jendela kedua telinganya tertutup oleh earphone
“Kakak... ini kursinya kita kan?.” tiba-tiba suara anak kecil membuarkan lamunan Yuna
“Ah, iya ayo kita duduk.” lalu seorang pria yang kira-kira sebaya denganya duduk di kursi yang kosong di hadapanya sambil menauruh tas ranselnya di atas dan gadis kecil berusia sepuluh tahun duduk di kursi itu sambil mendesah
Yuna hanya tersenyum tipis dengan mereka dan berusaha ramah.
“Kakak... aku nggak sabar mau liat pemandangan.” ucap seorang gadis kecil kira-kira berumur sepulu tahun
“Sabar ya Selena sayang.” jawab pria itu “sebentar lagi kereta ini akan berangkat.”
Lalu pria itu mengedong gadis kecil itu dan memangkunya dikedua pahanya.
Yuna hanya terdiam dan melirik kearah mereka sejenak
Aku iri... aku ingin menjadi gadis kecil itu dia punya seorang kakak yang baik aku? Aku hanya seseorang yang sebantang kara aku ingin seperti gadis kecil itu ya tuhan. batinya
“Aku ingin cepat sampai di rumah kakek.” ucap gadis itu antusius “Aku mau peluk kakek.”
“Iya sabar ya sebentar lagi kita akan sampai kok” pria mengelus lembut pipi gadis kecil itu
“Benar ya ka” rengek gadis kecil itu
“Iya iya bujuk keretanya biar cepet jalan.” ledek pria itu
“Kakak jahat.” gadis kecil itu memanyunkan bibinya “Kereta bukan adik bayi yang bisa di bujuk.”
“Aku bercanda.” pria itu mengacak-ngacak rambut gadis kecil itu
--
Gadis ini kenapa membuatku seperti salah tingkah? Batin Revan
Sambil memangku Selena di kedua pahanya mata Revan tidak berkedip memperhatikan gerak-gerik gadis yang duduk berhadapan dengananya saat ini
Dia cantik, walau tubuhnya nampak mungilnya seperti anak kecil itu hanya di balut dengan celana jeans dan kaus. Tapi, nampak seperti malaikat kulitnya putih seperti susu lalu rona pink di pipinya sangat manis.
Rambut cokelatnya nampak halus seperti sutra. lalu senyum ramahnya tadi aaa matanya kedua matanya yang berwarna cokelat itu saat iya menerjap... oh tuhan aku benar-benar beruntung hari ini bisa melihat gadis semanis gadis ini batin Revan
“Kakak...” seru Selena
“I..iya.” jawab Revan
“Sebentar lagi keretanya berangkat kan?.”
Revan mengangguk hidmat
Gadis yang duduk di depan Revan hanya bisa terdiam sambil terus memandang kearah jendela
“Kak, kakak kenapa?.” tiba-tiba Selena bertanya dengan gadis yang ada didepan mereka
“He? Aku?.” gadis itu nampak bingung “Kenapa?.”
“iya ka kakak kenapa? Kok kayanya sedih.” tanya Selena
Revan hanya bisa mengigit bibir bawahnya sambil menahan malu atas sikap adiknya ini
Gadis itu tersenyum  “Aku nggak apa-apa kok sayang. Aku juga nggak sedih.”
Gadis itu lalu memansang earphonenya kembali di kedua telinganya
Sontak senyuman gadis itu makin membuat detak jatung Revan kini tidak beraturan.Namun, di balik senyum manis gadis itu tersirat sebuah kesedihan mendalam darinya sorot matanya sangat mengambarkan sebuah rasa kesedihan yang tak kunjung hilang.
Ya tuhan aku ingin melindungi gadis ini ia nampak sangan lemah dan lembut seperti sebuah setangakai bunga mawar putih tuhan izinkan aku melindungi gadis ini aku tak ingin melihat sorot mata kesediahan itu batin Revan
--
Dan kereta api pun sudah berangkat
“Bodoh.... aku bodohhh..... “ Maki Falco
Falco hanya bisa terduduk lemas di kursi ruang tunggu. Nafasnya tidak beraturan kedua tangan kekar kecokelatanya hanya bisa mengepal kuat
“bodoh aku bodoh kenapa aku menganggap ucapan Yuna itu bohongan.” makinya lagi
Falco hanya bisa menggigit bibirnya sambil menahan air matanya
Yuna, maafkan aku seharusnya aku percaya denganmu Yuna kenapa kamu pergi apa aku tak bisa mendapatkan sebuah kesempatan kedua? Batin Falco
Kedua telapak tanganya mengepal kuat hingga nyaris membuat buku-buku jarinya retak rasa sesalnya kini tak berati karena Yuna benar-benar sudah pergi
Tanpa ia sadari air matanya pun mulai menetes di pipinya. Kini ia hanya bisa menyesal atas perbuatanya
“Cowok kok nangis? So like melankolis.” sahut seseorang
--
Kereta api pun mulai meninggalkan stasiun kereta dan Selena napak tersenyum bahagia ia terus mengoceh tidak jelas.
Revan makin merasa malu dengan sikap adiknya mukin membuat gadis yang ada di hadapanya tidak nyaman.
Tiba-tiba selana pun tertidur di pangukanya dan gadis yang ada di depanya pun juga tertidur pulas sambil bersender dengan jendela kaca.
Revan pun terdiam matanya terus menatap gadis yang sedang berada di depannya
Lalu ia teringat sesuatu
“Aduh” teriak seorang gadis kecil “kakak... tunggu aku”
Lalu Revan menghampirinya
“Kamu kenapa?” tanyanya
Lalu gadis itu meringis kesakitan
“Kakak kakiku sakit.” lalu ia menujukan lulutnya yang berdarah
“Kamu nggak hati-hati si Yura.” dumal Revan
“Aku kan nggak tau ada lubang.” isaknya Kakak aku nggak bisa jalan kakiku benar-benar sakit.”
Lalu Revan menjitak lembut kepala gadis kecil itu
“Makanya kamu jangan suka loncat-loncat.” ledek Revan “Mau aku gendong?.”
“Aku nggak loncat-loncat tau.” gerutu gadis itu
“Iya deh iya aku iyain aja.”
Lalu Revan berjongkok diatas tanah
“Ayo sini aku gendong kamu gadis manja.”
Lalu gadis kecil itu tanpa aba-aba naik ke punggung Revan.
“Sabar sedikit ya Yura sayang nanti lukanya kakak obatin.”
--
“Berhenti memandangiku seperti itu.” maki Falco kesal dengan seorang gadis bertubuh tinggi yang duduk di dekatnya
“Kamu nangis? Cowo kok nangis.” sinidirnya
“Diam kau! tutup mulutmu.” maki Falco dengan suara berteriak “Mau saya nangis mau saya kenapa itu bukan urusanmu.”
“Aku sudah diam dari tadi.” jawabnya “Aku nggak ngapa-ngapain.”
“Sebaiknya kamu pergi.” perintah Falco
“Aku nggak mau pergi.” jawab gadis itu “Aku mau disini nggak boleh? Hak aku kali.”
“Menjauhlah dari saya.” suara Falco terdengar parau
Sejenak susana hening. Hanya terdengar suara keramaian orang yang lalu-lalang di peron kereta.
Falco tak berhenti-henti menangisi kepergian Yuna. Seharusnya ia tau dari awal seharusnya ia bisa mencegah Yuna pergi tapi semuanya terlambat
--
Yuna pun terbangun dari tidurnya. Sejenak ia mengehela nafasnya. nafasnya mulai tidak beraturan.
Sepertinya akan sampai sebentar lagi bantinya
Lagu yang di mainkan di ponselnya pun terus menyala.
‘I don't know how to live without you.
I don't know how to breath in life.
tell myself I'd stop everyday knowing that I won't Because of you Because of you.
It's the truth I don't know how to sleep without you.
I don't know how to fix my heart.
tell myself I'd stop everyday knowing that I won't.
even if I did I don't know, If I'd try
Do I wanna believe you think the same.

I am missing you.
And I want you believe same love as me.
I am missing you You've given me your one last Adios, but why do I still wanna believe.
I don't know I'm missing you in good time, Don't say good bye.
I don't know how to sMile without you.
I don't know how to wait for you.
tell myself I'd stop everyday knowing that I won't.
Even if all the things were true, If I'd try.
Do I wanna believe you think the same.’
=CN BLUE- Don’t say goodbye=

Jam tanganya menunujukan pukul 8.45 kemukinan kereta ini akan sampai jam 9.15 masih ada setengah jam lagi baru tiba di stasiun bandung.
Mata Yuna pun melirik kearah anak laki-laki yang tertidur sambil memeluk adik perempuannya.
Aku baru sekali ini melihat ada cowo yang mau menjaga adiknya hmm... berbeda ya dengan Falco. eh Falco? Perduli apa lagi aku denganya? Hmm? Bodoh masih saja aku memikirkan orang itu perduli apa dia denganku? Buktinya dia benar-benar mau datang hmm... Yuna jangan bodoh batinya
--
Kereta pun mulai masuk ke stasiun bandung.  Sedikit terlambat setengah jam napaknya
“Hey... keretanya sudah sampai.” bisik seseorang
Revan pun menyipitkan kedua matanya ternyata itu gadis yang duduk berhadapan denganya tadi.
“Sudah sampai?” tanya Revan tak percaya matanya sedikit menyipit
Gadis itu mengangguk.
“Iya sudah, sampai kamu masih mau disini?.” tanyanya ramah
Revan pun membangunkan adiknya dan adiknya sedikit marah lalu memkerutkan bibir kecilnya yang tipis karena dibangunkan Revan Dan gadis itu hanya tersenyum melihat tingkah adiknya.
“Adikmu lucu ya.” katanya “rasanya aku ingin memeluknya.”
“He-eh... i..i..ya terimakasih.” jawab Revan terbanta-banta
“Aku pergi dulu ya.” kata gadis itu “Semoga kita bisa bertemu lagi dadah adik manis.”
Lalu gadis itu berbalik badan dan pergi meninggalkan Revan sambil membawa tas kopernya
“Tunggu...” teriak Revan namun teriakanya tidak di hiraukannya
--
Yuna pun turun dari kereta api sambil membawa kopernya. Ponselnya masih terus ia genggam dan ia sedikit kebingungan
Aduh ini mana yang jemput ya kok belum datang aish Vino lama sekali batinya
Lalu ia duduk diatas kursi peron sambil menggigit  bibir bawahnya ia sangat gugup karena yang menjeputnya bukan om mario tapi anaknya sedangkan Yuna hanya sekali betemu dengannya kurang lebih dua tahun yang lalu
Tiba-tiba ponselnya berdering
“Halo?.” sahunya
“Kamu di mana si?.” maki seseorang dari telfon “Katanya sampai jam sembilan pagi ini lewat dari jam sembilan  tahu.”
“Maaf aku nggak tau kalau telat kaya gini.” jawab Yuna “Kamu dimana?.”
“Maaf maaf kalo kasih janji itu yang bener dong Yun.” maki orang itu
“Aku kan udah minta maaf. maafin aku.”
“Yaudah lah terserah. cepetan aku tunggu kamu di parkiran kalo kamu masih lama juga aku tinggalin kamu.” lalu orang itu menutup telfonnya
--
“Kakak kakak lihat itu.” perintah Selena
Revan pun mengalihan pandanganya ke arah Selena
“Apa sayang?” tanya Revan
“Itu.” Selena menujuk sesuatu yang tergeletak di kursi “Itu apa? Mukin itu milik kakak cantik yang tadi ya?.”
Sebuah sapu tangan bermotif bunga kecil-kecil tergeletak di kursi itu secepat kilat Revan mengambil sapu tangan berwarna biru itu dari kursi dan menaruhnya di saku celananya.
Sapu tangan ini pasti milik gadis itu batinya
“Ayo kita cepat turun.” perinta Revan sambil menarik tangan adiknya
“Iya ayo kakak aku ingin cepat bertemu kakek.” seru Selena antusius
--
“Kamu dimana? Cepat lah keluar.” maki seseorang dari telfon
“Iya iya.” jawab Yuna Yuna pun berlari menuju kearah keluar stasiun kereta
“Kamu bisa cepet nggak si? Aku tunggun kamu di pintu keluar kalo nggak aku tinggal nih.” lalu orang itu memantikan telfonnya
Yuna pun terus berlari kearah pintu keluar. Keringat di dahinya mulai bercucuran deras lalu sampai lah ia di pintu keluar stasiun ini di dekat pintu stasiun berdiri seorang pria menggunakan kemeja kotak-kotak berwarna hijau muda di padukan dengan celana jeans berwarna hitam. bertubuh tinggi sempai. Wajahnya nampak sangat kesal menunggu lama.
“Vino?.” tanya Yuna ragu
“Ah.” erangnya “Sari mana saja kamu Yuna? Tau nggak si aku nungguin kamu nyarisn dua jam.”
“Ma...ma... maaf.” jawab Yuna terbatah-bata “Tadi keretanya sedikit terlambat karena ada gangguna tekhik jadi aku terlamabat datang sesuai jadwal.”
Pria itu tersenyum kecut mendengar penjelasan Yuna
“ya.. ya.. suka-suka kamu deh Yun.” jawabnya
Yuna pun menuduk merasa bersalah
“Ayo cepetan.” perintah pria itu “Mana tas kopermu sini biar aku yang bawa deh.”
“Eh?.”
Lalu pria itu merampas tas koper Yuna Yuna hanya bisa tercengan melihat sikap pria ini.
“Yuna ayo!.” teriak pria itu “Kamu kok malah ngelamun? papaku udah nungguin kamu di rumah cepat lah jalan hari ini macet hari ini hari sabtu bandung akan nggak bisa jalan.”
Yuna pun berlari mengejar pria itu.
Menyebalkan kenapa aku harus serumah dengan pria ini hmmm oke satu tahun ini akan panjang untuku batinnya.
--
Revan dan selana pun berjalan menuju pintu keluar stasiun hari ini suasana stasiun cukup ramai ya karena hari ini adalah hari sabtu dan bandung salah satu kota wisata yang sangat diminati oleh wisatawan terutama dari arah jakarta
“Kakak kita naik apa kerumah kakek?.” tanya Selena
Revan pun merunduk sedikit  “Hhm.. Elen mau naik apa?.”
“Naik pesawat.” Ledeknya.
“Selena.” Revan menjitak kepalanya “Kamu ini yaudah ayo kita cari angkot aja kakek bilang hari ini ia tidak bisa menjemput kita katanya kakek sedang kurang enak badan.”
“Apa? Kakek sakit kak?.” tanya Selena was-was
“Iya Elen.”
Semoga aku tidak kesasar kerumah kakek karena nyaris satu dekade yang lalu aku terakhir ketempat itu batin Revan
--