Laman

Senin, 10 Maret 2014

jorney with love (bab 4)



28 July
Aku kembali terbangun di tengah malam seperti biasanya. Kebiasaan ini belum bisa kurubah sedikit pun hehe. Mukin kalau ibu saat ini masih berada disampingku ibu akan memarahiku sambil mengatakan “Yuna! Rubah kebiasaan burukmu bagaimana kau tidak sering sakit jika seperti ini?”
Dan saat ini aku merindukan ocehan seperti itu dari bibir ibuku.
Ayah ibu kalian tahu? Aku sangat merasa kesepian saat ini. Aku merindukana kalian....
Aku kesepian sekarang...
Ya walau saat ini aku memiliki om Mario dan tante estter yang mengangapku seperti anaknya sendiri lalu kak vero yang menganggapku seperti adiknya sendiri juga vico yang sangat senang menmperkenalkan aku kepada teman-temanya bahwa aku kakanya tapi, hanya Vino lah yang tidak bersikap baik denganku. Keluarga ini sungguh baik menerimaku. Sejujurnya aku cukup senang di sini apalagi di kota ini.
namun perasaan ini tak dapat ku bohongi lagi.
Aku merindukan kalian ayah ibu. Air mataku benar-benar sudah kering hingga aku tak sanggup lagi untuk menangis.
Aku ingin kembali seperti dulu apakah itu mungkin? Mustahil.
Ibu, aku ingin menangis sambil memelukmu saat ini juga. Aku sangan merindukan pelukan hangatmu.
Aku sedih. karena aku kehilanganmu ibu, namun, sapu tangan yang biasa kau gunakan untuk menghapus air mataku kini telah lenyam etah kemana karena kebodohanku.
Ibu, satu-satunya barang yang bisa membuatku merasa kau masih ada di sampingku saat ini telah lenyap.
Aku benar-benar kesepian saat ini. Kemana sekarang aku harus bersandar? Aku bingung aku tak tahu lagi haus bagai mana.
Aku tak sanggup, tak sanggup lagi untuk menangis. Apa aku harus kembali mendengak segelas alkohol? Ibu ayah maafkan aku aku benar-benar tidak sanggup lagi.
Yuna pun berhenti menulis. Ditutupnya dengan kasar buku harinya dan ia lemparkan keatas ranjang tidurnya.
Aku gila seperti ini. Aku benar-benar lelah dengan semuanya sampai kapan aku begini? Aku benar-benar kehilangan gairah hidupku saat ini seharunya aku itu ikut mati dengan orang tuaku  batin Yuna
Yuna pun menarik selimutnya kembali dan mencoba untuk tidur tetapi matannya tidak bisa dipejamkan. Dan tiba-tiba dering ponselnya membuatnya terkekeh
Buat apa dia menelfonku lagi? Batin Yuna
Di layar ponselnya terpapang nama Falco yang sedang menefonnya.
Di bantingan ponsel itu keatas kasur lalu Yuna menarik selimutnya di tutupnya rapat-rapan hingga hawa dingin tidak terasa di kulitnya namun usaha itu nampak gagal karena hawa malam ini sangat dingin hingga menusuk tulang.
Tolong lah, bantu aku untuk melupakan semua masalahku ini aku tak sanggup kalau terus-terusan seperti ini jangan tambah beban hidupku lagi. batin Yuna
--
Lampu belajar Revan pun masih menyala. Ia masih tetap membaca buku-buku untuk belajar. Ya besok ada sebuah ujian yang sangat-sangat menyusahkan. Di bantingnya buku-buku yang ada di meja belajarnya.
Aaah sial rasanya aku benar-benar lelah. Bisakah aku beristirahat sebentar? Aku lelah dengan semua ini baru juga belum satu bulan aku kuliah dan berkerja kenapa seperti ini? Apa ini namanya susahnya hidup? Apa ini yang namanya berjuang Batin Revan
Revan pun memejam kan matanya sejenak. Ia pun mendesah frustasi. Semuanya telah membuat dia nampak lelah dan kehilangan gairah. Belum lagi ia mendapatkan kabar bahwa Yura sudah pindah ke Jakarta. Makin kecil pula kesempatan ia bisa bertemu Yura padahal dulu ia sempat berjanji akan menikah dengan Yura.
Yura, maafkan aku aku meninggalkanmu. Seharusnya aku tidak melalukannya batin Revan
Lalu Revan membuka laci meja belajarnya di rabanya laci itu lalu ia menemukan sebuah sapu tangan. Sapu tangan milik gadis yang tempo hari.
Ia pun meletakan sapu tangan tersebut diatas meja belajarnya. Lalu ia menatap dan memperhatikan secara saksama sapu tangan tersebut. Dan ia pun kembali mengingat wajah gadis tersebut.
Dia cukup cantik, sangat manis saat ia tersenyum senyumnya sangat hangat. entah lah kenapa saat mata cokelat itu menantap menejap nampak seperti anak kecil. apa aku bisa bertemu dengan dia lagi?
Apa yang aku lakukan jika aku bertemu dengannya lagi? Tertawa seperti orang bodoh? Berdiam diri hanya memperhatikannya seperti pengecut? Ayo lah Revan siapa yang kau pilih. Yura atau gadis itu?  Kenapa aku tidak pernah bisa berhenti melupakan senyum hangat gadis  itu? .Batin Revan
--
Ponsel Yuna pun masih terus berdering hingga membuatnya tidak bisa memejamkan matanya kembali. Lalu dengan kesalnya ia pun mengankat panggilan itu
“halo!” sahutnya kesal
“Yuna...” sahut orang yang di sebrang
“kamu sinting ya? Sekarang jam berapa? Jam dua pagi ini sama saja menganggu jam tidur orang Falco.”
“Yuna maafin aku.”
“maaf apa lagi?.” tanya Yuna acuh “nggak ada yang harus minta maafin lagi?.”
“Yuna dengerin aku dulu.” orang itu nampak tidak sabar
“apa lagi? Semuanya udah berakhir. Aku bukan siapa-siapa kamu sekarang aku bukan pacarmu apalagi aku bukan sahabatmu.”
“Yuna please dengerin penjelasan aku dulu.”
“nggak ada yang perlu kamu jelasin lagi. Saat aku koma kamu bukan nungguin aku kamu malah manfaatin buat seneng-seneng sama gadis lain.”
“Seharusnya aku ikut orang tuaku meninggal ya? Jadi aku nggak kaya gini aku nggak ngerasain sakit nggak ngerasain gimana rasanya di tinggalin dua orang yang paling berharga di hidup aku dan harus merasakan yang namanya di khiatain pria yang sangat ku cintai.”
“Yuna dengerin aku dulu!.” laki-laki itu membentak Yuna
“apa lagi? Falco. Denger ya jangan cari aku lagi, aku udah memilih buat pergi. Ini keputusanku. Jadi jangan ganggu aku lagi. Anggap lah kita tidak pernah bertemu sebelumnya.” Suara Yuna mulai terdengar parau “aku rasa aku benar-benar akan hilanganmu seperti aku dulu kehilangan memori ingatanku tentangmu dulu.”
“Yuna kenapa kamu ninggalin aku? Aku tahu aku salah. Seharusnya aku nggak melakukan itu saat kamu terbaring koma tapi-“
“tapi apa?.” potong Yuna “sayangnya, kau melakukan hal itu Falco. Kau mau memberi alasan apa lagi? gadis itu menggodamu? Iya? Seperti itu? Alasan klasik sekali. Apa kamu senang melihat gadis yang kamu bilang kamu cintai sepenuh hati terbaring koma melawan maut? Aku itu adalah tipikal orang yang sudah kecewa akan kehilangan rasa kepercayaanku.”
“Yuna stop Yuna.” teriak pria itu “dengerin aku dulu beri waktu aku untuk menjelaskannya.”
“apa lagi si Co? Aku cape aku cape.” tagisan Yuna pun pecah “kamu tau? gimana rasanya koma selama nyaris satu bulan? Lalu ketika aku bisa kembali dari komaku aku harus kehilangan orang tuaku? Di saat aku sedang berusah memulikan ingatanku lagi aku pun harus menerima kenyataan bahwa aku melihat laki-laki yang sangat aku cintai berselingkuh dengan salah satu sahabatku?.-”
“yuna! Dengerin aku dulu.” Potong falco
“aku cape Co. aku cape.” Teriak yuna “Siapa yang kuat? Siapa yang kuat kaya gini ya tuhan aku cape. Aku cape aku nggak sanggup lagi. Aku cape selalu menangis tiap malam! Aku nggak mau hidup lagi! Aku benci seperti ini seharusnya lima bulan lalu aku ikut mati bersama orang tuaku! Tahu kah kamu rasanya jadi aku? Aku cape kaya gini! Aku semacam orang gak berguna setelah sebagian memori ingatanku hilang! harusnya aku nggak usah hidup!.”
“Yuna, stop! Aku nggak suka kamu ngomongin kaya gitu! dengerin aku dulu” potong orang itu “aku sama shelly nggak ada apa-apa Yun. sungguh aku nggak akan tega ninggalin kamu Yuna kamu ingat janjiku? Setelah kamu lulus aku akan nikahin kamu lalu kita tinggal di kota impianmu Osaka kita kuliah sana kita hidup bahagia berdua bersama anak-anak kita-”
“nggak ada apa-apa?.” potong Yuna “lalu foto ciuman itu? Menandakan nggak ada apa-apa? Terus fotomu dengan seorang gadis sedang tidak berbusana itu? Apa tidak cukup? Sudah lah lupakan semuanya Falco. Kubur impian itu. Osaka dan semuanya, anggap lah kita tidak pernah bertemu.”
“Yuna percaya lah padaku. Aku mencintaimu sepenuh hati.” Teriak pria itu “Yuna kau adalah cintaku. Aku bersumpah aku akan membahagiakanmu dan anak-anak kita nanti. Kamu janji kan kamu mau jadi ibu dari anak-anakku? Yuna kembali lah padaku jangan tinggalkan aku.”
“i’m sorry this over. I can’t kita nggak bisa sama-sama lagi Falco.”
Lalu Yuna pun memutuskan telfonnya dan membanting ponselnya keatas kasur. Ditariknya selimut tebal bermotif beruang berwarna cokelat. Ia tak tahan kuasa menangis. Hatinya terasa di tusuk benda tajam jika mengingat disaat ia harus mendengar harus kehilangan semua orang yang ia cintai setelah terbangun dari koma.
--
Pagi menyapa. Sinar mentar mulai membus jendala kaca kamar Revan. Alaram ponsel Revan juga mulai berdering. Revan pun terbangun dari tidurnya. Dan ketika ia sadari ternyata semalam ini ia tidur di atas meja belajar bukan tempat tidur
Aduh leherku sakit astaga semua karena kuis sinting ini membunuhku pelan-pelan aaa belum lagi kerjaan di kafe aku rasa hari sabtu ini akan ramai seperti biasanya. batin Revan
Lalu ia melirik kearah jam didingnya. Jam 6.05 ini cukup siang aaa
astaga jam delapan aku ada kelas bagaimana ini aduh aduh batin Revan
Ponsel Revan pun berdering
“halo.” sahutnya sambil menguap
“Van, kamu kuliah berangkat kuliah jam berapa?.” sahut seseorang di sebrang
“oh Kathie. Bentar lagi kayanya kath kenapa?.”
“Van, boleh nggak aku numpang sama kamu.”
Eh kathie mau ke kampus bareng aku kenapa kok tumben si? Batin Revan
“ha? Sama aku? Nggak salah?.” Revan nampak tidak percaya
“emang salah ya Van? Supirku hari ini nggak masuk. terus kebetulan jeremy mobilnya moggok Van. Dia juga nggak ngampus hari ini.”
“kamu mau naik motor vespa tua? Ke kampus gitu? Apa kata orang nanti kathie.” tanya Revan
“lah emang kenapa.” kathie nampak kesal “yang penting sampain di kampus terus kita masuk setelah itu kuis lalu kita kerja lumanyan aku hemat ongkos juga.”
“hhmm... hmmm...” Revan menimang-nimang
“Van!.” bentak kathie “jadi gimana boleh nggak?.”
“oke aku tunggu kamu ya kathie.” jawab Revan
“oke oke jam setengah tujuh aku sampai di rumahmu.” seru kathie
“sip.”
“ppy Revan.” lalu kathie mematikan telfonnya
Revan pun mendesah. ia pun memejamkan matanya.
Angin apa kathie mau pergi ke kampus denganku? aneh. Tapi ya sudah lah kapan lagi bisa mengantar gadis seperti kathie semoga tidak ada yang mengosip yang aneh-aneh lagi tapi tapi kenapa aku begitu senang ya? Hmm... kathie kathie ayolah kenapa jatungku tidak berhenti berdetak batin Revan
--
Jam weker Yuna pun kembali berdering untuk kesekian kalinya. Sinar matahari pun mulai menebus kedalam gordeng yang ada di kamar Yuna.
Bisakah aku tidur sebentar lagi? Batin Yuna
Yuna pun bangun dan terduduk di atas tempat tidurnya. Dia melirik kearah jam wekernya jam 6.05
Sekarang apa yang harus aku lakukan? Aku yakin sekarang mataku sedikit bengkak karena semalaman aku menangis seperti orang tolol karena Falco. Ya tuhan apa yang harus aku katakan jika kak vero atau tante estter menanyakan kenapa mataku bengakak. Yuna kau nampak idiot. batin Yuna
“Yuna.... Yuna sayang apa kau sudah bangun? Ayo kita sarapan dulu.” teriak seseorang sambil mengetuk pintu kamarnya
“sudah masuk lah.” perinta Yuna
Lalu seorang ibu hamil dengan perut besarnya masuk kedalam kamar Yuna. Ia tersenyum sambil memamerkan deretan gigi-giginya yang putih dan itu tak lain kakak sepupunya kak vero.
“tumben liburan udah bangun” tanya kak vero
“he-eh iya ini karena jam wekerku” gerutu Yuna
Lalu kak vero pun menghampiri Yuna dan dia pun duduk disampinh Yuna
“seharusnya wekermu kamu matikan Yun.” ledek kak vero “jadi saat sabtu kaya gini kamu nggak bangun pagi-pagi.”
“aku lupa.” jawab Yuna “lain kali aku matikan deh he-eh.”
Lalu susana nampak hening sejenak. Kak vero hanya memperhatikan seisi kamar Yuna. Kamar yang cukup kecil. Hanya ada sebuah tempat tidur, meja belajar, lemari dan sebuah kaca yang mengantung di dekat lemari ini mukin terlalu sederhana untuk Yuna.
“kamu betah nggak disini?.” tanya kak vero tiba-tiba
Yuna pun nampak shock mendengar pertanyaan dari kakaknya itu
“be...be..betah kok kak serius deh.” jawab Yuna terbata-bata
“pasti aneh ya dari kota besar terus tiba-tiba di paksa tinggal di kota kecil kaya gini.”
Yuna menggeleng “nggak kok nggak aneh kak.”
“eh? Yuna matamu kenapa kok bengkak?.” kak vero mengusap kedua pipi Yuna dengan lebut
Dungaanku benar ternyata ka vero memperhatikanku. Memperhatikan mataku yang nampak bengkak ini  batin Yuna
“ah.. aish... hmm.. anu.. anu.”
“kamu nangis semalam Yun?.” tanya kak vero was-was
“he-eh ya gitu deh.” jawab Yuna sambil nyengir “aku merasa rindu sama ibu.”
Lalu kak vero memeluk Yuna dengan erat
“kamu kenapa sayang? Kamu keinget ayah ibu kamu lagi ya? Yuna jagan sedih lagi ya.” kak vero mengelus-elus kepala Yuna “mereka udah tenang di surga sana.”
Kak vero seandainya kakak tahu rasanya jadi aku aku benar-benar tak sanggup seperti ini aku ingin mati saja semuanya semua orang yang aku cintai pergi meninggalkan aku sendirian.  batin Yuna
“ya kak.” angguk Yuna “aku nggak sedih lagi kok masa calon tante sedih si nanti keponakanku gimana dong. ”
Kak vero pun melepaskan pelukannya
“nah gitu dong itu namanya adikku jangan sedih lagi ya Yuna kan ada kakak.”
Yuna mengangguk khitmad
“iya kakakku sayang.”
“Yun, kamu sibuk nggak hari ini.” kak vero pun mengalikan pembicaraan
“he? Sibuk? Kayanya nggak.” Yuna mengakat bahunya “emang kenapa kak?.”
“kita jalan-jalan yuk.” kak vero nampak bersemangat “aku kangen ngabisin waktu sama kamu Yun.”
“kemana?.”
“kemana ya? Kamu maunya kemana?.” tanya kak vero
“aku terserah kakak aja si.”
“kita ke kafe mau?.”
“ke kafe hmm...” Yuna menimang-nimang “gimana ya hmm...”
“ayo lah Yun, kita udah lama nggak jalan-jalan bareng semenjak aku nikah kita nggak pernah jalan-jalan lagi.”
“ah oke deh.” Yuna tersenyum “tapi kakak traktirin aku loh.”
“deal ya?.” kak vero mengulurkan tanganya “traktir kamu? Sip lah kamu mau apa? Cappuchino? Es krim aku beliin apapun yang kamu mau aku beliin yun.”
“deal!.” Yuna pun menyambut uluran tangan kak vero
--
“aduh, ini lama banget si.” Revan terus melihat jam diding yang berada di ruang tamunya. Ia nampak gelisah.
“Revan, naon atuh acan indit ka kuliah dari tadi?.”[1] tanya nenek ketika melewat Revan yang sedang duduk di atas sofa
“ah belum nek aku lagi nungguin kathie.” jawab Revan
“kathie teman kerjamu itu? Yang pernah kesini sambil bawain nenek sama kakek kue brownis itu teh?.” tanya nenek nampak bingung “memang kalian satu kampus?.”
Revan mengangguk “ya nek kami satu kampus satu jurusan juga malah.”
Lalu dari arah kamar Selena pun keluar dengan mengunakan seragam pramukanya lalu ia tersenyum ia pun nampak bersemangat menjinjing tas ranselnya yang berwarna pink itu
“pagi kakak.” sapanya
“pagi Elen kamu mau siap-siap berangkat sekolah?.” tanya Revan
“iya Elen mau sekolah.” jawab Elen penuh semangat “kakek mana ya kok lama Elen mau cepet-cepet ni.”
Lalu seorang pria tua keluar dari salah satu kamar sambil mengunakaan baju koko berwarna biru laut yang nampak usang
“ini kamana nah atuh si neng geulis yang katanya mau aki antar ke sekolahnya.”
Lalu Selena berlari kearah pria tua itu dan memeluknya
“kakek jangan bilang aki.” rajuk Selena “Elen ngambek ni.”
“iya iya kakek nyak? Ayo neng geulis kita ke sekolah.”
“ayo kakek Elen mau kakek telus yang temen Elen kesekolah.” senyum sumringah menghiasi bibi tipis merah muda Selena.
“si neng geulis mau kakek antar naik vespa lagi?.” tanya kakek
“iya Elen juga mau naik itu.”
“selamat pagi.” seru seseorang dari luar rumah
Lalu Revan pun bangkit dan melihat kearah luar rumah seorang gadis berambut pendek  berkaca mat pun sudah berdiri dengan tegap di luar pagar rumahnya. Tubuhnya mungil nampak makin terlihat munggil karena ia memakan baju terusan yang namapk kebesaran
Revan pun berlari menghampiri gadis itu
“hai kathie.” sapanya sembari tersenyum
“halo Revan.” balasnya “aku terlambat ya? Maaf tadi angkotnya agak lama.”
Revan mengeleng “nggak kok nggak.”
“hmm.. kamu nggak nyuruh aku masuk?.” tanya kathie nampak malu-malu
Lalu Revan pun membukaan pintu gerbang rumahnya
“aduh maaf atuh.” Revan meruduk “sialakan masuk eneng kathie.”
“ya ampun ternyata kamu bisa bahasa sunda Van?.” kathie nampak bingung
Revan pun tersenyum “sedikit he-eh.”
--
Lalu Yuna pun keluar dari kamarnya ia pun menutun kak vero dengan hati-hati. Kak vero nampak sudah keberatan membawa perutnya yang besar namun ia selalu nampak bergembira mengiangat bahwa ia akan menjadi ibu
Di ruang makan semua orang sudah duduk dengan rapi om Mario, tante estter, kak eriko, Vino dan vico nampak sedang asik dengan kegiatan sarapan mereka
“pagi.” sapa Yuna
“pagi Yuna sayang.” jawab tante estter “Yuna sini yuk duduk di deket tante.”
Yuna hanya menggigit bibinya. duduk berdekatan dengan tante estter berarti aku harus duduk di kursi kosong yang berada di samping Vino? Oke ini neraka! Banti Yuna
“Yuna kok bengong.” seru kak vero
“ah, nggak kok.” jawab Yuna “sini Yuna tarikin kursi buat kak vero.”
“nggak usah Yun.” kak eriko pun bangkit dari kursi makanya “dia istriku jadi dia tanggung jawabku oke? Nanti apa kata papa mertuaku.”
Yuna hanya tersenyum. Vino hanya menatap Yuna denga tatapan tajam
“eriko kamu apa-apaan.” rajuk kak vero dengan manja“ini masih pagi jangan aneh-aneh.”
Kak eriko pun membantu kak vero menduduki kursi makanya terlihat serbut rona merah muda di pipi putih kak vero
“demi istriku aku rela melakukan ini.” kak eriko tersenyum genit
“aish eriko-kun.” kak vero mencubit pinggang eriko “jangan buat aku malu.”
“duh rona pipimu itu vero, aku tergila-gila denganya.” ledek kak eriko
Yuna pun hanya bisa tersenyum melihat sikap kakak dan kakak iparnya nampak mesra di pagi hari seperti ini
Andai aku bisa merasakan hidup dengan orang yang aku cintai seperti mereka tapi sayang pria yang aku cintai sekarang sudah pergi pergi meninggalkan ku ya tuhan apa dosaku.  batin Yuna
“hey Yuna kenapa kamu berdiri terus seperti patung tahu. ayo duduklah itu kursi di disamping Vino kosong kamu duduk lah disana.” perintah om Mario
“papa apa-apaan si.” Vino nampak kesal “vico ayo kita tukar posisi.”
Vino pun bangkit dari kusinya dan bertukar posisi dengan adiknya
“kak Vino kenapa si? kak Yuna cuman duduk di sampingmu aja kamu nggak mau.” gerut vico
“apa si ! ya suka-suka aku.” balas Vino sengit
Ya tuhan sebegitu bencinya Vino denganku? Kenapa ia bersikap seperti ini? Apa kehadiranku disini salah? Batin Yuna
Yuna pun tersenyum getir.
--
“wah ada kak kathie.” seru Selena nampak senang
“halo adik manis.” sapa kathie “mau berangakat sekolah ya?.”
“iya.” angguk Selena “kakak baik hati kenapa pagi-pagi sudah datang kakak-”
“kathie mau berangakat sama aku.” potong Revan “udah sana kamu berangkat tuh lihat kakek nungguin kamu.”
“aish aku lupa.” Selena menepuk kepalanya “kakak yang baik hati, Elen berangkat dulu ya kapan-kapan kita main lagi.”
Kathie tersenyum “iya nanti kita main lagi ya anak manis kalau kita main lagi kakak bain kamu kue cokelat lagi.”
Lalu Selena berlari kearah pria tua yang sudah menunggunya di atas motor vespa tuanya dengan sigap ia menaiki motor vespa itu
“Elen berangkat ya.” teriak Selena
“hati-hati anak manis.” balas kathie
“iyaaa.”
--
Sarapan pagi ini berjalan cukup sunyi. Om Mario asik dengan koran dan segelas kopinya ,tante Estter terus mengunya potongan rotinya, kak vero dan kak eriko nampak sedang asik mengobrol dipagi hari seperti sedang mencari kesenangan tersendiri. lalu vico asik dengan ponselnya dan mengabaikan sarapannya dan Vino hanya menatap roti yang menjadi menu sarapanya.
“oh iya, aku mau pergi ni sama Yuna.” seru kak vero memecahkan keheningan
“kemana?.” tanya kak eriko was-was “tapi hari ini aku harus mengurus visa sayang siapa yang mengatarmu nanti kalau kamu naik kendaraan umum gi-”
“kan ada Vino.” potong kak vero “boleh ya plisss aku kangen pergi sama Yuna si adikku kecilku ini.”
Vino pun terkekeh “apa? kok aku.”
“vin ,ayo lah sekali aja.” pinta vero
“Vino.” seru bibi estter
“iya iya iya.” jawab Vino nampak tak berniat sama sekali
“nanti kamu aku kasih uang saku.” bujuk kak eriko “tapi jagain kakakmu.”
“iya iya iya ish.” dumal Vino
Yuna hanya bisa menghela nafas panjang melihat sikap Vino.
“Vino ayo lah vin” bujuk kak vero
“ish kaka bawel banget si iya kak iya” Vino menatap Yuna dengan tatapan tajam
--


[1] Revan, kenapa kamu belum berangkat kuliah dari tadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar