Laman

Kamis, 27 Maret 2014

journey with love (bab 6)



Hari rabu pun datang kembali. Seperti biasanya tepat jam setengah enam pagi jam weker Yuna pun berdering dengan keras hingga membuat Yuna terkejut dan langsung terbangung
“Jam weker yang menyebalkan!.” dumal Yuna “aku ingin tidur lagi aku lelah semalaman aku belajar aaa”
Yuna pun bangkit dari tempat tidurnya lalu ia menarik kursi meja belajarnya dan mendudukinya. Lalu ia memandangi kalender yang berada di atas meja belajarnya.
Sekarang tanggal satu agustus ya? Ya ampun sudah bulan agustus aja. Berati sudah nyaris 6 bulan ayah dan ibu pergi meninggalkanku bukan? Tanggal lima belas aku harap aku tidak akan mengingat kejadian waktu itu lagi batin Yuna
“Yuna... Yuna.. ayo bangun.” seseorang mengetuk pintu kamarnya “kamu hari ini sekolah sayang jangan sampai kamu tidak sarapan lagi.”
“aku udah bangun kok.” teriak Yuna “sebentar lagi aku mandi.”
--
“kakak ayo bangun....” Selena mencubit hidung Revan
Revan pun terkejut dan ia pun membuka matanya
“Elen sakit tau.” gerutunya
“kakak nyebelin ayo bangun bangun kakak ayo bangun.” rajuk Selena
“iya iya aku bangun.” Revan pun mengendong adiknya “bocah menyebalkan sini kakak hukum kamu.”
“aaa ... aaa” teriak Selena
Revan pun mengendong adiknya dan memutar-mutarnya Selena nampak tertawa gembira dengan perlakuan kakaknya itu. Lalu Revan mengempaskan Selena di atas tempat tidurnya.
“udah ah kakak cape.” gerutu Revan
“kakak lagi...” pinta Selena “aku mau lagi.”
“nggak ah.” Revan menjulurkan lidahnya seperti anak beusia lima tahun “sana kamu berangkat sekolah dulu.”
“nggak mau.” jawabnya sambil cemberut.
“ayo sekolah.” perinta Revan.
“tapi yang nganter kakak ya?” tanya Selena
“Elen mau kakak yang anterin?”
Selena pun menangguk “iya.”
“biasa maunya sama kakek.” sindir Revan “jadi Elen kangen naik motor sama kakak ya?”
--
Yuna pun sudah bersiap-siap untuk berangkat kesekolah. Dengan menggunakan seragam kotak-kotak biru dengan rok putih selutut. Ia nampak bersemangat hari ini. Sebetulnya, ia hanya ingin melupakan sesuatu hal yang menyakitkan menurutunya hari ini ia terpaksa kesekolah hanya berdua dengan Vino. hari ini vico sedang sakit ia terus muntah-muntah sejak semalam
“Yuna berangkat dulu ya.” pamit Yuna kepada tante estter
“hati hati ya Yun.”
Yuna pun berjalan keluar rumah dan ia langsung masuk kedalam mobil sedan tua yang sedang terparkir di dalam garasi.
“tumben nggak lama.” sindir Vino yang sudah duduk di dalam mobil “biasanya aku harus nunggin kamu lama”
“iya biar kamu nggak ngomel-ngomel kaya inang-inang yang nangih hutang.” jawab Yuna dengan ketus
“teruslah seperti ini.” balas Vino acuh “jadi aku nggak lama-lama nungguin manusia lemot bin ribet kaya kamu.”
Yuna pun mengepalkan kedua tanganya
“oh aku lemot? Iya? Terus kamu apa? Sigap? Jangan harap kamu tanya tentang tugas kimia atau biologi denganku.”
“loh kok kamu gitu sih!” Vino nampak kesal “kenyataanya kamu emang lemot kan? Lalu kamu itu nyebelin kamu tau?  mirip kaya anak-anak. aku cape ngikutin kamu lebih tepatnya kelemotan kamu.”
“oh iya?” suara Yuna naik dua oktaf “yaudah nggak usah ngikutin aku. aku mau turun aku males kesekolah bareng kamu banyak komentar aja kaya facebook aku naik angkot aja dadah.”
Yuna pun mengambil tasnya lalu ia keluar dari mobil dengan membanting pintu mobil dengan sekuat tenaga.
“Yuna tunggu.” teriak Vino.
Yuna pun berlari keluar rumah sambil menahan kesal.
Aku cape kaya gini aku mau pulang seharusnya aku gak usah datang kesini kalau vino gak pernah bisa terima aku disini batin Yuna
--
Vino pun keluar dari mobilnya dan berlari mengejar Yuna keluar rumah. Ia tidak bisa mengimbangi kecepatan Yuna berlari. Yuna berlari dengan cepat.
Aku bodoh kenapa aku bicara seperti itu batin Vino
“Yuna tunggu Yun aku nggak maksud kaya gitu.” teriak Vino dengan nafas tersengal-sengal namun Yuna tidak menghiarukan Vino ia terus berlari.
“Yuna! Tunggu.” teriaknya sekali lagi
Yuna pun berhenti berlari.
Vino pun berlari mendekati Yuna.
“Yuna maafin aku.” ia memeluk Yuna dari belakang “Yuna ayo lah Yun!”
“apa-apaan si.” gerutu Yuna “lepasin.”
Aku benar-benar tidak bisa menahanya lagi apa yang harus ku katakan? Aku merasa bodoh saat ini batin Vino
“Yun, maafin aku aku nggak maksud kaya gitu.” Vino berusah meminta maaf
Yuna pun terus merontah
“Vino apa-apaan si.”
“aku akan lepasin kamu kalo kamu maafin aku.” jawab Vino
“iya aku maafin.” Yuna nampak setengah hati “lepasin cepet! untung kompleks rumah sedang sepi apa nanti kata orang.”
Vino pun melepaskan pelukanya itu ia hanya menunduk tidak berani menatap kedua mata Yuna
“ayo cepetan!” teriak Yuna “tadinya aku mau naik angkot tau ini udah kesiangan jam pertama itu fisika pelajar guru klier sepanjang masa itu.”
“siapa? Pak Bagas?” tanya Vino
“iya lah.” Yuna menarik tangan Vino “kamu bisa ngebut nggak? Jangan sampe kita telat.”
“ah dia doang ribet banget.” gerutu Vino “iya nona bawel.”
“apa katamu aku bawel? awas kau. Aku males ah berangakat sama kamu lagi.”
“ah Yuna kamu gitu si ah. Nanti aku kena omelan ibuku lagi.”
--
Jam makan siang pun tiba. Revan pun memarkir vespa tuanya tepat di depan kafe tempat ia berkerja.  Di depan pintu kafe sudah berdiri katie yang sedang bertugas untuk menyambut tamu.
“siang kakak.” sapa kathie
“loh kok kakak si?” gerutu Revan “kita kan seumuran.”
“maunya kakak.” lalu kathie memeluk Revan dari belakang “boleh ya please.”
“eh apa-apaan lepas kat lepas.” Revan memberontak
“maaf maaf.” kathie pun melepaskan pelukanya
--
Hari ini pun Yuna memetuskan untuk pulang sendiri tidak bersama Vino tapi bersama salah satu temannya dan hari ini pun Yuna memutuskan untuk pergi ke kafe yang belum lama ini ia datangi dengan kak vero.
“Yun, kenapa kamu mau ke kafe bunga banget?” tanya Mila.
“ish kamu harus tau Mil, pancake di sana enak banget.” jawab Yuna antusis
Lalu mereka berdua turun dari angkot di depan sebuah bangunan tua dengan beberapa motor yang terparkir di depannya.
“oke kita sampai.” teriak Yuna seperti anak kecil.
“kamu ini Yun Yun.” gerutu Mila
“kenapa si Mil.” gerutu Yuna
Mila mencubit pinggang Yuna “Diamlah lemot.”
“Mila jangan seperti Vino.” gerutu Yuna
Lalu kedua gadis itu memasuki kafe tersebut namun, Yuna merasa melihat sesuatu pemandangan yang kurang menyenangkan. Mukin terlalu membuatnya teringat sesuatu.
“aish, maaf maaf.” kata seorang gadis bertubuh pendek yang berada di depan pintu masuk kafe itu
“ah nggak apa-apa.” Yuna tersenyum
Lalu wajah pria yang sedang berdiri di hadapan Yuna pun sedikit memerah.
“untuk berapa orang?” tanya gadis itu
“dua.” jawab Yuna datar
“mari nona saya antara.” tawar pria bertubuh tinggi itu
Yuna mengangguk. Dan Mila hanya bisa tercengang melihat pria yang sedang berada dengan meraka saat ini.
--
Kathie astaga apa yang kamu lakukan mau di taruh dimana mukaku ini batin Revan
Sambil mengantar kedua gadis itu duduk di mejanya pikiran Revan pun tidak menentu. Saat ini ia sedang berperang dengan hatinya. Tujuan dia kembali ke kota ini demi Yura bukan? Tapi saat ini pesona kathie semacam membuatnya ingin berpaling dari Yura. Dan gadis berambut cokelat itu... membuatnya semakin ingin meninggalkan semua janji-janji manisnya dengan Yura.
“silakan duduk nona.” perintah Revan
“terima kasih.” jawab si gadis bertubuh tinggi
“nona, mau pesan apa?” tanya Revan dengan ramah.
“pancake with ice cream vanila ya.” jawab si gadis berambut cokelat datar “minumnya hmm... iced cappuchino aja.”
Dengan cekatan Revan pun menulis di daftar pesanan apa yang dikatakan oleh gadis itu.
“hhmm... saya pesan cappucino aja mas.” jawab si gadis bertubuh tinggi itu
“oke saya ulang ya. Satu pan cake with ice cream vanila dan dua iced cappuchino pesananya lima belas menit lagi akan sampai ya.”
Lalu Revan pergi meninggakan mereka berdua
--
“Yun, pantes kamu suka kesini.” kata Mila tiba-tiba “ternyata pelayannya aja ganteng gitu. hmm ganteng senyumnya itu manis banget kafe ini si emang nggak terlalu ramai tapi kalau ada pelayan semacam itu aku bakalan sering-sering kesini.”
Yuna pun tersedak
“duh tuh kan benar.” Mila mengedus curiga “kamu cuman mau ketemu pelayannya.”
“Mila apa-apaan si.” gerutu Yuna “nggak kaya gitu Mil, pan cake disini enak banget sungguh deh.”
“yakin? Aku kok nggak percaya.” ledek Mila “eh itu pelayan yang tadi serius deh ganteng banget. Manis banget duh aku rasanya bener-bener mau beralih ah dari Vino ke dia.”
“ya ampun Mila Mila.” Yuna menggeleng “Vino lagi Vino lagi emang apa keunggulan dia? Dia ganteng apa? Dia jelek terus nyebelin.”
“nyebelin? Dia cool Yuna lalu dia kapten tim basket sekolah kita.” Kedua mata Mila begitu berbinar “kamu sepupunya loh seumur hidup  kenal sama dia bilang dia nggak ganteng? Kamu salah.”
Yuna menghela nafas. Sejenak suasan hening.
Dan ponsel Yuna pun berdering hingga membuat mereka berdua terkejut
“aish, Mil bentar aku terima telfon dulu.” Yuna pun bergegas mengambil ponselnya  dari tasnya lalu Yuna bangkit dari tempat duduknya dan berlari kearah luar kafe
“Yun nanti pesananyan gimana?”
--
Revan pun terus termenung. Di kursi dekat loker penyimpanan barang Miliknya  ia terus termenung karena semua perasaanya saat ini.
Aku nampak seperti orang jahat aku mengingikan Yura  tapi aku juga menginginkan kathie dan lebih parahnya lagi sekarang si gadis berambut cokelat itu benar-benar membuat lututku lunglain ya tuhan aku saat ini seperti orang jahat batin Revan
“Revan tolong pesanan meja nomor lima.” teriak seseorang dari dapur
Lalu Revan dengan sikap berlari ke arah dapur
“mana yang harus kuantar?” tanyanya
“ini.” wanita tua bertubuh tambun pun menyerehkan sebuah nampan berisi pan cake dan capuchino
“cepatlah mukin mereka sudah kelaparan.” gerutunya
Lalu Revan pun berjalan dan mengantarkan pesannya itu. Dan ketika ia sampai di meja itu hanya ada si gadis bertubh tinggi saja
“permisi nona ini pesananya.” lalu Revan meletakan semua pesan mereka di atas meja.
“eh? Terimakasih.” balas si gadis tinggi tersebut
“hmm... yang satu lagi kemana?” tanya Revan ragu-ragu
“oh Yuna? Nggak tahu deh.” Gadis tinggi itu mengakat bahunya “Tadi dia nerima telfon gitu terus keluar.”
Eh? Namanya Yuna? Nama yang cantik. Tapi, Yuna Yura sekilas mirip tapi ini berbeda batin Revan
“oh jadi namanya Yuna.” jawab Revan
“lah? Kenapa? Kok kaya terkesimak gitu?” tanya si gadis tinggi tersebut
“aish nggak apa-apa kok.” Revan menggeleng “saya tinggal dulu ya nona kalau ada keperluan silakan panggil saya.”
--
Yuna pun berlari kearah taman di belakang kafe ini dan ia langsung menerima telfon itu
“mau apa lagi?” sahut Yuna
“Yuna kamu nggak apa-apa?” tanya seseorang dari telfon “kamu sehat-sehat aja kan?”
“buat apa kamu hubungi aku lagi?” tanya Yuna ketus “bukan kah kita sudah berakhir? Buat-”
“Yuna aku merindukanmu.”potongnya “Yuna kembali lah kembali lah ke Jakarta Yun. ayo lah Kamila Yunastria aku benar-benar tidak bisa hidup tampamu aku benar-benar mencintaimu Yuna.”
Yuna hanya tersenyum getir
“kamu mencintaiku? Apa yang namanya benar-benar mencintaiku kamu buktikan dengan berselingkuh?”
“Yuna, maaf kan aku.” ia memohon “Yuna sungguh aku benar-benar minta maaf aku khilaf Yuna aku-“
“kamu pria dewasa Falco.” Potong Yuna. suara terdengar mulai parau “berapa usiamu? Sembilan belas tahun bukan? Tahun depan dua puluh tahun lalu kamu juga adalah seorang mahasiswa bukan?. Kamu bukan seorang anak SMP yang kekanak-kakan lagi seharusnya kamu itu bisa membedakan mana yang baik mana yang buruk. Kamu tahu? Kamu nampak seperti bocah berusia tiga belas tahun yang memohon mohon agar diampuni kesalahanya.”
“kamu harus tahu itu. Kamu harus sadar. Sebuah kepercayaan itu mahal harganya. Dan aku aku tipikal orang ya jika kamu sudah mengecewakan aku. Maka kamu sudah menghilangkan kepercayaanku.”
“aku benar-benar kecewa denganmu. Aku pikir dengan usiamu dengan statusmu kamu itu bisa lebih dewasa. Nyatanya? Sama saja. Oh tuhan seharusnya kita tidak pernah bertemu bukan? Buat apa aku mencintai orang tapi orang itu justru mengkhiatiku?”
Suara Yuna semakin lama semakin terdengar parau.
“Yuna, aku bersumpah Yuna aku akan berubah aku akan menjadi seorang pria yang baik. Aku nggak akan ngecewain kamu aku nggak-“
“sudahlah Falco.” potong Yuna “lupakan aku. Hapus kisah kita berdua.”
“Yuna aku benar-benar mencintaimu Yuna!” teriaknya “aku sungguh-sungguh ingin berubah Yuna, ku mohon berikan aku kesempatan 1 kali lagi.”
“percuma.” tagisan Yuna pun pecah “aku benci kamu! Aku benci kamu kata maaf dariku udah nggak bisa ku ucapkan lagi.”
“tapi Yun Yuna-“
Lalu Yuna mematikan telfonya
--
Revan pun memeutuskan untuk pergi kehalaman belakan kafe ini. Di halaman belakang kafe ini terdapat sebuah taman kecil. Dan di taman ini Revan sering melepas penat akibat lelahnya berkerja dan tentang masalahnya.
Terdengar isak tangis suara wanita dan Revan pun nampak bingung.
Terlihat seorang gadis sedang menangis sambil memukul-mukulkan tanganya ke kepalanya. Ia menangis seperti orang gila. Dan Revan pun mengampirinya. Gadis itu terus menangis air matanya terus membasahi pipi putihnya
“neng, kumaha?” tanya Revan
Gadis itu tidak menjawab dia terus menangis
“nona nona kenapa? Kamu kenapa?” tanya sekali lagi
Tiba-tiba saja gadis itu meluk Revan dan ia menangis makin menjadi-jadi
“aku benci aku benci kenapa aku harus merasakan semua penderitaan ini.” raungnya
“eh... eh...” dengan spontan Revan pun mengelus rambut cokelatnya “udah atuh neng  jangan nangis nanti geulisnya ilang atuh udah ya neng jangan nangis atuh.”
“aku cape.” teriaknya “harusnya aku nggak usah hidup harusnya aku ikut pergi sama ibu dan ayah ke surga harusnya aku mati... kenapa aku masih hidup ya tuhan kenapa saat aku koma aku nggak sekalian mati aja? Aku cape hidup!”
“eh si eneng naon ngomong nyak kaya gitu. Neng, tuhan teh masih sayang sama eneng makanya dia kasih eneng umur panjang” Gadis itu terus menangis di pelukan Revan
“nggak tuhan jahat sama aku.  Kenapa dia ambil ibu sama ayah? Kenapa? Itu sama aja dia jahat sama aku.”
--
Yuna pun terus menangis ia tidak perduli siapa saat ini yang sedang bersamanya apakah Mila atau siapa. Yang pasti perasaanya saat ini benar-benar sedang kalut. Kalut karena Falco pria yang ia cintai namun telah membuatnya kecewa memohonya untuk kembali dan ini membuatnya nampak goyah dengan keputusan untuk meninggalakanya.
“neng geulis jangan nangis lagi.” bisik seseorang di telinganya
“aku cape! Aku nggak sanggup lagi.” isak Yuna “aku cape semuanya jahat.”
“neng aish si eneng teh naon? Cerita sama akang sini.” tanya seseorang
Yuna pun melepaskan pelukanya dan seseorang dengan sigap menghapus air mata yang membasahi pipinya
“aku...aku...” isak Yuna
“iya eneng kenapa?” tanyanya
“aku bener-bener nggak mau hidup lagi.” isak Yuna “aku mau mati aja aku mau nyusul ibu sama ayah.”
“eits, si eneng ngomong apa si.” maki pria itu “nggak boleh ngomong mati mati gitu. Mukin ibu sama ayah eneng memang sudah takdirnya dan eneng sekarang teh harus tetap hidup.”
Sejenak Yuna berhenti menangis.
“neng? Udah nyak jangan nangis lagi.” kata pria itu
Yuna menganggu khitmad
Sejenak suasan hening. Hanya terdengar suara henbusan angin di sore hari yang terasa dingin hingga menusuk tulang
“kalo boleh tahu.” pria itu menimang-nimang “siapa nama eneng? Dari pertama kali kita ketemu akang teh nggak tahu siapa nama eneng.”
Sontak Yuna terkejut
“kita pernah bertemu? Kapan?” tanya Yuna nampak bingung
Yuna berusah menghapus sisi air mata yang masih ada di pipinya
“nampaknya kamu lupa ya?” tanya Revan “duh kamu ini.”
--
Astaga akhirnya gadis ini berhenti menangis juga. Sungguh deh baru pertama kali aku melihat seorang gadis menangis meraung-raung seperti dia. seperti ia tak sanggup lagi untuk menerima sebuah kenyataan seperti itu dan ,kenapa aku sangat ingin melindunginya? batin Revan
“Yuna” serunya
“he? Tahu dari mana namaku?” tanya gadis itu
Revan nyengir “hhmm... itu... dari temanmu.”
“Mila?” tanya gadis itu
Revan mengangguk
“aduh Mila hmm... astaga maaf.” gadis itu menghapus air mata yang masih tersisa di pipinya “eh? Kamu yang waktu itu ya?”
“he-eh.” Revan menggigit bibir bawahnya “iya... iya...”
“yang punya adik manis itu? Lalu hari sabtu kemarin tak sengaja kamu memutarkan lagu band kesukaanku?” tanya gadis itu tak percaya
“tepat sekali.” jawab Revan sumringah “jadi namamu Yuna? Iya?”
Gadis itu mengangguk “iya aku Yuna. Maaf ya seharusnya dari awal kita berkenalan siapa namamu?”
Gadis itu berusah tersenyum rona merah muda terlihat di balik pipi putihnya. Seketika jantung Revan pun berdetak tidak beraturan
“Re..Revan.” jawabnya terbata-bata “Revan iya Revan.”
“kak Revan” kata gadis itu “tidak keberatan aku memanggilmu kakak?”
Revan menggeleng cepat “ti..tidak kok Yuna tidak apa-apa.”
--
Yuna merasa malu karena menangis di depan pria ini. Ya pria yang pernah ia temu di kereta api tempo hari. Pria yang sama-sama menyukai band yang sama denganya. Dan entah kenapa pria ini membuat hati Yuna sedikit tenang. Pelukan hangatnya seakan-akan ia memberi sebuah kehangatan untuknya dan perasaan hangat ini belum pernah ia rasakan
“Yuna, kamu kenapa? Tadi kok kamu menangis seperti itu.” tanya Revan
Yuna mengeleng “nggak apa-apa kok ka. Sungguh.”
“yakin?” tanya Revan penasaran “jujur tangisanmu tadi benar-benar kencang loh. apa kamu sedang memilik masalah?”
Yuna mengangguk
“hanya sedikit.” jawabnya sambil tersenyum
“sedikit?” Revan mengendus “kalau sedikit kamu tidak akan menangis seperti itu.”
Yuna menghela nafas
“aku, aku hanya sedang merasa kesepian. Hidupku terasa hampa sejak kematian kedua orang tuaku. Aku benar-benar tidak tahu... tidak tahu apa yang terjadi aku benar-benar tidak bisa mengingat dengan baik lagi.”
Dengan sepontan Revan memeluk Yuna
“jangan menangis lagi Yuna, kamu nggak sendirian sekarang. Aku akan menjadi temanmu. Hhmm... kalau kamu butuh teman cerita aku siap kok.”
Astaga pria ini. Kenapa kenapa ia memelukku. Dan pelukannya ini. Sangat hangat. Tuhan apakah dia seorang malaikat? Iya mukin dia malaikat aku benar-benar tidak ingin melepaskannya Bantin Yuna
“eh? Hhmmm....”
“aduh aduh.” lalu Revan melepaskan pelukannya “Yuna maaf ya maaf atas sikapku tadi maaf ya maaf banget.”
Yuna tersenyum tipis “ah baiklah kak. Terima kasih ya.”
“terima kasih untuk?” tanya Revan bingung
“kamu mau menenangkanku.”
--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar